Berita Kudus

Tak Ada Kaitannya dengan Jepang, tapi 'Mantra' Sunan Muria, Cerita di Balik Nama Desa Japan Kudus

Nama Desa Japan di Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, tak berkaitan dengan Negeri Matahari Terbit, Jepang. Melainkan berkait dengan 'mantra' Sunan Muria

Penulis: Saiful MaSum | Editor: Yayan Isro Roziki
TribunMuria.com/Saiful Masum
Warga Desa Japan, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus sedang membatik, Sabtu (7/10/2023). 

Nama Desa Japan di Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, tak berkaitan dengan Negeri Matahari Terbit, Jepang. Melainkan berkait dengan 'mantra' Sunan Muria. Seperti apa?

TRIBUNMURIA.COM, KUDUS - Di Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah, terdapat sebuah desa yang kaya akan potensi alamnya bernama Desa Japan.

Desa Japan terletak di Kecamatan Dawe, daerah pegunungan Muria dengan jumlah penduduk saat ini mencapai 3.900 jiwa.

Meski dinamakan Japan, asal usul penamaan desa pecahan Colo tersebut tidak berkaitan dengan masyarakat atau Negara Jepang (Japan).

Baca juga: Japan Bikin Bangga Warga Kudus, Masuk 10 Besar Desa Wisata Terbaik di Jawa Tengah

Baca juga: Hidden Gem di Kudus, Asyiknya Forest Healing di Hutan Gunung Muria Bersama Pemuda Desa Japan

Baca juga: Gunungan Hasil Bumi Japan Kudus Diarak Keliling Desa, Angkat Potensi Wisata Lokal

Namun, di balik penamaan Desa Japan terdapat cerita yang unik, berkaitan dengan sebuah "mantra" Sunan Muria, Raden Umar Said. 

Tokoh masyarakat sekaligus pegiat wisata Desa Japan, Sahari Hadi Sunarto (56) bercerita, konon Desa Japan merupakan pecahan dari Desa Colo

Japan pada masa dakwah Sunan Muria disebut sebagai dukuh di Desa Colo.

Kemudian pecah menjadi desa tersediri, di mana daerah di sebelah timur Sungai Montel menjadi Desa Japan dan di sebelah baratnya Desa Colo.

Japan diresmikan sebagai nama desa diperkirakan pada tahun 1925 dengan kepala desa pertama bernama Mbah Wongsojoyo. 

Kini Desa Japan memiliki empat pedukuhan, meliputi Japan Lor, Japan Wetan, Bengkal, dan Ceglik.

"Japan ini sebelum menjadi desa, dahulu berupa pedukuhan."

"Kemudian menjadi desa tersendiri terus berkembang dengan berbagai potensi yang ada," terangnya, Sabtu (7/10/2023).

Sahari menjelaskan, sebelum kedatangan Sunan Muria, masyarakat Japan waktu itu sekitar tahun 1.500-an menganut kepercayaan Hindu-Jawa. Di mana dipimpin oleh seorang tokoh bernama Ki Ajar.

Zaman tersebut diperkirakan terjadi sebelum datangnya Sunan Muria dan mendirikan padepokan di lereng Gunung Muria. 

Kedatangan Sunan Muria untuk berdakawah Islam di wilayah lereng Gunung Muria membuat suasana tidak nyaman antara Ki Ajar dengan Raden Umar Said.

Konon, kata dia, kedua tokoh ini terlibat dalam pergesekan perang batin, hingga akhirnya dimenangkan oleh Sunan Muria.

Ki Ajar dikabarkan meninggal di wilayah Desa Kajar, sebuah desa yang tak jauh dari Desa Japan dan Colo.

Sunan Muria pun mengajak para murid dari Ki Ajar ke padepokannya untuk diajarkan Agama Islam. 

"Setelah peristiwa itu, murid Ki Ajar diajak masuk ke padepokan Sunan Muria. Di sana diwejang atau dijopo atau didoakan," tuturnya.  

Istilah jopo disebut juga montro atau mantra bermakna doa dari Sunan Muria.

Masyarakat di wilayah Japan Wetan diyakini yang pertama kali didoakan dan diajak ke padepokan Sunan Muria di Desa Colo.

Nama Japan Wetan diambil dari istilah Jopo Wiwitan atau doa yang pertama. 

Sementara Japan Lor diyakini menjadi target dakwah kedua Sunan Muria di wilayah Desa Japan.

Disebut dengan istilah Jopo Loro atau Japan Lor artinya doa yang kedua. 
 
"Pelan-pelan murid Ki Ajar masuk Islam. Pertama diminta melafalkan LailahaillAllah, kemudian lafal Muhammadur Rosulullah."

"Dua kalimat sahadat itu merupakan jopo yang diberikan Sunan Muria," kata dia. 

Hingga akhirnya, mayoritas masyarakat Japan waktu itu memeluk Agama Islam berkat jopone atau doanya Sunan Muria.

Istilah dialek jopone dari perkataan para santri Sunan Muria berubah menjadi japane.

Kemudian oleh masyarakat sekitar disebut sebagai Japan yang didedikasikan sebagai nama desa. 

"Perkataan orang Jawa dari santri ke santri, masuk Islam karena sudah dapat japane atau jopo (mantra)."

"Hubungannya erat dengan Sunan Muria. Sehingga sampai saat ini dikenal dengan Desa Japan," jelasnya.

Kepala Desa Japan, Sigit Tri Harso menambahkan, saat ini Desa Japan sudah dinobatkan menjadi desa wisata rintisan.

Di dalamnya memiliki potensi wisata alam yang bisa dikembangkan, juga berbagai kebudayaan seperti wayang orang, ketoprak dan karawitan.

Kata Sigit, Japan juga memiliki potensi penghasil kopi yang cukup menjanjikan.

Di mana mayoritas penduduknya membudidayakan tanaman kopi sebagai penghasilan utama.

"Japan adalah desa yang asri, aman, dan tentram. Hasil tanamannya berkualitas, termasuk kopi dan jeruk pamelo," tutur dia. 

Selain itu, lanjut Sigit, Desa Japan juga memiliki beberapa tradisi budaya.

Di antaranya apitan, ganti luwur di makam Mbah Suro Gonjo pendiri utama Desa Japan yang biasa diperingati Bulan Maulud, dan beberapa kegiatan budaya lainnya. 

"Saat ini, kami terus berupaya mengembangkan potensi desa yang ada untuk kemajuan Desa Japan," harapnya. (sam)

Sumber: TribunMuria.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved