Berita Pati

Sejarah & Filosofi Ritual Sedekah Bumi di Desa Gunungsari Pati, dari Sembelih Kerbau hingga Tayub

Begini sejarah dan makna filosofis ritual tradisi sedekah bumi di Desa Gunungsari, Tlogowungu, Pati, muali dari penyembelihan kerbau hingga tayb.

TribunMuria.com/Mazka Hauzan Naufal
Prosesi sedekah bumi di Desa Gunungsari, Kecamatan Tlogowungu, Kabupaten Pati, Kamis (30/5/2024). 

TRIBUNMURIA.COM, PATI - Ritual tradisi sedekah bumi di Desa Gunungsari, Kecamatan Tlogowungu, Kabupaten Pati, berlangsung penuh khidmat, Kamis (30/5/2024).

Rangkaian acara yang dimulai sejak Rabu (29/5/2024) malam berlangsung lancar.

Kepala Desa Gunungsari, Sudadi, mengatakan bahwa tradisi sedekah bumi di desanya digelar setiap bulan Apit dalam penanggalan Jawa, tepatnya pada hari Kamis Pahing.

"Rangkaian acaranya sudah ada dari peninggalan nenek moyang. Kami tinggal meneruskan."

"Pertama menyembelih kerbau. Kemudian mengadakan pentas tayuban pada malam Kamis," jelas Sudadi.

Keesokan harinya, yakni pada Kamis siang, pentas tayuban kembali diadakan.

Kemudian puncak acara digelar di Bumi Pertapaan.

Sebelum acara puncak dimulai, kat Sudadi, sesuai adat istiadat, setiap perangkat desa, baik kasi maupun kaur, membuat pucak yang melambangkan bunga-bunga atau tumbuh-tumbuhan di Desa Gunungsari.

Pucak merupakan ornamen berukuran besar, berbentuk seperti pohon dengan hiasan kertas warna-warni. Pucak juga dihias dengan bendera-bendera merah putih berukuran kecil dari plastik.

"Harapannya bisa mendapat hasil bumi yang yang melimpah. Pucak itu diarak dari masing-masing kediaman perangkat ke lokasi hajatan di Bumi Pertapaan."

"Perangkat yang dari Dukuh Pulingan, yang paling jauh di utara, didahulukan karena dalam sejarah itu dukuh tertua," jelas dia.

Ada pula gunungan dari hasil bumi berupa buah-buahan dan sayur yang turut diarak ke lokasi pertapaan.

Kemudian pihak desa juga menyediakan nasi berkatan yang diwadahi tlandik atau wadah keranjang dari anyaman bambu. Nasi berkatan itu dipikul bersama-sama ke lokasi Bumi Pertapaan.

"Setelah semua perangkat berkumpul, ada hajatan. Makan-makan nasi dengan lauk pauk, bubur, jadah, jenang."

"Tiap rumah membuat 5-10 kilogram. Jumlah KK di sini ribuan, jadi totalnya bisa berton-ton," ucap Sudadi.

Sumber: TribunMuria.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved