Berita Jateng
Ponpes Jamsaren Tertua di Solo, Pengikut Pangeran Diponegoro, Berdiri Sebelum Mataram Islam Pecah
Lima tahun sebelum pecahnya Kerajaan Mataram Islam lewat Perjanjian Giyanti pada 1755 berdiri sebuah pondok pesantren di sebelah barat Kota Solo
Penulis: Muhammad Sholekan | Editor: Muhammad Olies
TRIBUNMURIA.COM, SOLO - Pada tahun 1750, lima tahun sebelum pecahnya Kerajaan Mataram Islam lewat Perjanjian Giyanti pada 1755 berdiri sebuah pondok pesantren di sebelah barat selatan Kota Solo.
Dalam buku berjudul Pondok Pesantren Jamsaren Solo dalam Historis dan Esensinya yang ditulis oleh KH Ali Darokah (1983) disebutkan pesantren itu bernama Jamsaren, berdiri pada masa pemerintah Paku Buwono (PB) IV yang pada waktu itu diberi gelar Sunan Wali.
Nama Jamsaren diambil dari nama pendiri yaitu Kiai Jamsari. Pesanten Jamsaren menjadi pesantren tertua di Kota Solo.
Kiai Jamsari merupakan tokoh dari Banyumas. Selain sebagai pendiri Pondok Pesantren Jamsaren, Kiai Jamsari juga mendirikan masjid dan beberapa surau. Selain itu juga mengajarkan agama Islam, ilmu tauhid, bacaan Al Quran, dan syariat Islam kepada masyarakat umum.
Selain mengajarkan kepada masyarakat umum, Kiai Jamsari juga mengajarkan tentang islam kepada bangsawan dan pejabat di lingkungan keraton. Ajaran-ajaran Islam dapat diterima dengan baik oleh mereka dan Islam berkembang di daerah Surakarta dan sekitarnya.
Sepeninggal Kiai Jamsari, tongkat kepemimpinan Pondok Pesantren Jamsaren dilanjutkan oleh putranya yang dikenal sebagai Kiai Jamsari II.
Ketua Yayasan Pondok Pesantren Jamsaren, Chusniatun mengatakan kepada Tribun Jateng Selasa (31/1/2023), pada saat pecah Perang Jawa atau pemberontakan Pangeran Diponegoro terhadap Belanda pada 1825 Pesantren Jamsaren menjadi markas.
"Pada sejarah Surakarta, Jamsaren itu termasuk untuk markasnya pemberontakan Pangeran Diponegoro melawan belanda yang di Solo. Di sini dipakai sebagai pendukung Pangeran Diponegoro itu untuk di sebelah barat Sungai Bengawan Solo," ucapnya.
Baca juga: Berusia Lebih dari Seabad, Pesantren Maslakul Huda Kajen Pati Konsisten Lahirkan Tokoh NU Berkaliber
Baca juga: Ponpes Roudlotul Mubtadiin Balekambang Tertua di Jepara, Didik Santri Berdisplin dan Melek Teknologi
Baca juga: Sambut Megawati di Acara Pelantikan Wali Kota Semarang, Gibran: Kata Bu Mega, Pokoknya Rahasia
Saat Perang Jawa, kata Chusniatun, di Pesantren Jamsaren banyak pohon Sawo Kecik. Pohon itu merupakan tanda pengikut Pangeran Diponegoro.
"Waktu saya kecil di sini itu penuh dengan pohon Sawo tua-tua. Itu simbol sebagai pendukung Pangeran Diponegoro halaman rumahnya ada pohon Sawo Kecik itu," ungkapnya.
Chusniatun menceritakan, di Pesantren Jamsaren paling banyak pohon Sawo Kecik lantaran sebagai markas pendukung Pangeran Diponegoro. Pada Tahun 1830, Pangeran Diponegoro ditangkap, Pesantren Jamsaren tak luput juga dari serangan Belanda.
"Di sini ikut diobrak-abrik. Maka, kiai beserta santri-santrinya ikut hilang. Baru kemudian pada 1878 pada masa PB X dibuka pesantren lagi," ungkapnya.

Kurang lebih selama 50 tahun, antara kurun waktu 1830 hingga 1878 Pesantren Jamsaren kosong tak ada penghuninya sama sekali.
"Kosong blong. Udah rusak semua," ucapnya.
Pada masa PB X, ungkap dia, karena dibutuhkan pembinaan untuk masyarakat di Solo selatan bagian barat maka pesantren kembali dihidupkan. PB X berinisiatif mendirikan pendidikan Islam yang modern dengan mendirikan Madrasah Mambaul Ulum di tempat tersebut.
Rakor di Semarang, Kemendagri Ingin Pastikan Kepala Daerah di Jateng Gerakkan Siskamling |
![]() |
---|
Ramai Isu Pemekaran Provinsi Jateng, Respons Gubernur Ahmad Luthfi Singgung Arahan Pusat |
![]() |
---|
Masa Angkutan Lebaran, Ini Stasiun dengan Keberangkatan dan Kedatangan Pemudik Terbanyak di Daop 4 |
![]() |
---|
Anggota DPR Edy Wuryanto Kecam Pemotongan THR dan Remunerasi Nakes RSUP di Semarang dan Jogja |
![]() |
---|
Gandeng ISNU Jateng untuk Kolaborasi, Kanwil Kemenag Ingin Perkuat Peran dan Kebermanfaatan CTC |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.