Berita Kudus

Cerita Supriyanto Penerus Tradisi Ukir Kudusan, Pewaris Kiai Telingsing atau Pangeran Diponegoro?

Supriyanto salah satu penerus tradisi ukir gebyok Kudusan. Tradisi gebyok ukir Kudusan berakar dari Kiai Telingsing atau Pangeran Diponegoro?

Penulis: Rifqi Gozali | Editor: Yayan Isro Roziki
TribunMuria.com/Rifqi Gozali
Supriyanto mengecek ukir gebyok di bengkel produksi miliknya di RT 1 RW 5 Desa Sidorekso, Kecamatan Kaliwungu, Kudus. 

Kemudian untuk membuat ukir gebyok ukuran 3x9 meter bisa sampai dua bulan. Lamanya proses produksi dan tingkat kerumitan juga mempengaruhi harga.

Untuk ukuran ini biasanya Supriyanto melepas dengan harga Rp65 juta belum termasuk finishing.

Sementara yang sudah diberi sentuhan finishing misalnya diamplas, dicat plitur, dan dikliring sehingga mengilap harganya bisa tembus Rp75 juta.

Untuk pemasaran selain Supriyanto menerima pesanan langsung dari konsumen, dia punya langganan di beberapa kota besar di Indonesia. Selama ini langganannya yaitu datang dari Bogor, Bandung, Jakarta, dan Bali.

Biasanya produk ukir gebyok yang dikirim ke sana tidak langsung kepada konsumen, tetapi berhenti dulu di galeri seni.

Suntikan Tambahan Modal dari KUR

Seorang pengukir tengah mengukir kayu jati di bengkel produksi milik Supriyanto di Desa Sidorekso, Kecamatan Kaliwungu, Kudus.
Seorang pengukir tengah mengukir kayu jati di bengkel produksi milik Supriyanto di Desa Sidorekso, Kecamatan Kaliwungu, Kudus. (TribunMuria.com/Rifqi Gozali)

Selama menekuni usaha ukir gebyok ini bukan tanpa batu sandungan. Sandungan yang paling mengena di dalam ingatannya yaitu pandemic Covid-19.

Saat itu pemasaran ukir gebyok benar-benar padam. Seiring berjalannya waktu, kini pemasaran kembali menggeliat.

Batu sandungan berikutnya yaitu macetnya pembayaran dari pelanggan, kontan hal itu membuat dirinya berputar otak agar usaha ukirnya bisa terus berlanjut.

Selama ini dalam menjalankan usaha ukir gebyok, Supriyanto acap kali mengambil suntikan dana untuk tambahan modal agar usahanya bisa berjalan dan berkembang.

Pinjaman modal yang diakses yaitu kredit usaha rakyat (KUR) dari BRI. Terakhir dia mengambil KUR senilai Rp100 juta setelah Covid-19. Pinjaman sebesar itu dibuatnya membangun kembali usahanya dari hantaman pandemi.

“Pinjaman sebesar itu saya ambil tenor tiga tahun. Atau pinjaman KUR saya ambil kalau ada pesanan besar yang membutuhkan modal besar,” kata Supriyanto.

Pimpinan Cabang BRI Kudus Iman Indrawan mengatakan, konsep KUR yang bunganya disubsidi oleh pemerintah ini merupakan bentuk keberpihakan kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah.

BRI sebagai bank yang dipercaya pemerintah untuk menjalan program KUR tentu dengan sepenuh hati akan memberikan pelayanan prima kepada setiap warga yang berhak mengaksesnya.

“Jadi tugas kami hanya menyampaikan KUR berdasarkan analisis dari kami dan ketentuan yang dibuat pemerintah,” kata Iman.

Sumber: TribunMuria.com
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved