Berita Jateng

Karimunjawa, Merapi, Merbabu dan Menoreh Ditetapkan Unesco Sebagai Cagar Biosfer Dunia

Karimunjawa, Jepara yang berada di bagian utara serta Merbabu, Merapi, Menoreh di bagian selatan Jateng ditetapkan sebagai cagar biosfer dunia. 

Penulis: Hermawan Endra | Editor: Muhammad Olies
Tribunmuria.com/Hermawan
Workshop dan training pengelolaan cagar biosfer dengan strategi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di Hotel Aruss, Semarang, Selasa (14/3). 

TRIBUNMURIA.COM, SEMARANG - Dua wilayah di Jawa Tengah mendapat pengakuan dari Unesco sebagai cagar biosfer dunia.

Daerah tersebut adalah sisi Utara meliputi Karimunjawa, Jepara, Muria dan bagian selatan antara lain Merbabu, Merapi, Menoreh. 

Deputi Kebijakan Pembangunan BRIN, Dr Mego Pinandito mengatakan, pengakuan ini menunjukan komitmen pemerintah terhadap kelestarian lingkungan. Diharapkan cagar biosfer ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. 

“Bersama dengan Pemda mengelola daerah itu sebagai sumber mata pencaharian masyarakat. Seperti misalnya kopi, bahan kayu bisa dimanfaatkan,” kata Mego saat acara pertemuan internasional dan pelatihan cagar biosfer Indonesia di Semarang, Selasa (14/3) 

Perubahan iklim menyebabkan ancaman yang sangat serius bagi umat manusia. Untuk mengatasi dan mengantisipasi dampak perubahan iklim dan pengaruh aktivitas manusia, pemerintah Indonesia telah pula menyiapkan strategi adaptasi dan mitigasi, rencana aksi nasional dan kontribusi yang ditentukan secara nasional dan mulai menangani adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim. 

Pemerintah Indonesia juga terus menangani mitigasi dan adaptasi perubahan iklim melalui "Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional" untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, dan telah mengintensifkan komitmennya untuk menyelesaikan konflik tenurial terkait lahan hutan. 

Hal tersebut telah dicapai dengan beralih dari pendekatan yang berorientasi pada korporasi menjadi pendekatan yang lebih berorientasi pada masyarakat, yang bertujuan untuk meningkatkan pembangunan ekonomi tingkat masyarakat yang berkelanjutan dengan terus memastikan akses yang lebih adil terhadap sumber daya lahan dan hutan, serta mendorong kesejahteraan masyarakat.

Baca juga: Pemkab Jepara Diimbau Tutup Tambak di Karimunjawa, Ganjar: Hilang itu Pulaunya

Baca juga: FOTO-FOTO Jalanan Magelang Dipenuhi Abu Vulkanik Merapi, Disemprot Water Canon Polisi

Baca juga: Tercakup Taman Nasional Gunung Merapi-Merbabu, Tamansari Boyolali Dicanangkan Kawasan Konservasi

Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan prioritas pemerintah yang disebutkan di atas, penguatan kapasitas para pemangku kepentingan dalam isu-isu tersebut sangat diperlukan terutama selama periode pasca-COVID saat ini.

Dalam dua tahun terakhir, dunia mengalami pandemi COVID-19 dan dampaknya. Pandemi mungkin merupakan efek dari ketidakseimbangan penyesuaian antara perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan pemahaman manusia tentang alam. 

Praktik ini membuat dunia rentan terhadap berbagai bencana, khususnya di bidang ekonomi, sosial, kesehatan, dan lingkungan, sehingga menambah kompleksitas permasalahan manusia.

Beberapa kawasan, termasuk kawasan cagar biosfer, kawasan konservasi, dan sekitarnya juga terkena dampak pandemi ini, terutama pemangku kepentingan lokal, yang mendapat manfaat dari kegiatan di kawasan tersebut, dan ekosistem terkaitnya. 

Hal in dapat dilihat di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia yang sangat bergantung pada kegiatan pariwisata, dimana masyarakat setempat harus berjuang untuk mengatasi dampakya dan mengalami keadaan dimana jumlah dan sumber pendapatan yang semakin merosot. 

Dalam komunitas lokal, perempuan telah menjadi bagian penting dari dinamika ekonomi baik dengan terlibat dalam bisnis lokal maupun dengan menjadi pelaku bisnis itu sendiri. 

Pemberdayaan pemangku kepentingan di tengah pandemi in dipandang mendesak untuk mempercepat pemulihan ekonomi dan ekosistem di kawasan cagar biosfer Indonesia, khususnya di cagar biosfer yang memiliki wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. 

“Untuk itu, kami mengusulkan Pelatihan Solusi Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim untuk Pelestarian Keanekaragaman Hayati pada periode pasca-COVID 19 dan penguatan masyarakat lokal,” katanya.

Sumber: TribunMuria.com
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved