Berita Kudus
Tradisi Guyang Cekhatak, Warga Santap Gulai Kambing dan Daging Ayam di Lereng Gunung Muria
Warga makan nasi gulai kambing dan daging ayam di lereng Gunung Muria Kudus, saat digelarnya tradisi Guyang Cekathak mandikan pelana kuda Sunan Muria.
Penulis: Saiful MaSum | Editor: Yayan Isro Roziki
Menurut dia, Guyang Cekathak tidak hanya sekadar nguri-uri tradisi saja, juga sebagai bentuk ta'dzim atau penghormatan masyarakat kepada sosok Sunan Muria yang telah menyebarkan Islam dan kebaikan di lereng Gunung Muria.
Pelana kuda yang menjadi ikon tradisi Guyang Cekathak merupakan salah satu peninggalan Sunan Muria yang masih terjaga dengan baik, meskipun kondisinya saat ini sudah rapuh.
Konon, transportasi Sunan Muria ketika masa berdakwah di lereng Gunung Muria menggunakan kuda putih. Sendang Rejoso sebagai tempat sumber air yang digunakan untuk berwudhu sekaligus memandikan kudanya.
"Jadi banyak tujuan terkait tradisi Guyang Cekathak. Pertama, nguri-uri apa yang dilakukan Sunan Muria pada masanya supaya generasi penerus mengerti."
"Selain itu bentuk penghormatan kepada Sunan Muria, juga ritual meminta keberkahan hujan, kalau biasanya dengan salat Istiaqo' di sini dengan cara ramah tamah dalam tradisi Guyang Cekathak," tuturnya.
Dilengkapi dengan selametan sebagai rasa syukur warga
Mastur menyebut, pelengkap dari pelaksanaan tradisi Guyang Cekathak adalah Sedekah Sendang Rejoso.
Sedekah yang dimaksud berupa selamatan menyantap nasi dengan lauk gulai kambing dan daging ayam di kawasan Sendang Rejoso.
Dilengkapi dengan sayuran (kluban) dari daun kelor, daun Dadap, dan daun mengkudu. Tiga jenis daun yang dipilih konon salah satu pesan Sunan Muria, mengingat banyaknya kandungan untuk kesehatan yang ada di dalamnya.
Pelaksanaan tradisi Guyang Cekathak dan Sedekah Sendang Rejoso tahun ini diikuti kurang lebih 300-an peserta.
Terdiri dari 150-200 warga membawa nasi berkat, ditambah peziarah, pedagang, pelajar, mahasiswa, hingga tukang ojek ikut serta selamatan bersama.
"Selamatan ini bentuk rasa syukur warga, masing-masing membawa nasi berkat untuk dimakan bersama-sama saat pelaksanaan tradisi," tutur dia.
Selain selamatan menggunakan alas daun jati, terdapat juga tradisi pamungkas berupa tabur cendol dawet atau hujan dawet di Sendang Rejoso.
Cendol dawet yang telah disiapkan ditaburkan serentak ke arah atas, menyerupai terjadinya hujan cendol dawet.
Tradisi ini representasi kegiatan menawu (menguras) kubangan kecil di Sendang Rejoso ketika musim kemarau.
Bertujuan membersihkan kubangan tersebut agar bersih kembali dan siap menampung lebih banyak air Sendang Rejoso.
"Dalam proses menawu kubangan air Sendang Rejoso ini dilakukan sampai bersih termasuk menawu lumut atau cendol-cendol yang ada di kubangan air."
"Kemudian diaplikasikan dalam bentuk menabur cendol dawet, bagian dari ikhtiar meminta hujan dari warga Lereng Muria," tutur dia. (sam)
| 1.500 Paket Sembako BRI Peduli untuk Warga Miskin Diserahkan Melalui Karang Taruna Kudus |
|
|---|
| TMMD Kodim 0722/Kudus: Menjahit Asa, Membangun Masa Depan Desa Kandangmas di Lereng Muria |
|
|---|
| PCNU Kudus Kembalikan Dana Hibah Rp 1,3 Miliar dari Pemkab ke Kejari |
|
|---|
| Koleksi Melimpah, Museum Situs Purbakala Patiayam Diusulkan Jadi Cagar Budaya Nasional |
|
|---|
| Siswa Belajar dalam Kondisi Cemas, Ruang Kelas di SD Ngembalrejo Kudus Rusak sejak Lama |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/muria/foto/bank/originals/Warga-makan-nasi-berkat-bersama-tradisi-budaya-Guyang-Cekathak-sunan-muria.jpg)