Berita Jateng

Leluhur Gus Dur di Salatiga, Mbah Abdul Wahid Ikut Diponegoro Saat Perang Jawa Tahun 1825

Mbah Abdul Wahid merupakan salah satu pasukan telik sandi (mata-mata) pada Perang Jawa sekitar tahun 1825 dan ditempatkan di Salatiga.

Penulis: Hanes Walda Mufti U | Editor: Muhammad Olies
Tribunjateng.com/Hanes Walda.
Makam Mbah Abdul Wahid yang berada di Tingkir Lor, Kecamatan Tingkir Kota Salatiga, Kamis (5/1/2023). 

TRIBUNMURIA.COM, SALATIGA – Kakek buyut KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Mbah Abdul Wahid dimakamkan di Tingkir Lor Kecamatan Tingkir Kota Salatiga. Warga sekitar mengenal  Mbah Abdul Wahid sebagai Mbah Maksum. 

Mbah Abdul Wahid merupakan salah satu pasukan telik sandi (mata-mata) pada Perang Jawa sekitar tahun 1825 dan ditempatkan di Salatiga.

Juru kunci makam Mbah Wahid, Sadzali Marjan mengatakan bahwa Mbah Abdul Wahid bergabung dengan laskar yang dipimpin oleh Kiai Modjo.

Mbah Wahid ini ditugaskan sebagai memata-matai pergerakan Belanda di Salatiga dan cukup lama ikut dalam perang melawan penjajah.

“Beliau direkrut oleh Kiai Modjo yang ditugasi oleh Pangeran Diponegoro untuk merekrut kiai ngaji, warga, untuk laskar pangeran Diponegoro,” kata Marjan kepada Tribunjateng.com, Kamis (5/1/2023).

Baca juga: Geger Keraton Solo Berakhir Islah, LDA - Sinuhun PB XIII Nyawiji, Gibran Siap Revitalisasi Keraton

Baca juga: Jejak Leluhur Gus Dur, Mbah Wahid Tingkir di Salatiga, Ramai Dikunjungi Peziarah

Baca juga: WOW! Istri Polisi di Tegal Dituntut Rp 100 Juta oleh Terduga Selingkuhan Suaminya

Mbah Abdul Wahid sendiri merupakan asli Kabupaten Boyolali dan karena beliau ditugaskan sebagai mata-mata, keluarga Mbah Abdul Wahid tidak diajak ke Salatiga.

Marjan mengaku warga sekitar mengenal Mbah Abdul Wahid sebagai Mbah Maksum.

“Nama Mbah Wahid sendiri baru dikenal 20 tahun ke belakang, itu berdasarkan catatan dari keluarga Pondok Tabu Ireng, Jombang,” jelasnya.

Selain itu, sebelum Pangeran Diponegoro di tangkap oleh Belanda, memberikan instruksi kepada para pejuang, untuk menanam pohon Sawo jika dirinya tidak pulang pasca bertemu pihak Belanda.

“Pangeran Diponegoro sudah berpesan kepada pengikutnya kalau beliau tidak pulang pasukan kembali dulu ke desa masing-masing, untuk menandakan kalau kita masih satu komando, di depan rumah atau masjid ditanam pohon Sawo,” ungkapnya.

Sampai saat itu, Mbah Abdul Wahid menetap di Tingkir sampai akhirnya wafat dan  makamkan di Tingkir Lor Kecamatan Tingkir Kota Salatiga. (han)

 

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved