Berita Jateng

Pembalakan Liar di Gunungpati Semarang Marak, Petani Alami Kerugian Ratusan Juta Rupiah

Petani di Semarang rugi ratusan juta akibat pembalakan liar di area sabuk hijau Jatibarang atau tepi Waduk Jatibarang, Kampung Siwarak, Kandri.

Penulis: Iwan Arifianto | Editor: Muhammad Olies
Tribun Muria/ Iwan Arifianto
Perwakilan Kelompok Tani (Poktan) Banjarsari, Kandri, Gunungpati Widodo saat melaporkan kerusakan tanaman akibat aktivitas pembalakan liar di kantor Polrestabes Semarang,Kamis (26/1/2023).  

TRIBUNMURIA.COM, SEMARANG - Kelompok Tani (Poktan) Banjarsari, Kandri, Gunungpati, Kota Semarang mengadu kepada polisi.

Mereka mengaku, rugi ratusan juta akibat aktivitas pembalakan liar di area sabuk hijau Jatibarang atau tepi Waduk Jatibarang, Kampung Siwarak, Kandri.

Aktivitas tersebut membuat ribuan tanaman mereka rusak seperti lemon, durian alpukat, pisang, kacang dan lainnya.

Terutama pohon lemon yang  siap panen.

"Kami tanam lemon tiga tahun lalu saat mau panen rusak karena aktivitas pembalakan liar," ujar Perwakilan Poktan Banjarsari, Widodo (51) di kantor Polrestabes Semarang,Kamis (26/1/2023).

Baca juga: Tujuh Titik di Desa Rahtawu Kudus Diterjang Longsor, Akses Jalan Sempat Tersendat

Baca juga: Laga Lawan Barito Putera Ditunda, Manajer PSIS Malah Senang, Ini Sebabnya

Baca juga: Dua Nelayan Brebes Dilaporkan Hilang, Kapal Tenggelam di Perairan Bangka Belitung

 Aktivitas pembalakan liar dilakukan pada bulan Desember 2022. 

Para warga yang berang kemudian mendatangi lokasi pembalakan pada 24 Desember 2022.

Mereka ketika itu meminta ganti rugi lalu sempat ditemui oleh Asikin warga Kota Semarang selaku pemberi perintah penebangan pohon.

Antara warga dan Asikin sempat dilakukan pertemuan, Asikin sempat membuat surat pernyataan hendak mengganti rugi pohon yang rusak. 

Namun janji itu tak kunjung direalisasikan.

"Tanaman itu milik kelompok tani, luasnya sekira 5 hektare. Kerugian ya sekira ratusan juta, itu baru lemon belum tanaman lainnya," beber Widodo.

Pihaknya berharap, polisi dapat mengusut kasus ini supaya para petani mendapatkan ganti rugi.

"Ya harapannya gitu, kelompok tani biar dapat ganti," ujarnya.

Kasie Humas Polrestabes Semarang Kompol Untung Kistopo mengungkapkan, Poktan di kelurahan Kandri melaporkan kasus kerusakan tanaman akibat pembalakan liar ke Polrestabes.

"Iya sekarang masih pemeriksaan," ujarnya.

Terkait terlapor yang melakukan perintah penebangan, Untung mengaku, masih dilakukan penyelidikan.

"Iya masih dilakukan lidik," imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, Satreskrim Polrestabes Semarang masih memburu otak pelaku utama pembalakan liar di Kota Semarang.

Identitas pelaku sudah dikantongi polisi yakni seorang pria bernama Asikin.

"Kami sudah ketahui keberadaannya, masih dilakukan penyelidikan," ujar Kasat Reskrim Polrestabes Semarang AKBP Donny Lumbantoruan saat konferensi pers di kantor Polrestabes Semarang, Kamis (12/1/2023).

Para pelaku diamankan polisi lantaran melakukan penebangan pohon di kawasan sabuk hijau waduk Jatibarang yang dikelola Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS).

Pihaknya sekarang masih mengamankan 15 orang terdiri dari satu mandor sisanya penebang pohon dan pengangkut kayu.

Belasan orang tersebut berasal dari berbagai daerah seperti Batang dan Kendal.

Mereka diamankan polisi saat berada di mess sekitar lokasi kejadian.

Beberapa barang bukti turut diamankan polisi seperti lima motor untuk angkut kayu, senso, dan kayu sisa yang belum diangkut.

"Kerugian belum kita hitung," bebernya.

Mandor kayu, Muhammad Mahfud mengatakan, disuruh menebang kayu sengon di kawasan tersebut oleh orang  yang  berinisal A.

Ia tidak kenal dekat dengan orang tersebut.

"Kami cuma kerja, pengakuan yang merintah itu resmi ada surat kuasa untuk melakukan penebangan," beber AKBP Donny Lumbantoruan

Mereka sudah bekerja selama 11 hari mulai dari 28 Desember hingga 9 Januari 2023.

Pohon yang sudah ditebang totalnya sudah sebanyak 15 truk.

Kayu tersebut dikirim ke Batang sebagai  bahan baku triplek.

"Jumlah dan kubikasi kurang paham yang jelas telah 11 hari kerja, tiap hari diupah Rp100 ribu," tuturnya.

Pelaku kini dapat dijerat  Undang-undang Nomor 17 tahun 2019 tentang sumber daya air dan Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja yang mengatur perihal lingkungan hidup dengan ancaman hukuman singkat tiga tahun paling lama sembilan tahun. (Iwn)

 

Sumber: TribunMuria.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved