Berita Pati

Sistem LJK Rekrutmen Perangkat Desa, 6 Tuntutan Mahasiswa Pati saat Demo di Kantor Bupati

Sistem Lembar Jawab Komputer (LJK) untuk rekrutmen perangkat desa di Pati dinilai bermasalah. Mahasiswa demonstrasi sampaikan 6 tuntutan.

Istimewa
Aksi unjuk rasa mahasiswa di depan Kantor Bupati Pati, Jumat (25/10/2024). Mereka menduga ada indikasi kecurangan dalam rekrutmen perangkat desa. 

TRIBUNMURIA.COM, PATI – Mekanisme pengisian perangkat desa di Kabupaten Pati kembali menimbulkan polemik.

Puluhan mahasiswa berunjuk rasa untuk memprotes pengisian perangkat desa di Kabupaten Pati yang dinilai terlalu cepat dan terburu-buru.

Mereka berdemo di depan Kantor Bupati Pati, Jumat (25/10/2024).

Para mahasiswa ini mengatasnamakan diri Cipayung Plus Kabupaten Pati yang merupakan gabungan organisasi kemahasiswaan, di antaranya Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kabupaten Pati.

Koordinator Aksi, Arifin, menjelaskan bahwa pihaknya tergerak melakukan aksi ini lantaran resah dengan proses pengisian perangkat desa di Kabupaten Pati yang dilakukan saat tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tengah berlangsung.

”Jadi seakan-akan Pilkada Pati hanya jadi pengalihan. Saat proses Pilkada, ada rekrutmen untuk mengisi (kekosongan) perangkat desa,” ujar dia.

Selain itu, menurut dia proses pengisian perangkat desa kali ini mengalami kemunduran sistem. Sebab, selain dinilai tergesa-gesa, rekrutmen kali ini menggunakan sistem Lembar Jawab Komputer (LJK), bukannya Computer Assisted Test (CAT).

"Dulu menggunakan CAT, tapi sekarang kenapa menggunakan LJK?" ungkap Arifin.

Menurut dia, sistem LJK ini rawan dimanipulasi dan rawan kecurangan. 

Dia menyayangkan hal ini, apalagi dalam rekrutmen kali ini, penyelenggara bekerjasama dengan universitas negeri ternama.

”Kenapa kampus besar menggunakan sistem LJK? Ada apa dengan hal itu? Padahal LJK sangat rawan manipulasi,” tegas kader GMNI Kabupaten Pati ini.

Arifin juga menduga ada praktik jual-beli jabatan di 125 desa yang mengadakan proses pengisian perangkat desa.

Menurut dia, sistem LJK memiliki celah untuk meloloskan pendaftar yang mau membayar sejumlah uang.

”Yang jelas dari 125 desa yang membuka pengisian perangkat desa, semuanya menggunakan LJK,” kata Arifin.

Dia khawatir, proses yang terkesan serampangan ini membuat kualitas sumber daya manusia perangkat desa menurun.

Halaman
123
Sumber: TribunMuria.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved