Berita Jateng
Nelayan Tegal Menjerit, BBM Naik Harga Ikan Turun: Hasil Tangkapan Tak Bisa Tutup Operasional
Nelayan Tegal mengeluh pasca-kenaikan BBM biaya operasional melaut tinggi, harga ikan dan tangkapan cenderung turun, tak cukup tutup biaya operasional
Penulis: Fajar Bahruddin Achmad | Editor: Yayan Isro Roziki
TRIBUNMURIA.COM, TEGAL - Kenaikan harga BBM bersubsidi begitu berdampak terhadap pelaku sektor kelautan dan perikanan di pesisir pantai utara (Pantura) Kota Tegal.Â
Pasalnya, kenaikan tersebut tidak dibarengi dengan kenaikan harga ikan.
Alhasil tidak sedikit para nelayan yang memilih untuk tidak melaut atau libur.

Untuk nelayan kecil atau tradisional, pemilik sekira 200 kapal dari jumlah total 400 kapal memilih tidak melaut.Â
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Tengah, Riswanto mengatakan, kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi sangat berdampak untuk sektor kelautan dan perikanan.Â
Terutama bagi para nelayan tradisional yang penghasilannya tidak menentu.
Ia menilai, saat BBM solar bersubsidi masih seharga Rp5.150 per liter, para nelayan sudah resah dengan harga ikan yang masih murah.
Kini saat harga BBM bersubsidi naik, harga ikan masih sama dengan sebelumnya, justru cenderung menurun.
"Mereka mengeluh. Sebelum ada kenaikan BBM bersubsidi harga rajungan awalnya Rp50 ribu per kilogram.Â
Malah saat solar Rp6.800 per liter, harga rajungan turun jadi Rp25 ribu- Rp30 ribu per kilogram," kata Riswanto, kepada tribunmuria.com, Rabu (14/9/2022).
Menurut Riswanto, kondisi inilah yang membuat para nelayan dilema dan kebingungan.Â
Mereka sudah memprediksikan bahwa hasil tangkapan tidak akan menutup biaya operasional yang keluar.

Ia mencontohkan, biaya operasional nelayan kecil untuk perbekalan dan solar sebelumnya pada kisaran angka Rp200 ribu.
Tetapi kini setelah BBM bersubsidi naik menjadi Rp350 ribu.