Berita Kudus
Warga Kudus Gotong Royong Hidupkan Kembali Tradisi Budaya Festival Sewu Kupat di Lereng Muria
Warga Colo berinisiaitf gotong royong, swadaya, kembali menghidupkan tradisi Festival Sewu Kupat di Lereng Muria, yang sempat vakum karena pandemi.
Penulis: Saiful MaSum | Editor: Yayan Isro Roziki
TRIBUNMURIA.COM, KUDUS - Masyarakat lereng Gunung Muria Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus memiliki tradisi unik bernama Festival Sewu Kupat.
Tradisi budaya ini digelar setiap tahun bertepatan dengan Hari Raya Kupat atau seminggu setelah Hari Raya Idulfitri tepatnya pada 8 Syawal.
Perayaan tradisi sewu kupat biasanya berlangsung meriah diikuti oleh ribuan warga dalam satu waktu.
Baca juga: Warga Kudus Gotong Royong Hidupkan Kembali Tradisi Budaya Festival Sewu Kupat di Lereng Muria
Baca juga: Habib Industri Husein Ja’far Al Hadar Ajak Anak Muda Kudus Bikin Konten Keunikan Tradisi Lokal
Baca juga: Kebiasaan Sedekah Masyarakat di Balik Tradisi Ampyang Maulid di Masjid At Taqwa Loram Kulon Kudus
Umumnya dimeriahkan dengan beberapa gunungan ketupat yang diarak serta didoakan untuk dimakan bersama.
Masyarakat mempercayai bahwa tradisi budaya ini bisa mendatangkan keberkahan, sekaligus sebagai ungkapan terimakasih kepada sosok Sunan Muria yang telah berdakwah berjuang menyebarkan agama Islam di kawasan lereng Gunung Muria.
Sekaligus sebagai perwujudan bentuk syukur kepada Allah SWT atas melimpahnya rizki yang didapatkan masyarakat Colo selama satu tahun terakhir.
Tradisi sewu kupat atau seribu ketupat diuri-uri dengan meriah sejak 2008 lalu.
Angka sewu (seribu) memiliki makna simbolis atas banyaknya peran masyarakat berkolaborasi dengan pemerintah hingga pegiata budaya dalam mengangkat kearifan lokal dan sejarah religi di Kudus.
Namun demikian, tradisi Festival Sewu Kupat vakum dalam beberapa tahun terakhir.
Tradisi budaya itu seolah-olah akan hilang lantaran tak ada yang melestarikan.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan festival sewu kupat tidak muncul di tengah-tengah masyarakat Colo dalam beberapa tahun terakhir.
Selain pandemi Covid-19, tidak adanya anggaran pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) dinilai menjadi salah satu faktor tradisi budaya itu vakum.
Pada tahun ini, festival sewu kupat rencananya bakal dihidupkan kembali oleh pegiat wisata dan budaya.
Di antaranya ide datang dari Muhamad Antono, warga Colo selaku pemerhati sektor pariwisata dan kebudayaan di Kota Kretek.
Dia ingin potensi kebudayaan dan pariwisata di Kabupaten Kudus bangkit.
Satu upaya di antaranya dengan membangkitkan kembali tradisi festival sewu kupat.
Menurut Antono, tradisi sewu kupat sudah melekat bagi masyarakat Desa Colo.
Karena itu, tradisi budaya tersebut harus diadakan kembali dan dilestarikan setiap tahunnya.
"Keinginan saya pertama sebelum menjadi anggota DPRD, festival sewu kupat di Colo bangkit lagi."
"Sudah lama tradisi budaya ini hilang karena tidak ada yang merawat, harus diadakan kembali," terangnya, Kamis (29/2/2024).
Menurut dia, festival sewu kupat menjadi salah satu tradisi budaya khas di Kota Kretek.
Selain diikuti oleh ribuan warga, dalam pelaksanaannys berbeda dengan tradisi-tradisi budaya pada umumnya.
Yaitu menyiapkan gunungan ketupat yang diarak dan dijadikan santapan bersama bagi masyarakat yang hadir.
Pihaknya mengaku sudah menjalin komunikasi dengan pemerintah Desa Colo, tokoh mayarakat dan tokoh agama setempat, untuk menyiapkan segala sesuatunya agar Festival Sewu Kupat bisa hidup kembali.
Selain itu, lanjut dia, komunikasi juga bakal dilakukan dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Kudus selaku leading sector pelaksanaan festival sewu kupat.
"Sudah ada komunikasi dengan desa dan perwakilan, mau kami adopsi dengan biaya sendiri. Selanjutnya komunikasi dengan Disbudpar untuk keberlangsungan kegiatan nantinya," ujar dia.
Selain menghidupkan tradisi budaya, Muhamad Antono juga berkeinginan membangun desa wisata yang ada di Kota Kretek.
Misi tersebut bakal dibawa ke gedung parlemen untuk diperjuangkan dalam beberapa tahun ke depan.
Supaya sektor wisata, potensi kesenian hingga kebudayaan di Kabupaten Kudus bisa berkembang lebih maju.
"Semua itu harus ada wadahnya, harus difasilitasi. Misalnya kesenian budaya harus diberikan wadah untuk masyarakat berekspresi, seperti pagelaran budaya dan kesenian," ujarnya.
Saat ini Muhamad Antono juga menjadi kader PDI Perjuangan yang menjadi peserta Pemilu 2024.
Dia ingin mengabdikan dirinya sebagai wakil rakyat untuk memperjuangkan kemajuan wisata, budaya, dan kesenian di Kota Kretek.
Terpisah, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Mutrikah menyampaikan, Disbudpar belum bisa mengadakan kembali tradisi budaya festival sewu kupat tahun ini lantaran keterbatasan anggaran.
Sementara anggaran yang ada masih difokuskan untuk program-program lain yang dinilai lebih urgent saat ini.
Pihaknya justru mengapresiasi jika pemerintah setempat dan masyarakat Colo berinisiatif untuk mengadakan kembali tradisi budaya tersebut secara mandiri.
Dengan harapan budaya festival sewu kupat yang sudah dilestarikan sejak 2008 lalu tetap hidup dan terpelihara dengan baik sebagai ciri khas kebudayaan di lereng Gunung Muria.
"Jika (tradisi festival sewu kupat, red) mau dijalankan sendiri, malah bagus."
"Kami tetap support yang kami bisa, baik tenaga maupun pemikiran, barangkali dibutuhkan," tuturnya. (sam)
| 1.500 Paket Sembako BRI Peduli untuk Warga Miskin Diserahkan Melalui Karang Taruna Kudus |
|
|---|
| TMMD Kodim 0722/Kudus: Menjahit Asa, Membangun Masa Depan Desa Kandangmas di Lereng Muria |
|
|---|
| PCNU Kudus Kembalikan Dana Hibah Rp 1,3 Miliar dari Pemkab ke Kejari |
|
|---|
| Koleksi Melimpah, Museum Situs Purbakala Patiayam Diusulkan Jadi Cagar Budaya Nasional |
|
|---|
| Siswa Belajar dalam Kondisi Cemas, Ruang Kelas di SD Ngembalrejo Kudus Rusak sejak Lama |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/muria/foto/bank/originals/festival-sewu-kupat-colo-kudus-34546.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.