Berita Kudus

Cerita Supriyanto Penerus Tradisi Ukir Kudusan, Pewaris Kiai Telingsing atau Pangeran Diponegoro?

Supriyanto salah satu penerus tradisi ukir gebyok Kudusan. Tradisi gebyok ukir Kudusan berakar dari Kiai Telingsing atau Pangeran Diponegoro?

Penulis: Rifqi Gozali | Editor: Yayan Isro Roziki
TribunMuria.com/Rifqi Gozali
Supriyanto mengecek ukir gebyok di bengkel produksi miliknya di RT 1 RW 5 Desa Sidorekso, Kecamatan Kaliwungu, Kudus. 

Hadirnya KUR ini memang sangat membantu pelaku usaha kecil. Umumnya mereka yang mengakses modal dari KUR tidak merasa keberatan dengan cicilan yang menjadi tanggungan setiap bulan atau setiap musim.

Sedangkan BRI sebagai penyelenggara KUR, kata Iman, juga merasa sangat senang bisa turut serta memberikan pinjaman modal kepada pelaku usaha kecil agar usahanya kian maju. Termasuk usaha yang digeluti oleh Supriyanto.

Segenap jerih dan upaya yang dilakukan oleh Supriyanto demi menjalankan usahanya bisa dikatakan mulia, meski di dalam benaknya tidak pernah terpikir bahwa apa yang dilakukan merupakan bagian dari meneruskan tradisi ukir Kudusan yang sudah ada sejak ratusan tahun silam.

Akar seni ukir Kudus, Tiongkok atau pengikut Pangeran Diponegoro?

Gebyok ukir 3 dimensi dan motif nanasan khas Kudusan, di bengkel ukir milik Supriyanto.
Gebyok ukir 3 dimensi dan motif nanasan khas Kudusan, di bengkel ukir milik Supriyanto. (TribunMuria.com/Rifqi Gozali)

Dalam tradisi tutur di Kudus, seni ukir mulai berkembang pesat di Kudus sejak datangnya The Ling Sing —yang kemudian oleh warga Kudus disebut Kiai Telingsing— dari Tiongkok pada abad ke-15 Masehi.

Imigran satu ini dipercaya oleh masyarakat Kudus selain menyebarkan agama Islam juga mengajarkan kerajinan ukir kepada masyarakat Kudus.

Sementara sumber lain mengatakan, tradisi ukir di Kaliwungu lahir dari Mbah Rogomoyo.

Sosok satu ini bisa dijumpai makamnya di Dukuh Prokowinong, Desa Kaliwungu, Kecamatan Kaliwungu, Kudus.

Camat Kaliwungu Satria Agus Himawan mengatakan, sosok Mbah Rogomoyo dipercaya sebagai arsitek rumah adat joglo khas Kudus yang penuh dengan ukiran.

“Mbah Rogomoyo itu maestro joglo tumpang sanga dan gebyok, konon pendapa kabupaten itu yang buat Mbah Rogomoyo,” kata Satria.

Dalam sebuah kisah, lanjut Satria, Mbah Rogomoyo merupakan pengikut setia Pangeran Diponegoro.

Pascaperang Jawa yang berlangsung 1825-1830 Pangeran Diponegoro ditangkap Kolonial Belanda, akhirnya para pengikutnya melakukan pengembaraan.

Termasuk Mbah Rogomoyo yang mengembara sampai di Dukuh Prokowinong, Desa Kaliwungu.

“Di Prokowinong Mbah Rogomoyo selain mengajarkan Islam juga mengajarkan ukir gebyok dan membuat rumah joglo tumpang sanga khas Kudus,” kata Satria.

Kentalnya tradisi ukir ini, lanjut Satria, bukan hal yang sulit untuk mencari para pengukir di Kecamatan Kaliwungu. Misalnya saja di Desa Kaliwungu terdapat puluhan perajin ukir.

Selain itu di Desa Sidorekso juga masih banyak dijumpai para penerus tradisi ukir khas Kudusan. (*)

Sumber: TribunMuria.com
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved