Berita Jateng

Food Estate Holtikultura di Temanggung dan Wonosobo Gagal, Proyek 'Omon-omon' untuk Kejar Panggung

Proyek ambisius food estate hortikultura di Temanggung dan Wonosobo, dinilai hanya sekadar untuk cari panggung. Proyek gagal yang jadi 'omo-omon' saja

Penulis: Iwan Arifianto | Editor: Yayan Isro Roziki
TribunMuria.com/Iwan Arifianto
Petani Desa Bansari, Kecamatan Bansari, Kabupaten Temanggung, Ngateno mencangkul ladangnya untuk ditanami cabai. Lahan pertaniannya tersebut pernah disewa untuk proyek food estate, Sabtu (28/9/2024). 

Rencana besar Kementan soal food estate di Wonosobo ternyata gagal total. Petani Lamuk Andi menilai, food estate merupakan program cari panggung.

Dia menganggap food estate sekedar proyek cari panggung karena beberapa alasan. Di antaranya pemaksaan program tersebut di Lamuk. 

Pemaksaan program food estate ditandai dengan tanam cabai yang dilakukan pada bulan Desember padahal bulan tersebut bukanlah masa tanam cabai.

“Food estate akhirnya dipaksakan terjadi meskipun harus melawan musim,” tuturnya.

Akibat melawan musim, lanjut andi, hasil panen di lahan food estate tidak sesuai harapan.

“Dari luasan lahan tersebut, hanya 4 hektare lahan yang berhasil, sisanya gagal,” terangnya.

Di tengah kegagalan panen tersebut, para petani juga sempat dibuat jengkel oleh offtaker (pihak yang membeli hasil produksi dari sebuah proyek yang sedang berjalan atau telah selesai) yang langsung menyodorkan tawaran kontrak kepada petani.

Menurut Andi, petani di desanya adalah petani yang tumbuh secara alami yang terbiasa berspekulasi.

Oleh sebab itu, petani menolak ketika ada perusahaan/offtaker menawarkan kontrak pembelian cabai Rp12 ribu per kilogram di awal masa tanam.

Alasan petani menolak karena terjadi selisih harga yang cukup signifikan ketika masa panen. 

Hal itu terjadi selama program. Kala itu, harga cabai di offtaker dipatok Rp12 ribu per kilogram sedangkan di pengepul tingkat kampung  diharga Rp16 ribu per kilogram.

“Seharusnya ambil jalan tengah, offtaker membeli dengan harga tak berbeda jauh dari harga pasaran terbaru,” sarannya. 

Melihat kondisi tersebut, Andi menyebut, program food estate yang diharapkan petani meningkatkan harga jual komoditas tetapi kenyataannya tidak seperti itu. 

Mereka akhirnya sepakat untuk tidak melanjutkan penjualan ke offtaker.

“Food estate program macam apa? soal harga saja masih kalah dengan tengkulak,” keluhnya.

Sumber: TribunMuria.com
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved