Berita Jateng

Ganjar Kenalkan Beragam Subtitusi Pangan Lokal, Antisipasi Krisis Pangan

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memperkenalkan kekayaan pangan lokal sebagai subtitusi pangan konvensional saat ini, antisipasi krisis pangan.

Penulis: Hermawan Endra | Editor: Yayan Isro Roziki
Humas Pemprov Jateng
Ganjar menikmati makanan olahan dari tepung singkong di Festival Pangan Lokal Jawa Tengah di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Rabu (19/10/2022). 

TRIBUNMURIA.COM, BOYOLALI - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyatakan semua pihak harus bersiap menghadapi kemungkinan terjadinya krisis pangan.

Karena itu, masyarakat harus mulai diperkenalkan dan dibiasakan mengonsumsi pangan lokal alternatif atau pangan subtitusi.

Hal itu disampaikan Ganjar saat menghadiri pameran kekayaan dan keragaman pangan lokal di Boyolali.

"Hari ini kita pamerkan pangan lokal dengan satu harapan masyarakat akan makin paham bahwa kita makin kaya dan kita bisa melakukan."

"Kalau hari ini kita menyiapkan di tahun-tahun ke depan potensi kerawanan pangan terjadi maka gerakannya mulai hari ini," kata Ganjar di Festival Pangan Lokal Jawa Tengah di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Rabu (19/10/2022).

Oleh karena itu, kata Ganjar, hal itu dimulai dari hulu dan hilirnya, sehingga setiap orang tidak hanya belajar produksi pangan lokal, tapi juga belajar mengolah, sampai membiasakan pangan alternatif atau substitusi (pengganti).

Keuntungan pangan lokal juga pada nutrisi atau gizinya yang baik untuk kesehatan.

Terutama sebagai bentuk pengurangan kasus stunting (kerdil) mulai dari kehamilan ibu serta bagi anak-anak.

"Itu pangan lokal ternyata cukup bisa membantu mereka. Kita libatkan tenaga penelitian, perguruan tinggi, petani, pemda, berkolaborasi di kegiatan ini," ujar orang nomor satu di Jateng ini.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan Jateng Dyah Lukisari mengatakan, potensi pangan lokal provinsi ini amat banyak.

Misalnya singkong, ubi jalar, jagung, talas, dan lainnya.

"Potensinya banyak. Yang jadi masalah, konsumsinya masih belum bergerak."

"Sekarang ini tidak mungkin petani nanam tapi enggak ada yang beli," kata Dyah di lokasi.

Oleh karena itu, tantangannya sekarang adalah, memulai dari hilir yaitu membiasakan lidah masyarakat mengonsumsi ubi, singkong, dan lainnya.

Sehingga setelah permintaan meningkat, petani akan bergairah menanam karena produksinya diambil.

Sumber: TribunMuria.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved