Berita Kudus

Ketua IDI Sebut Kasus ISPA di Kudus Meningkat, Dampak Kualitas Udara pada Musim Kemarau

Ketua IDI Kudus menyebut penyakit ISPA belakangan ini meningkat karena terpengaruh kualitas udara yang tak sehat bagi kelompok sensitif saat kemarau.

Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: Yayan Isro Roziki
TribunMuria.com/Rezanda Akbar D
Kebakaran rumah produksi pengolahan tebu di Desa Kuwukan, Kecamatan Dawe, Kudus, beberapa waktu lalu. Asap kebakaran turut mempengaruhi penuruan kualitas udara pada musim kemarau di Kudus. 

TRIBUNMURIA.COM, KUDUS — Memasuki musim kemarau, kualitas udara di Kudus berstatus orange, atau tidak sehat bagi kelompok sensitif.

Hal ini berdasarkan penilaian pada website Indeks Kualitas Udara (IQAir).

Indeks Kualitas Udara (IQAir) di Kabupaten Kudus memasuki status tidak sehat bagi kelompok sensitif dengan indeks kualitas udara AQI US 112 dan polutan utama PM2.5.

Data tersebut diambil dari website IQAir yakni laporan kualitas udara global utama pertama yang berbasis dari pedoman kualitas udara WHO. 

IQAir adalah perusahaan teknologi kualitas udara yang berbasis di Swiss.

Indikator Air Quality Index untuk Kabupaten Kudus pagi ini berwarna oranye dengan angka 112. 

Tingkat kualitas udara berwarna oranye, disebabkan dari adanya polusi udara seperti debu, asap kendaraan, asap industri, asap kebakaran lahan dan sebagainya. 

Apalagi kondisi saat ini, memasuki musim kemarau.

Musim kemarau panjang, membuat polutan halus terakumulasi dan bertahan lebih lama di udara hingga memunculkan berbagai masalah kesehatan. 

Satu diantaranya yakni penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) yang menyebabkan tenggorokan gatal atau radang, bersin, hidung tersumbat, dan batuk.

"Kalau saya lihat rangenya di rumah sakit, tidak terlalu banyak."

"Karena ISPA pada fase awal ditangani di dokter praktek, klinik, itu biasanya sudah selesai, kecuali yang sesak nafas tidak bisa nafas baru kerumah sakit," ujar Ketua IDI Kabupaten Kudus, dr Ahmad Syaifuddin yang juga Direktur RSI Sunan Kudus, Sabtu (26/8/2023). 

Ahmad Syaifuddin mengamini bahwa saat ini, tren penyakit ISPA di Kudus termasuk tinggi. 

Namun pada skala yang kecil, dalam artian bisa tertangani oleh klinik-klinik dan dokter praktek ataupun pengobatan mandiri. 

"Untuk pasien masalah penyakit ISPA di tingkat dokter praktek yang saya alami ada kenaikan, dari bulan Juli, Agustus."

Sumber: TribunMuria.com
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved