Berita Kudus
Kisah Perjuangan Bambang Pujiono, Tukang Tambal Ban Listrik di Kudus Sekolahkan Anak sampai Sarjana
Bambang Pujiono tukang tambal ban listrik di Kudus mampu menyekolahkan anaknya hingga sarjana. Bambang manfaatkan listrik untuk tambal ban lebih cepat
Penulis: Rifqi Gozali | Editor: Yayan Isro Roziki
Pak Galon memiliki kios di belakang SD 1 Wergu Wetan. Dari kios itu listrik disalurkan ke tempat mangkalnya Bambang menggunakan kabel berwarna putih.
Rupanya tidak hanya Bambang semata yang memanfaatkan listrik sambungan dari Pak Galon.
Beberapa pedagang kaki lima di sana juga memanfaatkan listrik tersebut.
“Jadi yang menyambung ke PLN Pak Galon. Listrik dari Pak Galon disalurkan untuk para pedagang dan saya ini,” katanya.
Mula-mula per bulan Bambang ditarik Rp20 ribu untuk ganti ongkos listrik kepada Pak Galon.
Seiring berjalannya waktu, kini Bambang per hari ditarik ongkos listrik Rp2 ribu.
Ongkos yang menurutnya tidak memberatkan, dan dia merasa sangat terbantu karenanya.
Pasokan listrik yang diterima Bambang dari Pak Galon tidak hanya untuk tambal ban namun juga untuk menghidupkan kompresor pemompa ban.
Umumnya tambal ban di Kudus menggunakan kompresor diesel untuk memompa ban.
Namun Bambang lebih memilih kompresor listrik. Alat untuk memompa ban tersebut dirakitnya sendiri.
Dua buah tabung ditaruh di dalam gerobak. Di sisinya ada perangkat listrik yang digunakan untuk mengembuskan udara dari tabung untuk memompa ban.
Untuk menghidupkan kompresor tersebut Bambang hanya menyalakan saklar gantung yang menjuntai di samping gerobak.
Dia memilih merakit kompresor listrik ini alasannya simpel, karena tidak berisik seperti kompresor pada umumnya saat dinyalakan.
Antarkan Anak Sampai Sarjana
Keahlian Bambang mengendalikan listrik sudah melekat sejak dia duduk di bangku sekolah dasar. Sejak itu memang dia acap kali mengotak atik barang elektronik.
Bahkan saat duduk di bangku SMP, katanya, dia lebih sering tidak masuk sekolah. Malah dia lebih sering di rumah mengotak-atik barang elektronik.
Minatnya dengan barang-barang listrik rupanya bisa menjadi bekal hidup. Sampai saat ini, dia bisa memanfaatkan keahlian yang diraihnya secara autodidak itu untuk mencukupi keluarganya.
Bahkan dari tambal ban, mampu mengantarkan anak perempuan pertamanya lulus dari jurusan matematika Universitas Negeri Semarang. Saat ini anaknya berprofesi sebagai guru.
Anaknya yang pertama dipujinya karena pintar. Capaian akademiknya membuatnya bangga. Hingga akhirnya saat duduk di bangku kuliah anaknya meraih beasiswa.
Namun, beasiswa tidak cukup kalau harus memenuhi kebutuhan hidup jauh dari rumah. Dari tambal ban listriklah Bambang memasok uang saku untuk buah hatinya.
“Anak saya yang pertama usia sekitar 25 tahun. Baru saja menikah,” katanya.
Kemudian anak keduanya laki-laki telah lulus dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kudus. Kini dia telah bekerja sebagai teknisi di perusahaan kenamaan di Kudus, PT Pura.
Seolah tidak ingin meninggalkan jejak bapaknya mengotak-atik barang elektronik, anak keduanya ini juga membuka servis handpone di rumah.
Bisa dibilang Bambang sudah merasa puas atas capaian yang sudah diraihnya sampai saat ini. Dua anaknya kini telah bekerja.
Namun itu bukan alasan baginya untuk berhenti. Banyak orang yang masih ingin memanfaatkan jasanya sebagai 'pawang listrik'. (*)