Berita Semarang

Siti Zahro Cucu Terakhir Kiai Sholeh Darat Wafat di Usia 98 Tahun, Dimakamkan di Bergota Semarang

Hj SIti Zahro cucu terakhir dari ulama besar nusantara yang juga mahaguru para pendiri bangsa, KH Sholeh Darat, meninggal dunia. Dimakamkan di Bergota

|
TribunMuria.com/Rahdyan Trijoko Pamungkas
Prosesi pengantaran jenazah Hj Siti Zahro cucu terakhir Kiai Sholeh Darat dari rumah duka di Jalan Jodipati Nomor 28, Krobokan, Semarang Barat, ke komplek makam Bergota, Minggu (12/5). 

TRIBUNMURIA.COM, SEMARANG - Hj Siti Zahro, cucu terakhir dari ulama besar Nusantara KH Sholeh Darat As-Samarani, meninggal dunia, pada Minggu (12/5/2024).

Cucu terakhir KH Sholeh Darat yang disebut sebagai mahaguru para tokoh bangsa ini, wafat pada usia hampir satu abad. Tepatnya tutup usia pada umur 98 tahun.

Hj Siti Zahro dimakamkan di komplek pemakaman KH Sholeh Darat di kawasan pemakaman Bergota, Semarang.

Karangan bunga dari sejumlah pejabat, di antaranya Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu (Mbak Ita); Sekertaris Daerah (Sekda) Kota Semarang, Iswar Aminuddin; terpasang di rumah duka Jalan Jodipati Nomor 28, Krobokan, Semarang Barat.

Muhammad Agus Taufik anak ke-7 Hj Siti Zahro, mengatakan sebelumnya sang ibunda merupakan cucu terakhir dan satu-satunya yang masih tersisa dari KH Sholeh Darat.

Dituturkan, Siti Zahro merupakan anak dari Kiai Cholil yang merupakan putra KH Sholeh Darat.

"Ibu meninggal dunia pada pukul 04.00 WIB. Saat meninggal dunia ibu ditunggui oleh anak dan cucunya."

"Jenazah ibu dimakamkan menjadi satu di komplek pemakaman keluarga Kiai Sholeh Darat di Bergota," ujarnya.

Menurutnya, almarhumah merupakan seorang ibu rumah tangga yang sabar dan telaten.

Semasa hidup, Siti Zahro menikah dengan Muklis, dan kemduian memiliki anak 10, cucu 20, dan canggah atau cicit 18. 

Agus mengatakan selama 20 tahun tinggal bersama, Siti Zahro dikenal pintar memasak.

Bahkan ibunya sayang dengan anak-anak, cucu, dan para cicit.

"Ibu dikenal baik di masyarakat dan aktif di majelis taklim."

"Sebelum usianya 90 tahun selalu aktif mengisi pengajian di masyarakat."

"Tetapi setelah usianya 90 tahun sudah tidak lagi hanya mengaji di rumah," jelasnya.

Lanjutnya, Siti Zahro semasa hidupnya tak pernah meninggalkan salat lima waktu dan salat sunah tahajud maupun dluha.

Hal itulah yang sulit ditirunya selama ini.

"Kami sebagai anak ingin melanjutkan apa yang sudah dilakukan ibu," tuturnya.

Sementara itu, Ketua PCNU Kota Semarang, KH Anasom mengatakan Kiai SHoleh Darat memiliki jasa yang sangat luar biasa.

Tidak hanya di Pulau Jawa tetapi di seluruh Indonesia.

"Kami mengajukan renovasi makam Mbah Sholeh Darat. Selain itu kami juga mengajukan Mbah Sholeh Darat sebagai pahlawan nasional," ujarnya saat ditemui di rumah duka.

Terkait perbaikan makam, Anasom menyebut saat ini telah selesai.

Perbaikan makam dilakukan tahun 2022 dan selesai digarap tahun 2023.

"Sekarang ini sudah selesai perbaikan makamnya," imbuhnya.

Tak hanya itu, pihaknya juga mengusulkan ke Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang perubahan nama jalan Kyai Saleh menjadi Kiai Sholeh Darat. 

"Jalannya namanya cuma Kyai Saleh. Padahal dulu maksudnya Kiai Sholeh Darat. Nama yang kami usulkan Wali Kota Semarang adalah KH Sholeh Darat," jelasnya.

Di sisi lain, ia mengatakan Wali Kota Semarang juga mengharapkan tidak hanya prasasti makam saja.

Wali Kota Semarang menghendaki agar prasasti itu tersebar luas secara daring melalui barcode.

"Jadi ada barcode masyarakat bisa mengakses dan membaca biografi Kiai Sholeh Darat. Saya sudah menyerahkan biografinya," tandasnya.

Biografi singkat KH Sholeh Darat, mahaguru tokoh bangsa

Dikutip dari NU Online, KH Sholeh Darat, lahir di Desa Kedung Jumbleng, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara pada tahun 1235 Hijriah bertepatan dengan tahun 1820 Masehi.

KH Sholeh darat dilahirkan dengan nama lengkap Muhammad Sholeh bin Umar Al-Samarani.

Masa kecil hingga remaja KH Sholeh Darat dihabiskan dengan belajar Alquran serta ilmu agama dari ayahnya.

Misalnya, ilmu nahwu, shorof, akidah, akhlak, hadits dan fiqih.

Setelah lepas masa remaja KH Sholeh Darat menimba ilmu ke sejumlah ulama di Jawa maupun ulama di luar negeri.

Dalam buku 'Sejarah dan Perjuangan Kiai Sholeh Darat' diungkapkan dalam mendalami ilmu keislaman, dimulai dari belajar kitab-kitab fiqih kepada KH M Syahid di Pesantren Waturoyo, Margoyoso, Kajen, Pati.

Di antaranya kitab Fathul Qarib, Fathul Mu’in, Minhajul Qawwim, Syarah al-Khatib dan Fathul Wahab.

KH Sholeh Darat juga belajar Tafsir Jalalain karya Imam Suyuti pada Kiai Raden Haji Muhammad Sholeh bin Asnawi Kudus.

Berikutnya belajar Nahwu dan Sorof pada Kiai Ishak Damaran Semarang dan belajar Ilmu Falak kepada Kiai Abdullah Muhammad bin Hadi Baquni yang juga salah seorang Mufti di Semarang.

Selanjutnya juga belajar Kitab Jauharut Tauhid karya Syekh Ibrahim al-Laqqoni serta Kitab minhajul Abidin karya imam Ghazali pada Sayid Ahmad Bafaqih Ba’alawi Semarang, belajar Kitab Masailul Sittin karya Abu Abbas Ahmad al-Mishri kepada Syekh Abdul Ghani Bima dan belajar ilmu tasawuf dan tafsir Alquran kepada Mbah Ahmad Alim.

Sedangkan di Makkah KH Sholeh Darat juga banyam menimba keilmuan agamannya pada para ulama seperti Syekh Muhammad al-Muqri al-Mishri al-Makki, Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasballah dan Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan (Mufti Madzab Syafi’iyah).

Setelah beberapa tahun belajar, Kiai Sholeh menjadi salah satu pengajar di Makkah.

Muridnya berasal dari seluruh penjuru dunia, termasuk dari Jawa dan Melayu. Beberapa tahun mengajar, Kiai Sholeh memutuskan kembali ke Semarang dan mengajarkan pengetahuannya kepada umat Islam di tempat tinggal asalnya.

Kiai Sholeh pun mendirikan pusat kajian Islam berupa langgar atau musala, yang kemudian berkembang menjadi pesantren kecil.

Karena keulamaan dan keilmuannya, sejumlah nama yang kemudian juga dikenal sebagai tokoh ulama nasional pun juga belajar kepada KH Sholeh Darat.

Di antaranya, KH Hasyim Asy’ari (pendiri Nahdlatul Ulama), KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), dan Raden Ajeng Kartini merupakan murid KH Sholeh Darat yang berasal dari kalangan di luar kiai.

Umat Islam di Indonesia tentu saja akrab dengan nama KH Hasyim Asy'ari, KH Ahmad Dahlan, dan RA Kartini.

Dua nama di depan adalah pendiri ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, sementara yang terakhir merupakan pejuang emansipasi wanita. (rtp)

Sumber: TribunMuria.com
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved