Berita Kudus

Cerita Supriyanto Penerus Tradisi Ukir Kudusan, Pewaris Kiai Telingsing atau Pangeran Diponegoro?

Supriyanto salah satu penerus tradisi ukir gebyok Kudusan. Tradisi gebyok ukir Kudusan berakar dari Kiai Telingsing atau Pangeran Diponegoro?

Penulis: Rifqi Gozali | Editor: Yayan Isro Roziki
TribunMuria.com/Rifqi Gozali
Supriyanto mengecek ukir gebyok di bengkel produksi miliknya di RT 1 RW 5 Desa Sidorekso, Kecamatan Kaliwungu, Kudus. 

Dia tidak mau kalau memakai kayu selain jati. Hal ini berkaitan dengan kualitas hasil, jika menggunakan kayu yang lain hasilnya tidak sebaik jati.

Selain itu kayu jati bagi para perajin ukir gebyok merupakan kayu dengan kasta tertinggi jika dibandingkan dengan kayu yang lain.

Untuk bahan baku kayu jati Supriyanto biasa mendapat pasokan dari Blora. Di sana memang salah satu daerah dengan produksi kayu jati terbaik.

Acap kali dia datang langsung ke Tempat Penimbunan Kayu (TPK) milik Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Perhutani di Randublatung Blora untuk memilih kayu terbaik.

Atau kalau tidak, biasanya ada pemasok kayu jati dari Blora yang datang ke tempatnya.

Selain Blora, kayu jati yang diolah Supriyanto didatangkan dari Pacitan. Di sana sudah memiliki langganan pengepul kayu jati.

Kayu-kayu yang datang itu kemudian dipotong dengan panjang rata-rata 3 meter. Kemudian untuk lebarnya rata-rata 17 sentimeter.

Atau tidak jarang kayu dipotong sesuai dengan ukuran pemesan misalnya ukuran lebar 15 sentimeter.

Kayu-kayu yang telah terpotong itu disatukan menjadi satu bentuk gebyok yang utuh meski masih bisa dilepas per bagiannya.

Proses berikutnya yaitu tahap mengukir gebyok. Pada tahap ini membutuhkan ketelitian. Masing-masing bagian gebyok dilepas untuk diberikan sentuhan ukiran khas Kudusan.

Yang membedakan ukiran khas Kudus dan ukiran dari daerah lain yaitu bisa dilihat dari dimensinya. Ukiran khas Kudus bisa dipastikan 3 dimensi.

Kemudian motifnya lebih kecil , halus, dan lembut. Kemudian untuk motifnya biasanya ada motif nanasan atau bentuk seperti buah nanas di bagian tengah, kemudian motfi dadungan semacam tali, dan motif susu yang menonjol.

Kekhasan inilah yang kemudian disebut sebagai ukir khas Kudusan.

Untuk membuat satu buah ukir gebyok berukuran 3 x 3 meter, membutuhkan waktu sekitar dua minggu.

Harga jualnya kalau belum diberi sentuhan akhir atau finishing  berada di kisaran Rp13 juta. Sedangkan untuk yang sudah finishing  bisa mencapai Rp16 juta.

Sumber: TribunMuria.com
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved