Berita Jepara
'Orang Sakit' Jadi Penyumbang PAD Terbesar Pemkab Jepara, Junarso : Pajak Masih Kalah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Jepara dinilai masih minim, sehingga perlu regulasi pajak dan retribusi indekos untuk mendongkraknya.
Penulis: Muhammad Yunan Setiawan | Editor: Raka F Pujangga
TRIBUNMURIA.COM, JEPARA - Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Jepara dinilai masih minim.
Sejumlah regulasi pajak dan retribusi indekos kini disiapkan untuk mendongkrak PAD.
Wakil Ketua DPRD Jepara Junarso menerangkan, besaran PAD merupakan salah satu indikator yang menentukan derajat kemandirian daerah.
Dia membeberkan, kontribusi PAD pada 2022 hanya menyumbang sebesar 16,5 persen, atau Rp 433 miliar dari keseluruhan APBD Rp 2,6 triliun. Kondisi ini menyebabkan kondisi keuangan Kabupaten Jepara masih bergantung pada dana transfer dari Pemerintah Pusat.
“Jadi sampai saat ini ketergantungan yang luar biasa terhadap dana transfer,” kata dia, Rabu (12/10/2022).
Baca juga: Bupati Hartopo Nilai Layanan Publik di Kudus Masih Monoton
Menurutnya, capaian pendapatan tersebut didominasi sektor kesehatan pada Badan Layanan Umum Daerah sebesar Rp 191 miliar. Sementara pendapatan dari sektor pajak hanya menyumbang Rp 176 miliar. Sedangkan Rp 66 miliar sisanya diperoleh melalui pajak penerangan jalan.
“Penyumbang PAD tertinggi di Jepara ini adalah orang sakit Rp191 miliar. Pajak masih kalah,” ungkapnya.
Berkaca pada kondisi tersebut, Junarso mengungkapkan butuh upaya lebih untuk menaikkan PAD.
Salah satunya menyasar pelaku usaha indekos.
Regulasi atas kebijakan tersebut saat ini tengah dimatangkan.
Harapannya tahun ini aturan tersebut rampung, sehingga pada 2023 sudah diundangkan melalui perda.
“Marilah kita bersama-sama mewujudkan suksesnya optimalisasi capaian PAD Kabupaten Jepara. Sebab ini termasuk bela negara, taat bayar pajak dan retribusi,” bebernya.
Baca juga: Surati Kapolri, Korban Pengeroyokan Oknum Polisi Polda Jateng Minta Keadilan
Sementara itu, Kepala Bappeda Jepara Subiyanto membenarkan, APBD Kabupaten Jepara masih bergantung pada dana transfer Pemerintah Pusat.
Alasanya karena banyak dari sumber-sumber pendapatan di daerah yang ditarik ke pusat. Terutama pajak penghasilan baik badan maupun perorangan, termasuk pajak pertambahan nilai.
“Seperti pajak penghasilan dari PLTU yang cukup besar itu semuanya diakui ke pusat, jadi kita (daerah) juga dapat bagi hasilnya,” ujarnya.