Konflik Wadas
Hampir 2 Jam Blokade Pantura, Mahasiswa UIN Walisongo Semarang Bubarkan Diri: Kami akan Kembali
Hampir 2 Jam Blokade Pantura, Mahasiswa UIN Walisongo Semarang Bubarkan Diri: Kami akan Kembali
Penulis: Iwan Arifianto | Editor: Yayan Isro Roziki
TRIBUNMURIA.COM, SEMARANG - Setelah hampir dua jam memblokade jalur Pantura, ratusan mahasiswa UIN Walisongo Semarang membubarkan diri, Kamis (10/2/2022).
Namun, sebelum membubarkan diri, demonstran berjanji akan kembali melakukan aksi serupa bila tuntutan mereka tak dipenuhi.
Aksi blokade jalan terjadi tepatnya di pertigaan Jerakah yang menjadi titik temu arus kendaraan arah dari Mangkang dan Ngaliyan.
Baca juga: Mahasiswa UIN Walisongo Blokade Jalur Pantura: Kapolda Tarik Pasukan dari Wadas, Baru Kami Bubar
Baca juga: BREAKING NEWS: Ratusan Mahasiswa PMII Demo Blokir Jalan Pantura Semarang
Baca juga: PBNU Advokasi Konflik Wadas, Gus Fahrur: Hak Rakyat atas Tanah Wajib Dihormati
Baca juga: 5 Permintaan Komnas HAM terkait Konfilk Wadas Purworejo, Nomor 3 Sudah Dipenuhi
Diketahui, para mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) melakukan demonstrasi dan memblokade Jalur Pantura, sebagai bentuk protes aksi represif aparat di Wadas, Purworejo.
Catatan TribunMuria.com di lapangan, aksi penutupan jalan dilakukan mulai pukul 15.18 WIB.
Kemudian berakhir pada pukul 16.28.
Selama 110 menit mahasiswa berorasi di tengah jalan sembari berdoa bersama dan membakar ban.
Namun sebelumnya, mahasiswa melakukan aksi long march dari pintu gerbang kampus 2 UIN menuju jalan Prof Dr Hamka atau sisi timur Kampus 1 UIN.
Mereka menutup separuh jalan di titik itu sembari berorasi selama sekira 30 menit.
Lalu mereka merangsek ke jalan pantura.
Pengguna jalan tak bisa berbuat banyak.
Petugas yang mengawal aksi itu juga hanya bisa menghalau semampunya.
Petugas dari Polsek Ngaliyan yang hanya 51 personil kalah jumlah dengan mahasiswa yang hadir sekira 150-an orang.
Ketua PMII Komisariat UIN Walisongo Khoirul Fajri Asyihab menuturkan, ada tuntutan aksi yang terdiri dari empat poin utama.

Pertama, menuntut Gubernur Jawa Tengah untuk mengkaji ulang penerbitian IPL (Izin Penetapan Lokasi) yang terindikasi tidak sesuai dengan prosedur perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.