Berita Pati
Olah Bonggol Jagung Jadi Aneka Kerajinan Tangan, Saras Kini Petik Hasil Perjuangannya
Saras menumbuhkan semangat untuk bisa bermanfaat bagi orang lain. Keterbatasan fisik tak menjadi halangan bagi dirinya untuk lebih maju.
Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: Moch Anhar
Kini ia lebih banyak memproduksi kap lampu berbagai bentuk, kotak tisu, cermin berbingkai, dan miniatur gazebo. Produk-produk tersebut ia jual dengan kisaran harga Rp100 ribu sampai Rp200 ribu.
Ia juga membuat produk sendok tongkol jagung yang dibanderol antara Rp10 ribu sampai Rp20 ribu.
“Kalau penjualannya masih terbatas. Paling saya bawa-bawa saat bepergian ke luar kota. Saya ini kan sering diminta mengisi pelatihan kerajinan dan seminar tentang kedisabilitasan ke luar kota. Pada momen itu biasanya saya bawa produk untuk dijual sekalian. Kemudian juga di pameran-pameran,” ujar Saras.
Selain itu, produk-produk Saras yang dilabeli merek Janggel Jaya Craft (J2C) juga dijual di Rumah BUMN (RB) Rembang. Tempat ini merupakan co-working space dan galeri UMKM yang didirikan oleh PT Semen Indonesia (Semen Gresik). Produk-produk tongkol jagung kreasi Saras juga ikut dipamerkan dan dipasarkan di sana.
Aktif Jadi Pembicara dan Mengenyam Bangku Kuliah
Karena jejaringnya yang bagus di kalangan birokrat pemerintah daerah maupun kalangan swasta, Saras saat ini aktif mengisi pelatihan di berbagai tempat.
Ia bahkan juga pernah terlibat di program kegiatan Australia Indonesia Health Security Partnership (AIHSP) di Pekalongan.
Awal Desember 2022 ini, tanggal 5-7, ia juga mengatakan akan mengisi pelatihan bagi kalangan disabilitas di Rembang.
Pelatihan ini merupakan program dari pemerintah daerah.
Di tengah kesibukan tersebut, Saras justru saat ini menyempatkan diri untuk menempuh pendidikan di bangku kuliah.
Ia mengambil jurusan Ekonomi Syariah di Universitas Terbuka.
“Saat ini saya sudah semester lima. Kuliahnya di pondok pesantren Lasem. Kalau ditanya apa tujuannya, saya juga tidak punya gambaran ijazah akan saya pakai untuk apa. Tapi saya niati ngaji. Bismillah, saya niati mengaji ekonomi syariah. Apalagi tempat belajarnya di pondok. Saya yakin, sesuatu yang saya tempuh dengan susah-payah tidak akan sia-sia. Pasti ada manfaatnya,” tegas dia.
Anak-Anak jadi Motivasi dan Misi Utama
Saras menambahkan, dalam semua aktivitas yang ia lakoni saat ini.
Kedua putrinya, yakni Marlen Kharisma (15) dan Attarishah Maryam (6) menjadi penyemangat utama.
Marlen saat ini bersekolah di MTsN 1 Rembang sembari mondok di Lasem.
Adapun Attarishah masih duduk di bangku MI di Desa Mlagen, Pamotan.
Termasuk saat memutuskan untuk berkuliah, Saras menjadikan kedua anaknya itu sebagai motivasi utama.
“Mereka dulu dirundung teman-temannya karena punya ibu disabilitas. Sampai pernah malu berangkat sekolah. Saya tidak mungkin datang ke sekolah bawa bendo (parang) untuk melarang orang-orang merundung anak saya. Karena itu saya mencoba berbuat sesuatu. Termasuk kuliah meskipun usia saya sudah tidak muda. Tujuannya supaya anak-anak saya melihat, ibunya ini meski kondisi serba terbatas tetap giat belajar dan mencukupi kebutuhan mereka,” ungkap Saras.
Ia berharap, kedua anaknya itu nantinya bisa tertular semangat belajar dan semangat berjuang darinya.
Tentang semangat berjuang, ada kisah kecil yang menarik dari Saras. Untuk menunjang proses perkuliahannya, Saras belajar mengoperasikan laptop dari seorang pegawai dinas sosial Rembang. Ia bahkan sampai menginap di rumah orang itu.
Padahal, jarak rumah saras ke tempat ia belajar mengoperasikan laptop itu tidak dekat, sekira 35 kilometer.
“Saya ingin belajar karena selama ini belum bisa pakai laptop. Saya ingin mengerjakan tugas kuliah dengan lebih baik. Semangat itu juga saya harapkan ada pada anak-anak saya,” tandas dia.
Akhirnya Orang Memandang dengan Dua Mata
Saras bersyukur, orang-orang di kampung halamannya saat ini sudah tidak lagi memandang rendah dirinya.
Bahkan, ia menyebut, sekarang akhirnya ia mendapatkan “pandangan dari dua mata” oleh orang-orang.
“Kalau dulu, istilah dipandang sebelah mata saja masih terlalu bagus buat saya. Baru sekarang ini saya mendapatkan dua mata mereka,” kata Saras.
Karena jejaringnya yang bagus, Saras kerap dimintai tetangga-tetangganya, bahkan juga pemerintah desa setempat, untuk mendatangkan program bantuan sosial bagi masyarakat yang membutuhkan.
Baca juga: Angkat Potensi Desa di Kabupaten Semarang, Bupati Ngesti Ingin Pengelola BUMDes Lebih Berdaya
“Saya ini oleh masyarakat dipandang bisa mendatangkan bantuan. Saya ini memang jarang di rumah. Tapi kalau pas di rumah, lagi jalan-jalan, sering dimintai tolong untuk mendatangkan program bantuan ke desa saya,” ujar Saras.
Kini, Saras sudah bisa bernapas lega.
Yang ia kejar bukan kekayaan materi, melainkan menebar manfaat bagi orang lain.
Ia ingin menunjukkan bahwa penyandang disabilitas sekalipun bisa membantu sesama.
“Untuk anak-anak saya, karena saya bukan orang kaya, mungkin saya tidak bisa meninggalkan warisan sawah atau rumah megah. Yang saya bisa tinggalkan adalah semangat untuk mereka. Kalau ada orang lain yang juga terinspirasi oleh kisah hidup saya, saya anggap itu bonus,” tandas Saras. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/muria/foto/bank/originals/Saswati-2112.jpg)