Berita Kudus

Kisah Perjuangan Bambang Pujiono, Tukang Tambal Ban Listrik di Kudus Sekolahkan Anak sampai Sarjana

Bambang Pujiono tukang tambal ban listrik di Kudus mampu menyekolahkan anaknya hingga sarjana. Bambang manfaatkan listrik untuk tambal ban lebih cepat

Penulis: Rifqi Gozali | Editor: Yayan Isro Roziki
TribunMuria.com/Rifqi Gozali
Bambang Pujiono (topi merah) saat menambal ban di Jalan GOR depan SD 1 Wergu Wetan, Kecamatan Kota Kudus, Jumat (23/12/2022). 

TRIBUNMURIA.COM, KUDUS – Bambang menunjukkan uang penghasilannya dari dalam saku celana pendek hitam yang dipakai.

Dari hasil rogohan tangannya dalam saku, ditunjukkannya dua lembar seratus ribu rupiah dan beberapa pecahan uang kertas antara lima ribu dan dua ribu rupiah yang tampak kusut dan kucel.

“Ini pendapatan saya sejak pagi tadi,” ucapnya riang saat ditemui Jumat (23/12/2022).

Ini merupakan hari yang terbilang baik bagi Bambang Pujiono.

Lelaki kelahiran Kudus 23 Maret 1968 itu sudah bisa tersenyum lega atas penghasilan yang didapatkannya padahal hari belum benar-benar siang.

Saat itu jam tangan menunjukkan pukul 10.32 WIB.

Wajahnya tampak begitu ramah. Disambutnya setiap orang yang datang, apa pun keperluan orang tersebut.

Ada kalanya yang datang sekadar meminjam perangkat yang dimiliki Bambang, ada pula yang datang sekadar bertanya ringan.

Apalagi mereka yang datang lengkap dengan nasib ban sepeda motor bocor atau kempes.

Sudah barang tentu Bambang akan melayani dengan sepenuh hati. Begitulah tabiatnya sebagai lelaki tukang tambal ban listrik.

Dalam bekerja dia setiap hari mangkal di bawah rimbunnya pohon di depan SD 1 Wergu wetan, Kecamatan Kota Kudus.

Tempat yang strategis untuk membuka usaha. Sebab, di sekelilingnya terdapat pusat olahraga bernama Balai Jagong yang dikelola pemerintah kabupaten.

Hampir setiap hari nyaris tidak pernah sepi.

15 tahun tak pindah tempat

Kariernya sebagai penambal ban sudah dimulai sejak 15 tahun lalu. Sejak awal dia tidak pernah pindah tempat mangkal.

Mula-mula dia mengawali karirnya sebagai penambal ban bakar. Metode tambal ban bakar ini banyak dijumpai di sejumlah titik di Kota Kudus.

Ban bocor akan ditambal dengan karet hitam yang ditekan oleh lempengan besi.

Sementara di bawah bagian lempengan dipanaskan menggunakan bara api agar karet melekat pada bagian ban dalam yang bocor.

“Itu cara lama. Saya pakai cara saya sendiri,” kata Bambang terkekeh.

Manfaatkan tenaga listrik untuk tambal ban lebih cepat

Setelah 10 tahun dikenal sebagai penambal ban dengan cara dibakar, Bambang baru terpikir bahwa metode menambal yang selama ini dilakoninya terlalu lama.

Untuk satu ban bocor butuh waktu sampai hampir setengah jam.

Tentu itu tidak cocok bagi mereka yang sedang terburu-buru. Akan banyak waktu yang terbuang.

Dari situlah kemudian dia berpikir untuk menambal menggunakan listrik, yakni energi listrik diubah menjadi panas.

Dia memilih komponen berupa lempengan besi dari alat pemasak nasi atau rice cooker sebagai media pemanas.

Di bawahnya menjuntai kabel sebagai pemasok energi listrik ke lempengan tersebut. Di sebelah lempengan besi itu terpasang knop pemutar dari mesin cuci.

Tugas alat ini sebagai penghitung mundur saat ban dipanaskan di atas lempengan besi.

Benar saja, alat ini berhasil menambal ban bocor hanya dalam waktu kurang dari dua menit. Sebuah alat sederhana yang dirangkai oleh orang yang sederhana pula.

“Jadi, terhitung saya menambal ban pakai listrik ini sudah lima tahun,” ujarnya.

Pilihan Bambang memilih listrik sebagai solusi atas lamanya tambal ban bakar terbilang tepat. Sejumlah warga memilihnya karena memakan waktu yang singkat.

Di antaranya Zidan. Seorang siswa SMP 1 Jati ini telah dua kali menggunakan jasa Bambang untuk menambal ban sepeda yang digunakannya sekolah.

“Selain karena dekat dengan rumah, di sini juga cepat nambalnya,” kata Zidan singkat.

Untuk menambal ban sepeda, Bambang mematok harga Rp10 ribu. Sedangkan untuk sepeda motor, dia mematok harga Rp15 ribu.

Untuk tambal ban mobil ongkos yang harus dibayarkan ke Bambang Rp25 ribu.

Rata-rata dalam sehari ada 20 orang yang memanfaatkan jasanya untuk menambal ban. Kalau lagi beruntung, dia bisa membawa uang sampai Rp500 ribu.

Pendapatan sebesar tersebut didapat biasanya saat ada even di Balai Jagong. Namun rata-rata dalam sehari dia mampu mendapatkan pundi-pundi rupiah Rp200 ribu.

Dia mengaku buka selama 24 jam. Larut malam pun dia sanggup melayani dibarengi dengan niat membantu.

Lantas saat ada orang yang ingin menambalkan ban dan Bambang tidak ada di tempat, Bambang sudah menyediakan telepon genggam yang tergantung pada gerobak lengkap dengan nomor telepon yang ditulis pada sisi gerobak.

Sebab Bambang tidak setiap saat berada di tempat praktiknya. Kadang-kadang dia pulang ke rumahnya di Kelurahan Mlati Kidul RT 3 RW 1. Jaraknya dari tempat mangkal sekira 500 meter.

“Kalau pas di rumah ada panggilan (menambal) saya langsung datang,” katanya.

Bayar Rp2.000 untuk Pak Galon

Tidak hanya tambal ban listrik jasa yang ditawarkan lelaki berusia 54 tahun itu.

Di samping gerobak tambal ban, terdapat sebuah meja berisi segenap peralatan untuk servis lampu. Baginya itu merupakan penghasilan tambahan.

“Namun yang paling utama memang tambal ban,” katanya.

Lantas, dari mana pasokan listrik yang didapat Bambang untuk menambal ban? Rupanya listrik yang dipakai Bambang didapat dari seorang warga bernama Pak Galon. Bambang lupa nama aslinya. Orang-orang di sekelilingnya acap kali memanggilnya Pak Galon karena dia jualan galon.

Pak Galon memiliki kios di belakang SD 1 Wergu Wetan. Dari kios itu listrik disalurkan ke tempat mangkalnya Bambang menggunakan kabel berwarna putih.

Rupanya tidak hanya Bambang semata yang memanfaatkan listrik sambungan dari Pak Galon.

Beberapa pedagang kaki lima di sana juga memanfaatkan listrik tersebut.

“Jadi yang menyambung ke PLN Pak Galon. Listrik dari Pak Galon disalurkan untuk para pedagang dan saya ini,” katanya.

Mula-mula per bulan Bambang ditarik Rp20 ribu untuk ganti ongkos listrik kepada Pak Galon.

Seiring berjalannya waktu, kini Bambang per hari ditarik ongkos listrik Rp2 ribu.

Ongkos yang menurutnya tidak memberatkan, dan dia merasa sangat terbantu karenanya.

Pasokan listrik yang diterima Bambang dari Pak Galon tidak hanya untuk tambal ban namun juga untuk menghidupkan kompresor pemompa ban.

Umumnya tambal ban di Kudus menggunakan kompresor diesel untuk memompa ban.

Namun Bambang lebih memilih kompresor listrik. Alat untuk memompa ban tersebut dirakitnya sendiri.

Dua buah tabung ditaruh di dalam gerobak. Di sisinya ada perangkat listrik yang digunakan untuk mengembuskan udara dari tabung untuk memompa ban.

Untuk menghidupkan kompresor tersebut Bambang hanya menyalakan saklar gantung yang menjuntai di samping gerobak.

Dia memilih merakit kompresor listrik ini alasannya simpel, karena tidak berisik seperti kompresor pada umumnya saat dinyalakan.

Antarkan Anak Sampai Sarjana

Keahlian Bambang mengendalikan listrik sudah melekat sejak dia duduk di bangku sekolah dasar. Sejak itu memang dia acap kali mengotak atik barang elektronik.

Bahkan saat duduk di bangku SMP, katanya, dia lebih sering tidak masuk sekolah. Malah dia lebih sering di rumah mengotak-atik barang elektronik.

Minatnya dengan barang-barang listrik rupanya bisa menjadi bekal hidup. Sampai saat ini, dia bisa memanfaatkan keahlian yang diraihnya secara autodidak itu untuk mencukupi keluarganya.

Bahkan dari tambal ban, mampu mengantarkan anak perempuan pertamanya lulus dari jurusan matematika Universitas Negeri Semarang. Saat ini anaknya berprofesi sebagai guru.

Anaknya yang pertama dipujinya karena pintar. Capaian akademiknya membuatnya bangga. Hingga akhirnya saat duduk di bangku kuliah anaknya meraih beasiswa.

Namun, beasiswa tidak cukup kalau harus memenuhi kebutuhan hidup jauh dari rumah. Dari tambal ban listriklah Bambang memasok uang saku untuk buah hatinya.

“Anak saya yang pertama usia sekitar 25 tahun. Baru saja menikah,” katanya.

Kemudian anak keduanya laki-laki telah lulus dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kudus. Kini dia telah bekerja sebagai teknisi di perusahaan kenamaan di Kudus, PT Pura.

Seolah tidak ingin meninggalkan jejak bapaknya mengotak-atik barang elektronik, anak keduanya ini juga membuka servis handpone di rumah.

Bisa dibilang Bambang sudah merasa puas atas capaian yang sudah diraihnya sampai saat ini. Dua anaknya kini telah bekerja.

Namun itu bukan alasan baginya untuk berhenti. Banyak orang yang masih ingin memanfaatkan jasanya sebagai 'pawang listrik'. (*)

Sumber: TribunMuria.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved