Berita Kudus

Tradisi Guyang Cekhatak, Warga Santap Gulai Kambing dan Daging Ayam di Lereng Gunung Muria

Warga makan nasi gulai kambing dan daging ayam di lereng Gunung Muria Kudus, saat digelarnya tradisi Guyang Cekathak mandikan pelana kuda Sunan Muria.

Penulis: Saiful MaSum | Editor: Yayan Isro Roziki
TribunMuria.com/Saiful Masum
Warga makan nasi berkat bersama saat Pengurus Yayasan Masjid dan Makam Sunan Muria bersama masyarakat Colo menggelar tradisi budaya Guyang Cekathak, memandikan pelana kuda Sunan Muria, Jumat (30/8/2024). 

Warga syukuran makan nasi gulai kambing dan daging ayam di lereng Gunung Muria Kudus, saat digelarnya tradisi Guyang Cekathak. Seperti apa?

TRIBUNMURIA.COM, KUDUS - Yayasan Masjid dan Makam Sunan Muria (YM2SM) kembali menggelar tradisi budaya Guyang Cekthak pada, Jumat (30/8/2024). 

Sebuah tradisi memandikan pelana kuda Sunan Muria di Sendang Rejoso di lereng gunung Muria. 

Pelaksanaan tradisi Guyang Cekathak dilakukan setiap tahun, yaitu pada Jumat Wage puncak musim kemarau atau periode ketiga musim kemarau di antara 24 Agustus - 18 September.

Pengurus Yayasan Masjid dan Makam Sunan Muria bersama masyarakat Colo menggelar selamatan bersama dalam tradisi Guyang Cekathak, memandikan pelana kuda Sunan Muria, Jumat (30/8/2024).
Pengurus Yayasan Masjid dan Makam Sunan Muria bersama masyarakat Colo menggelar selamatan bersama dalam tradisi Guyang Cekathak, memandikan pelana kuda Sunan Muria, Jumat (30/8/2024). (TribunMuria.com/Saiful Masum)

Pada tahun ini, Jumat Wage yang dinantikan pengurus Yayasan Masjid dan Makam Sunan Muria beserta warga Colo jatuh pada 30 Agustus. 

Tradisi Guyang Cekathak direpresentasikan sebagai ritual atau ikhtiar doa bersama meminta keberkahan hujan.

Dibuka dengan pembacaan tahlil di aula komplek Makam Sunan Muria, dilanjutkan kirab pelana kuda Sunan Muria dari komplek makam menuju Sendang Rejoso, prosesi pemandian Cekathak atau pelana kuda Sunan Muria, doa bersama minta keberkahan rizki dan hujan, serta selamatan bersama dengan menyantap makanan lauk gulai kambing dan daging ayam. 

Tradisi Guyang Cekathak ditutup dengan tabur hujan cendol dawet di lokasi Sendang Rejoso. 

Ketua Dewan Pembina Yayasan Masjid dan Makam Sunan Muria, Mastur menyampaikan, tradisi Guyang Cekathak sudah diuri-uri masyarakat Colo ratusan tahun.

Pelaksanaan ritual Guyang Cekathak dipusatkan di Sendang Rejoso, sebuah sumber mata air yang dipercaya menjadi satu-satunya dan sumber mata air pertama di wilayah Gunung Muria.

Sendang Rejoso yang letaknya tak jauh dari komplek Makam Sunan Muria juga dipercaya sebagai tempat wudhlu Sunan Muria pada masanya.

Konon airnya dipercaya mengandung banyak manfaat dan keberkahan jika dipergunakan untuk hal-hal positif. 

"Sering kali pelaksanaan tradisi ini dilakukan pada awal September setiap tahunnya."

"Kebetulan tahun ini, Jumat Wage pada hitungan mongso ketigo (musim kemarau periode ketiga) jatuhnya di ujung Agustus, sehingga dilaksanakan pada bulan Agustus," terangnya. 

Mastur menyebut, pengurus Yayasan Masjid dan Makam Sunan Muria tahun ini mengemas pelaksanan tradisi tersebut dengan istilah Guyang Cekathak dan Sedekah Sendang Rejoso.

Menurut dia, Guyang Cekathak tidak hanya sekadar nguri-uri tradisi saja, juga sebagai bentuk ta'dzim atau penghormatan masyarakat kepada sosok Sunan Muria yang telah menyebarkan Islam dan kebaikan di lereng Gunung Muria. 

Pelana kuda yang menjadi ikon tradisi Guyang Cekathak merupakan salah satu peninggalan Sunan Muria yang masih terjaga dengan baik, meskipun kondisinya saat ini sudah rapuh.

Konon, transportasi Sunan Muria ketika masa berdakwah di lereng Gunung Muria menggunakan kuda putih. Sendang Rejoso sebagai tempat sumber air yang digunakan untuk berwudhu sekaligus memandikan kudanya. 

"Jadi banyak tujuan terkait tradisi Guyang Cekathak. Pertama, nguri-uri apa yang dilakukan Sunan Muria pada masanya supaya generasi penerus mengerti."

"Selain itu bentuk penghormatan kepada Sunan Muria, juga ritual meminta keberkahan hujan, kalau biasanya dengan salat Istiaqo' di sini dengan cara ramah tamah dalam tradisi Guyang Cekathak," tuturnya.

Dilengkapi dengan selametan sebagai rasa syukur warga

Mastur menyebut, pelengkap dari pelaksanaan tradisi Guyang Cekathak adalah Sedekah Sendang Rejoso.

Sedekah yang dimaksud berupa selamatan menyantap nasi dengan lauk gulai kambing dan daging ayam di kawasan Sendang Rejoso.

Dilengkapi dengan sayuran (kluban) dari daun kelor, daun Dadap, dan daun mengkudu. Tiga jenis daun yang dipilih konon salah satu pesan Sunan Muria, mengingat banyaknya kandungan untuk kesehatan yang ada di dalamnya. 

Pelaksanaan tradisi Guyang Cekathak dan Sedekah Sendang Rejoso tahun ini diikuti kurang lebih 300-an peserta.

Terdiri dari 150-200 warga membawa nasi berkat, ditambah peziarah, pedagang, pelajar, mahasiswa, hingga tukang ojek ikut serta selamatan bersama. 

"Selamatan ini bentuk rasa syukur warga, masing-masing membawa nasi berkat untuk dimakan bersama-sama saat pelaksanaan tradisi," tutur dia. 

Selain selamatan menggunakan alas daun jati, terdapat juga tradisi pamungkas berupa tabur cendol dawet atau hujan dawet di Sendang Rejoso. 

Cendol dawet yang telah disiapkan ditaburkan serentak ke arah atas, menyerupai terjadinya hujan cendol dawet. 

Tradisi ini representasi kegiatan menawu (menguras) kubangan kecil di Sendang Rejoso ketika musim kemarau.

Bertujuan membersihkan kubangan tersebut agar bersih kembali dan siap menampung lebih banyak air Sendang Rejoso.

"Dalam proses menawu kubangan air Sendang Rejoso ini dilakukan sampai bersih termasuk menawu lumut atau cendol-cendol yang ada di kubangan air."

"Kemudian diaplikasikan dalam bentuk menabur cendol dawet, bagian dari ikhtiar meminta hujan dari warga Lereng Muria," tutur dia. (sam)

Sumber: TribunMuria.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved