Berita Jateng

Terdakwa Kasus Kasino Babyface Semarang Dihukum Ringan, Pakar Hukum Unnes Sorot Rendahnya Tuntutan

Pakar hukum cum Dekan Fakultas Hukum Unnes, Ali Masyhar, menyoroti rendahnya tunutan JPU pada kasus kasino berkedok tempat hiburan karaoke Babyface.

Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: Yayan Isro Roziki
freepik
ILUSTRASI PUTUSAN PENGADILAN - Pakar hukum Unnes, Ali Masyhar, turut menyoroti kasus kasino berkedok tempat hiburan karaoke di Semarang. 

TRIBUNMURIA.COM, SEMARANG - Pakar Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes), Ali Masyhar, angkat bicara terkait kasus kasino berkedok tempat hiburan karaoke Babyface di Semarang.

Ali Masyhar menilai, vonis ringan untuk terdakwa kasus tersebut tidak fair, lantaran belum memenuhi rasa keadilan masyarakat.

Menurut dia, vonis 9 bulan penjara merupakan hukuman yang remeh dan ringan.

Baca juga: Sidang Tuntutan Kasus Kasino Berkedok Tempat Karaoke di Semarang Dijadwalkan Digelar Kamis Besok

Baca juga: Polisi Sita Uang Rp1,2 Miliar dari Penggerebekan Kasino Berkedok Tempat Hiburan Karaoke di Semarang

"Itu kurang fair, kalau itu dipotong masa tahanan saja sudah hampir selesai," tuturnya, Jumat (3/1/2025).

Menurutnya, dari kasus tersebut setidaknya ada dua tindak pidana yang bisa menjadi sorotan. 

Yakni terkait praktek perjudian, kemudian yang kedua adalah penyalahgunaan izin usaha atau kamuflase tempat hiburan karaoke menjadi rumah judi kasino.

Ali Mahsyar menjelaskan, jika dilihat dari pelanggaran dan jumlah barang sitaan serta perputaran omzet, seharusnya hukuman yang diberikan adalah hitungan tahun.

Dekan Fakultas Hukum (FH) Unnes itu pun menyoroti tuntutan yang dilayangkan oleh tim jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Semarang.

Ia menilai, tuntutan JPU tak mencerminkan ketegasan hukum dan upaya serius pemberantasan judi, baik online maupun offline, terutama yang menyentuh 'pemain besar'.

Ali Masyhar menyatakan, tuntutan yang dilayangkan maupun vonis hukum yang dihjatuhkan, hanya hukuman sekelas "ciki" yang sangat ringan.

Padahal, tindak pidana rumah judi ini tergolong kejahatan perjudian kelas kakap, jika dari omzet atau perputaran termasuk uang yang disita mencapai miliaran.

"Tempat kasino atau omzet sampai miliar yang disita itu tidak lagi perjudian kelas bawah, kaya ceki dan remi. Nah ini tidak sesuai atau mewakili rasa keadilan masyarakat," jelasnya.

Dia menjelaskan, jika berkaca dari Pasal 303 KUHP yakni hukuman maksimal 10 tahun dan Pasal 303 bis KUHP dengan pidana maksimal 4 tahun. 

"Tuntutan yang dilayangkan juga terlalu rendah, seolah seperti hukuman tindak pidana ringan (tipiring). Pasal 303 KUHP itu menjadi 303bis KUHP, harapannya adalah putusan besar, ini kalau dari kacamatan undang-undang," katanya.

"Perjudian itu dahulunya ada yang pelanggaran dan kejahatan. Setelah 303bis KUHP perjudian pelanggaran tidak ada, jadinya masuk kategori kejahatan, kalau kejahatan itu tidak elok vonis hanya 9 bulan penjara," sambungnya.

Perlu diketahui, Pasal 303bis KUHP hanya menjerat penjudi, sedangkan Pasal 303 KUHP digunakan untuk menjerat yang menjadi pemilik rumah atau bandar atau penyelenggara perjudian. 

Sorot rendahnya tuntutan hukuman jaksa

Dalam perkara ini, Ali Masyhar menyoroti rendahnya tuntuan hukuman yang dilayangkan tim JPU Kejari Semarang, yang hanya 7 bulan penjara.

Menurut dia, dengan rendahnya tuntutan yang disampaikan jaksa, hal ini menjadi bumerang peradilan karena majelis hakim tidak bisa bertindak lebih jauh dengan menjatuhkan hukuman maksimal.

Kata dia, majelis hakim sudah responsif dengan kasus perjudian, dengan menjatuhkan hukuman di atas tuntutan jaksa.

"Hakim sudah cukup responsif karena dari 7 bulan menjadi 9 bulan, ya dengan demikian berarti yang bermasalah ada pada lembaga penuntutan," tegasnya.

"Ini aneh kok menuntutnya rendah umumnya itu misalnya menuntutnya 4 tahun kemudian hakim mempertimbangkan jadi 3 tahun setengah, atau 3 tahun jadi 2 tahun. Itu lumrahnya," bebernya lebih lanjut.

Seharusnya, jaksa penuntut umum mewakili masyarakat dan negara dalam menegakkan hukum. Pada kasus ini, tuntutan hukuman yang dilayangkan seharusnya hukuman maksimal terlebih dahulu.

"Jaksa, seharusnya dalam benaknya berikan tuntutan yang setinggi-tingginya, namun tetap lihat fakta realitanya. Seperti tempatnya yang berkedok sebagai karaoke kemudian juga omset yang diputar dalam judi itu."

"Seharusnya tidak logis kalau hanya tuntutan 7 bulan begitu, jadi menyorotinya kenapa justru dituntutnya terlalu rendah," tegasnya. 

Sebelumnya diberitakan, majelis hakim PN Semarang menjatuhkan hukuman 9 bulan penjara untuk terdakwa Jimmy Rahardjo, pada kasus kasino berkedok tempat hiburan karaoke Babyface di Semarang, Kamis (2/1/2024).

Vonis ini lebih berat 2 bulan dari tuntutan jaksa 7 bulan pidana penjara.

Kasus ini bermula saat polisi menindaklanjuti laporan masyarakat tentang adanya praktik perjudian di lantai 3 tempat hiburan karaoke Babyface di Jl. Anjasmoro Raya Nomor 8 Blok E1/8, Kota Semarang, pada Jumat (20/9/2024) malam.

Pada penggerebekan tersebut, polisi mengamankan sejumlah orang, serta berbagai barang bukti yang mana di antaranya adalah uang tunai Rp1,3miliar.

Selanjutnya dalam kasus ini, polisi menetapkan 10 orang tersangka. Di mana dua di antaranya adalah tersangka utama. (rad)

Sumber: TribunMuria.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved