Berita Jateng

Cerita Pilu Suparwi, Tanahnya 3.700 Meter Persegi untuk Tol Semarang - Demak Tak Dapat Ganti Rugi

Polemik Tol Semarang - Demak. Tanah Suparwi seluas kurang lebih 3.700 meter persegi hingga kini belum dapat ganti rugi, meski tol sudah hampir selesai

Penulis: Tito Isna Utama | Editor: Yayan Isro Roziki
Tribunmuria.com/Tito Isna Utama
Ahmad Suparwi (72) menunjukkan legalitas kepemilikan dan sertifikat tanah miliknya, saat ditemui di kediamannya yang berada di RT 05/RW 01 Desa Pulosari, Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Demak, Jumat (25/11/2022). 

TRIBUNMURIA.COM, DEMAK - Pembangunan Tol Semarang - Demak masih menyisakan polemik yang pelik. Setidaknya bagi Achmad Suparwi, warga RT 5/RW 1 Desa Pulosari, Karangtengah, Kabupaten Demak.

Betapa tidak, Suparwi mengaku tanahnya seluas lebih dari 3.700 meter persegi 'dicaplok' pembangunan Tol Semarang - Demak tanpa mendapat ganti rugi, hingga kini.

Berbagai cara dan jalan sudah ditempuh Suparwi untuk mencari keadilan. Tanah miliknya yang telah digunakan untuk pembangunan jalan Tol Semarang - Demak mendapat ganti rugi yang layak.

Baca juga: Polemik Tanah Wakaf Yayasan Sunan Kalidjogo untuk Tol Semarang-Demak: Kuat Dugaan Maladministrasi

Baca juga: FOTO Tol Semarang - Demak Seksi II Dibuka, Berikut Jadwal dan Jenis Kendaraan yang Boleh Melintas

Lahan yang dimaksud Suparwi aadalah tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) bernomor 471.

Dituturkan Suparwi, dalam sertifikat itu, tanah miliknnya disebutkan memiliki luas 3.940 meter persegi.

"Luas tanah di sertifikat 3.940 meter, yang terkena proyek pembangunan jalan tol lebih dari 3.700 meter persgi, sehingga sisanya sekarang sektiar 200 meter persegi," kata Suparwi kepada Tribunmuria.com, saat ditemui di kediamannya, Jumat (25/11/2022).

Mendapat kabar tanahnya terdampak tol sejak 1997

Disampaikan Suparwi, ia telah mendapat kabar bahwa tanah miliknya akan terdampak pembangunan jalan tol sejak jelang berakhirnya era pemerintahan Presiden Soeharto. Atau tepatnya pada tahun 1997.

Mendapat kabar tanahnya terdampak pembangunan jalan tol, Suparwi pun segera mendatangi balai desa setempat.

Kala itu, Suparwi ingin mencari info soal bagaimana mekanisme dan besaran nilai pembayaran ganti rugi.

"Saya tahu ada pembebasan jalan tol sejak tahun 1997, waktu itu juga saya tidak menerima ganti rugi," ujarnya.

"Informasi yang saya dapat tanah sudah diambil Jakarta, sudah diam saja, nanti bayar ganti ruginya belakangan," sambung Suparwi.

Setelah bertahun-tahun kemudian tak ada kabar, terang Suparwi, selanjutnya pada tahun 2017 tiba-tiba petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) mulai melakukan pengukuran tanah.

Kepada petugas saat itu, Suparwi pun bertanya bagaimana soal pembayaran ganti rugi tanahnya.

Suparwi pun kaget dengan jawaban petugas. Kata petugas, tanahnya sudah dibebaskan dan sudah dibayar oleh pemerintah.

"Ketika saya di sawah, saya tanya kepetugas BPN saat melakukan pengukuran apakah digarap (jalan tol) dijawab iya."

"Lalu sawah saya yang belum dibayar bagaimana? Saya tunjukan surat-surat dan bukti kepemilikan tanah."

"Tanah tersebut disertifikatkan pada 1982, tapi kemudian dibalik nama pada tahun 2009," ucapnya.

Yang menjadikan Suparwi tak habis pikir, bila memang tanahnya sudah dibayr mengapa ia sampai kini tak menerima uangnya.

Bahkan, Suparwi mengaku hingga kini masih taat membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas tanah tersebut.

"Pemerintah harus mengetahui bahwa sampai saat ini saya masih bayar pajak. Sampai sekarang tidak ada nego ataupun petugas datang untuk membayar tanah saya."

"Padahal, informasinya jalan Tol Semarang - Demak sekarang sudah mau diresmikan, (progresnya) sudah mencapai 90-0an persen katanya," ungkapnya.

Upaya Suparwi mendapatkan haknya

Berbagai cara dan jalan telah ditempuh Suparwi untuk mendapatkan hak atas ganti rugi tanah miliknya. Namun semuanya hingga kini belum membuahkan hasil manis.

Suparwi menyebut, telah menghubungi pihak Pemerintahan Desa (Pemdes), menemui pihak pelaksana Jalan Tol Semarang - Demak, bertemu dengan Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, lalu ke Kantor BPN Demak maupun Provinsi Jateng.

Diceritakan, saat ia bertemua dengan pihak pelaksana pembangunan Jalan Tol Demak - Semarang, ia diarahkan untuk membuat laporan ke Polda Jateng.

"Saya juga lapor BPN, katanya suruh tenang, tapi tanah saya sudah dipatoki dan tetap dihuruk."

"Tanggal 2 Desember 2020 lalu juga sudah lapor Polda Jateng, tapi sudah dua tahun tidak ada jalan yang terang," jelasnya.

Bahkan, Suparwi sempat bertemu dengan Presiden Joko 'Jokowi Widodo saat orang nomor satu di Indonesia itu melakukan kunjungan ke Pasar Peterongan, Kota Semarang, beberapa waktu lalu.

"Saya sudah bertemu dengan Presiden pada 5 Juli 2022 lalu, tapi belum ada yang membuahkan hasil, sampai sekarang," ucapnya getir.

Impian investasi untuk anak cucu musnah

Ia mengatakan sebenarnya tanah yang terdampak pembangunan jalan Tol Semarang - Demak tersebut, rencananya untuk investasi jangka panjang.

Ia dulu berharap, investasi tanah itu bisa dinikmati anak cucunya. Namun, menurut Suparwi angan itu spertinya hampir musnah.

Sampai sekarang, Suparwi hanya bisa berharap pemerintah untuk bisa memberikan solusi atas tanahnya terkena pembangunan jalan Tol Semarang - Demak.

Suparwi pun meminta kepada Presiden dan Gubernur Jawa Tengah untuk bisa membantunya memecahkan ganti rugi tanah itu.

Ia berharap, Tol Semarang - Demak tak akan diresmikan sebelum persoalan atas tanahnya selesai.

"Minta tolong, jangan diresmikan dulu. Selesaikan dulu ganti rugi atas tanah saya," pintanya penuh harap.

Rencana ke depan, Suparwi akan kembali mencoba bertemu Gubernur Jawa Tengah pada Senin 28 November 2022.

"Rencananya kalau ada waktu saya akan kembali menemui Gubernur Jawa Tengah, Pak Ganjar, untuk meminta bantuan," tutupnya.

Sebagai informasi, bahwa Suparwi masih memiliki lengkap sertifikat tanah pembutanan tahun 1982, akta tahun 1989, dan balik nama tahun 2009.

Polemik tanah wakaf Yayasan Sunan Kalidjogo

Terpisah, sebelumnya polemik pembebasan atau tukar guling tanah wakaf milik Yayasan Sunan Kalidjogo Kadilangu, hingga kini masih belum menemui titik terang.

Proses penggunaan tanah wakaf Sunan Kalijaga untuk proyek strategis nasional (PSN) Tol Semarang-Demak dinilai tak transparan dan maladministrasi.

Menguatnya dugaan maladministrasi dalam proses tukar guling tanah wakaf Sunan Kalijaga disampaikan Ketua Pembina Yayasan Sunan Kalidjogo Kadilangu, Raden Agus Supriyanto.

Raden Agus Supriyanto menyoroti Surat Keputusan (SK) Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah (Kanwil Kemenag Jateng) Nomor 481 Tahun 2022 tentang Memberian Izin Perubahan Status atau Tukar Menukar Harta Benda Wakaf Yayasan Sunan Kalijaga Kadilangu.

SK Kanwil Kemenag tersebut sesuai dengan Akta Notaris Nomor 8 Tanggal 08 Desember 2020, oleh Notaris Habib Adjie dan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Kemenkumham RI) Nomor: ahu-0024930.AH.01.04.Tahun 2020 Tanggal 15 Desember 2020.

SK tersebut memberi izin tukar guling tanah Wakaf Sunan Kalijaga di Kelurahan Kadilangu, Kecamatan/Kabupaten Demak, dengan harta benda penukar yang terletak di Desa Botorejo dan Desa Tlogorejo, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Demak.

"Adanya surat tersebut menunjukkan bukti kuat adanya maladministrasi dalam proses tukar guling tanah wakaf Yayasan Sunan Kalidjogo Kadilangu," kata Ketua Pembina Yayasan Sunan Kalidjogo Kadilangu, Raden Agus Supriyanto, Jumat (28/10/2022).

Padahal, kata Raden Agus, pada Sertipikat Badan Pertanahan Nasional Tanah Wakaf Nomor 253 terlihat jelas nadzir tanah wakaf yang dimaksud adalah Yayasan Sunan Kalidjogo Kadilangu, dengan Ketua Raden Rachmad, Sekertaris Doctorandus Raden Krisnaidi, dan Bendahara Nyonya Anggani Soedjono, dengan NIB 11.09.12.06.01109.

Bukan atas nama yayasan dengan nama Yayasan Sunan Kalijaga, tegas Agus, ada perbedaan nama yang mendasar di sana.

Selain itu, ada SK Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Demak, Nomor 48/500/288/HM.Wakaf/1999 tanggal 24 Maret 1999, untuk keperluan sebagaimana tersebut dalam Pasal 4 Akte Notaris Lisawati Nomor 7 tanggal 19 Februari 1999.

"Jadi ini ada perbedaan, yang dimaksud ini harta benda Sunan Kalijaga yang mana? Pada faktanya yang ditukargulingkan itu sertifikat milik Yayasan Sunan Kalidjogo Kadilangu tahun 1999," kata Raden Agus.

Akta tersebut juga sudah dikuatkan dengan SK Kantor Urusan Agama Kabupaten Demak dengan surat nomor 641/kua.11.21.02/BA.01/VII/2022, yang menyebutkan bahwa Yayasan Sunan Kalidjogo Kadilangu berdasarkan Akta Pengganti Ikrar Wakaf Nomor K.1/BA.03.2/112 tahun 1999 tanggal 22 Februari 1999 adalah Nadzir Badan Hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf C Jo pasal 10 ayat (3) UU No 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

Poin selanjut menyebutkan bahwa Yayasan Sunan Kalidjogo Kadilangu sampai dengan saat ini masih sebagai nadzir.

"Jadi sampai sekarang belum ada perubahan nadzir. Surat itu ditanda tangani oleh Kepala Kemenag Demak, Ahmad Afifuddin, tanggal 8 Agustus 2022," tegas Raden Agus.

"Sekarang sudah jelas, berulang kali saya ngomong bahwa ini maladminitrasi. Bahwa terbukti apa yang dinyatakan maladminitrasi terbukti," imbuhnya.

Karena itu, ia kembali menegaskan, akta Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah di Demak, Lisawati, tertanggal tanggal 27 Mei 2022, terkesan janggal.

Yakni terkait akta perjanjian pengikatan pelepasan Hak Tanah Wakaf Yayasan Sunan Kalijaga Kadilangu dan penerimaan bidang tanah pengganti.

Raden Agus menyebut, dalam akta tersebut disampaikan bahwa pihak pertama adalah Tuan Agus Riyanto.

Di situ pun menyebutkan Raden Rachmad yang diwakili dalam kedudukan sebagai wakif dan nazhir Yayasan Sunan Kalijaga Kadilangu.

"Padahal kan sudah jelas, akta nomor 253 tertera jelas nazhir adalah Yayasan Sunan Kalidjogo Kadilangu."

"Jadi SK provinsi tidak sesuai, kemudian mengandeng Agus Rianto atas kuasa Rahmat yang mengaku sebagai nadirz dan wakif Kalijaga, itu dasarnya dari mana?" ucapnya.

Seharusnya pada akte 253 cukup jelas bahwa Wakif atau Nazhir itu Yayasan Sunan Kalidjogo, bukan perorangan.

"Wakif dari mana punya tanah, karena kepala KUA Demak sesuai surat diterima menjelaskan bahwa nazhir dari pada tanah wakaf yang sekarang ini masih badan hukum Yayasan Sunan Kalidjogo Kadilangu, didirikan tahun 1999," tegasnya.

Raden Agus Supriyanto kembali menekankan, belum ada perubahan nazhir dalam tanah Wakaf Sunan Kalijaga yang saat ini digunakan untuk Tol Semarang-Demak. (Ito)

Sumber: TribunMuria.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved