Berita Kudus

Buruh Rokok Kudus Kirimkan 30 Tumpeng Tembakau ke Presiden & DPR, Tolak RUU Kesehatan Omnibus Law

Buruh rokok di Kudus kirimkan 30 tumpeng tembakau ke Presiden Jokowi, sebagai wujud penolakan keras mereka atas pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law.

|
Penulis: Saiful MaSum | Editor: Yayan Isro Roziki
TribunMuria.com/Saiful Masum
Sejumlah perempuan buruh rokok di Kudus membawa tumpeng tembakau untuk dikirimkan ke Presiden dan DPR RI sebagai wujud penolakan keras mereka terhadap RUU Kesehatan Omnibus Law, Minggu (28/5/2023). 

Perwakilan buruh rokok di Kudus kirimkan 30 tumpeng tembakau ke Presiden Jokowi, sebagai wujud penolakan keras mereka atas pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law

TRIBUNMURIA.COM, KUDUS - Para buruh rokok melalui Pimpinan Unit Kerja (PUK) Serikat Pekerja (SP) Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (RTMM) PT Djarum, bersama Federasi Serikat Pekerja (FSP) Rokok Tembakau Makanan Minuman (RTMM) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kabupaten Kudus menyiapkan 30 Tumpeng yang terbuat dari tembakau.

Tumpeng-tumpeng tersebut dibuat dalam rangka HUT ke-30 FSP RTMM-SPSI, Minggu (28/5/2023) di Taman Balai Jagong Kudus, selanjutnya bakal diteruskan kepada Presiden dan DPR RI. 

Ketua PUK SP RTMM PT Djarum, Ali Muslikin mengatakan, tumpeng tembakau ini sebagai bentuk penolakan terhadap RUU Kesehatan Omnibus Law.

Baca juga: Ihwal RUU Kesehatan Omnibus Law, Bupati Hartopo: Kita Harap Industri Rokok Kudus Tak Terdampak

Baca juga: Rokok Dikelompokkan Jadi Satu dengan Narkotika dan Psikotropika, Ini Reaksi Keras Buruh di Kudus

Baca juga: Tegas Tolak Keras RUU Kesehatan Omnibus Law, APTI Dukung Senopati Tembakau Jadi Presiden 2024

 

Utamanya pasal 154 ayat (3) yang menyetarakan atau menggolongkan tembakau dengan zat adiktif seperti narkotika dan psikotropika.

Kondisi ini disinyalir bakal menimbulkan polemik baru di bidang pertembakauan, sehingga bisa menimbulkan pro dan kontra di kalangan pelaku Industri Hasil Tembakau (IHT), pekerja atau buruh rokok, petani, dan beberapa pihak terkait. 

Ali menyebut, momentum gebyar pekerja rokok Kudus dalam rangka memperingati HUT FSP RTMM-SPSI ini jadi modal bagus untuk menyuarakan pendapat dan harapan atas regulasi-regulasi pemerintah yang dinilai tidak berpihak bisa dihilangkan. 

Sebanyak 11.176 pekerja rokok mewakili 77.500-an pekerja rokok yang ada di Kabupaten Kudus dengan tegas menolak RUU Kesehatan Pasal 154 ayat (3). Pasal tersebut dinilai bakal mengancam keberlangsungan pekerja rokok, baik dari sisi pendapatan, maupun keterjaminan sosial. 

"Kami ingin merefleksikan dan menegaskan kembali akan pentingnya eksistensi serikat pekerja untuk terus menjadi pelindung, pembela, pejuang hak dan kepentingan para pekerja."

"Serta berupaya meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya secara demokratis, profesional dan berintegritas," terangnya. 

Ali menyebut, keberadaan serikat pekerja ikut bertanggungjawab atas kelangsungan industri rokok, makanan dan minuman yang merupakan sawah ladang para anggotanya.

Melalui senam massal dan pembuatan puluhan tumpeng tembakau, lanjut dia, sebagai bentuk upaya memperjuangkan nasib para pekerja rokok. 

"Pekerja di seluruh Indonesia berharap agar pemerintah dan semua pihak terkait ikut mendorong eksistensi dan pertumbuhan sektor industri."

"Agar ada keterjaminan pekerjaan, penghasilan, dan perlindungan sosial pekerja rokok di masa-masa mendatang," ucapnya. 

Ali menegaskan, pekerja rokok tidak anti regulasi. Namun, meminta agar regulasi yang ada hendaknya dibuat dengan cara yang adil, serta mempertimbangkan seksama dampak yang bisa ditimbulkan.

Pihaknya menyebut, ada empat poin yang diserukan para pekerja rokok di Kabupaten Kudus

Pertama, pekerja menegaskan bahwa industri tembakau selama ini menjadi gantungan dan penghidupan bagi buruh rokok.

Mereka bangga menjadi pekerja di industri rokok, karena dengan pendidikan terbatas bisa memperoleh pekerja yang layak dan mampu menghidupi keluarga. 

Bahkan, pekerja rokok bisa membawa putra dan putri masing-masing mengenyam pendidikan hingga ke perguruan tinggi. 

"Mereka (pekerja rokok) bangga selama puluhan tahun memberikan kontribusi bagi penerimaan negara hingga triliunan rupiah melalui cukai dan pajak rokok," ujarnya. 

Oleh karena itu, lanjut dia, pekerja rokok berharap agar sumber penghidupan yang ditekuni selama ini dijaga, dirawat, dilindungi, dan diberi insentif oleh negara sebagaimana sektor industri lainnya.

Harapan tersebut ditunjukkan dalam bentuk penyerahan 30 tumpeng tembakau dari pekerja yang diharapkan akan diteruskan dan diserahkan kepada pemerintah pusat dan DPR RI.

Tumpeng tembakau merupakan wujud harapan pekerja agar industri rokok dengan bahan baku utama tembakau harus diberi perhatian dan didukung oleh Pemerintah maupun DPR RI, melalui regulasi-regulasi yang adil. 

Serta berupaya tidak menekan produk hasil tembakau, dan tidak mengelompokkan produk tembakau dalam satu jenis dengan narkotika dan psikotropika dalam RUU Kesehatan.

"Regulasi yang terus menekan industri pengolahan hasil tembakau akan mengancam pekerjaan dan penghidupan pekerja rokok yang telah digeluti selama puluhan tahun."

"Menghadapi kondisi perekonomian seperti sekarang ini amat sulit bagi kami, pekerja rokok mendapatkan pekerjaan baru," tegasnya. 

Ali berharap, regulasi oleh pemerintah berpihak pada pekerja rokok. Saat ini sudah ada 60 ribu pekerja rokok yang menandatangani petisi penolakan RUU Omnibus Law.

Berharap agar nasib para pekerja rokok tidak terancam atas rencana diundangkannya RUU Kesehatan

"Kudus adalah Kota Kretek. Semboyan kita, dan ini yang harus kita perjuangkan bersama," tegasnya. 

Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS mengaku prihatin karena RUU Omnibus Law Kesehatan sedang dibahas oleh pemerintah pusat dan DPR RI.

Karena di dalam salah satu pasalnya dinilai bakal merugikan pekerja rokok dan pihak-pihak yang berkaitan dengan industri rokok. 

Menurut dia, rencana penggolongan tembakau dengan narkotika dan psikotropika yang tertera dalam pasal 154 dikhawatirkan bakal mengancam pekerjaan dan penghasilan pekerja rokok. 

Pihaknya berjanji akan berjuang sekuat tenaga agar pasal-pasal yang dimungkinkan bisa berdampak buruk bagi keberlangsungan pekerja rokok, agar bisa dihapus. 

"Kami terus berupaya memperjuangkan para pekerja, menolak penggolongan tembakau dengan jenis narkoba."

"Bila aspirasi kami gak didengar, kami akan turun besar-besaran di Jakarta," tegasnya.

Seorang pekerja rokok SKT Megawon 1, Devi N. Fassa (21) mengatakan, jika tembakau digolongkan dengan narkotika, bisa berdampak pada dunia usaha pertambakauan. 

Jika hal itu terjadi, kata dia, maka nasib pekerja rokok juga bakal terancam. 

Devi menyebut, tembakau tidak seharusnya digolongkan dengan narkotika.

Karena dampaknya nanti menjadi barang terlarang yang tidak bisa diproduksi atau diperjualbelikan bebas. 

"Jika sampai ini terjadi (penggolongan tembakau dengan narkotika, red), bisa mengancam nasib pekerja rokok."

"Karena selama ini menjadi sumber penghidupan kami. Tembakau ini menurut kami termasuk bahan makanan, bukan narkotika," tuturnya. (Sam)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved