Bisnis dan Keuangan

Dari Muria hingga Surakarta, Pertamina Majukan Wastra Nusantara sampai Panggung Mancanegara

Pertamina turut mendongkrak nilai wastra nusantara ke tingakt dunia. Perajin wastra nusantara dari Muria hingga Surakarta didampingi untuk naik kelas.

TribunMuria.com/Mazka Hauzan Naufal
Dari kiri ke kanan: Riyan Hidayat pemilik Tenun Ikat Bima, Yuli Astuti pemilik Muria Batik Kudus, dan Aryatie Sekar Asih pemilik Batik Sekar Asih Surakarta. 

Riyan mendirikan usaha dengan jenama yang diambil dari nama sang anak. Bima adalah nama putra Riyan.

Meski baru mendirikan usaha ini pada 2005, Riyan bukan orang baru di bidang tenun troso. Sejak kecil dia sudah berkecimpung di seluk-beluk produksi hingga pemasaran kain khas Jepara ini.

Bagaimana tidak? Riyan merupakan putra dari Sumarlan Hisyam Abdur Rahman, pemilik usaha Tenun Ikat Dewi Shinta yang sudah berdiri sejak 1981. 

"Sejak masih sekolah, saya sudah diajak Bapak terlibat dalam bisnis tenun, mulai produksi sampai memasarkan. Saya akhirnya kepikiran buat produk sendiri," ucap dia.

Pada masa awal mendirikan usaha, Riyan memproduksi tenun ikat dengan 10 Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM).

Untuk mengembangkan usaha, Riyan butuh tambahan suntikan modal. Dia lalu mencoba mengajukan permohonan pinjaman ke Pertamina lewat Program Pendanaan Usaha Mikro Kecil (PPUMK).

"Saya dapat pinjaman modal dari Pertamina awalnya Rp15 juta, kemudian naik ke Rp50 juta, dan sekarang masih berjalan Rp 250 juta," ujar dia.

Riyan mengenal program ini dari sang ayah. Sebab, kata dia, Tenun Ikat Dewi Shinta milik sang ayah dahulu juga merupakan mitra binaan Pertamina.

"Tapi usaha Bapak sudah berkembang sehingga tidak bisa mengajukan lagi," ucap dia.

Menjadi mitra binaan Pertamina, Riyan mengaku banyak mendapat bantuan promosi dan pelatihan.

"Dengan Pertamina promosi lebih mudah. Paling terasa kalau ada acara pameran. Ada pelatihan juga, antara lain tentang e-commerce dan strategi pemasaran. Jadi bukan cuma dikasih modal lalu dilepas, melainkan ada pembinaan dan pendampingan berkelanjutan," jelas dia.

Selain pameran di luar negeri, Riyan juga beberapa kali difasilitasi ikut pameran di berbagai kota dalam negeri, antara lain Semarang dan Jakarta.

Saat ini, dibantu 20 orang karyawan, tiap bulan Riyan bisa memproduksi antara 500 sampai 1000 meter kain tenun ikat troso. Dia juga menghasilkan produk siap pakai, di antaranya bedcover, sarung, dan pakaian.

"Pakaian ini jadi pembeda Tenun Ikat Bima dibanding produk tenun lain. Saya menonjolkan pakaian tenun yang dikombinasikan dengan bordir, lukis, atau model yang lain," jelas dia.

Kain Tenun Ikat Bima yang berbahan katun dibanderol mulai Rp 50 ribuan sampai Rp 300 ribuan per meter. Bahan sutra jauh lebih mahal, mencapai jutaan rupiah per potong. 

Sumber: TribunMuria.com
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved