Berita Pati
Asal-Usul Dua Masjid Bersejarah di Pati, Diyakini sebagai Peninggalan Waliyullah
Semarak pendidikan Islam di Pati tak bisa dilepaskan dari para pendakwah yang mula-mula menyebarkan Islam di Bumi Mina Tani.
Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: Moch Anhar
“Karena Sunan Muria wafat pada pertengahan abad 16, Mbah Cungkrung juga berdakwah pada kisaran masa itu. Masjid Baiturrohim Gambiran dibangun oleh Mbah Cungkrung sebagai pusat syiar agama. Oleh warga setempat masjid ini juga disebut sebagai Masjid Wali,” kata Guru SMAN 1 Pati ini.
Baca juga: Pasar Rejosari Salatiga Resmi Dibuka, Wali Kota Yuliyanto: Semoga Dapat Jadi Sentra Ekonomi Baru
Baca juga: Terkait Perbaikan Jalan Pantura, Bupati Pati Haryanto Larang Kendaraan Besar Lewati Jalan Alternatif
Baca juga: Beli Minyak Goreng Curah di Kudus Kini Dibatasi, Satu Pembeli Maksimal 5 Kilogram
Masjid Gambiran memiliki arsitektur kuno dengan atap limas bersusun seperti Masjid Agung Demak.
Struktur atap disangga oleh empat saka dari kayu. Memang bangunan asli masjid ini terbuat dari kayu, sebelum kemudian direnovasi menjadi tembok.
Penanda renovasi adalah sebuah prasasti bertuliskan aksara Arab Pegon yang terletak di atas pintu utama masjid.
Dalam prasasti tersebut, disebutkan bahwa Masjid Gambiran direnovasi pada 1885 oleh Bupati Pati pada waktu itu, yakni Kanjeng Raden Aryo Candrahadinegoro.
“Dalam renovasi ini, mustoko atau kubah masjid berbentuk ngaron (tempat memasak dari tanah liat) diganti mustoko baru. Sedangkan yang lama dibawa ke daerah Tawung (Tawangrejo, Kecamatan Winong) oleh murid Mbah Cungkrung,” papar dia.
Amal menambahkan, berdasarkan keterangan yang dia dapatkan dari KH Hishom, ulama dari Desa Tawangrejo, agama Islam yang berkembang di Winong dahulu berasal dari murid Mbah Cungkrung.
Penanda “kekunoan” lainnya dari masjid ini, menurut Amal, ialah keberadaan kompleks makam keluarga penghulu, persis di sebelah utara masjid.
Dilihat dari bentuk patok kuburannya, diperkirakan pemakaman tersebut telah ada sejak abad ke-16.
Bukti lain bahwa dahulu Gambiran merupakan pusat Islam di Pati, kata Amal, ialah keberadaan pemakaman Islam kuno di Dukuh Gambiran RT 01 RW 05.
“Makam yang cukup padat, seluas hampir 2 hektare ini, menunjukkan bahwa Gambiran dulu kota dengan banyak penduduk, atau kalau sekarang disebut metropolitan. Ada keyakinan, penduduk berbondong-bondong meninggalkan, sehingga makam luas ini tidak digunakan lagi. Hanya penduduk lokal yang memanfaatkan sebagian kecil area makam,” kata Amal sembari menunjukkan kompleks makam tersebut.
Menurut Amal, dilihat dari patok-patok kuburan yang berukuran besar dan terbuat dari batuan andesit, pemakaman kuno ini diperkirakan dimanfaatkan warga pada abad 16 sampai 17.
“Kita tidak tahu pada waktu itu berasal dari mana batunya. Namun, yang jelas bisa dipastikan ini pemakaman Islam. Tandanya, ada dua batu nisan, satu di utara satu di selatan, karena mayatnya dihadapkan ke arah kiblat,” jelas dia.
Amal menerangkan, pusat Islam di Pati mulai berpindah sejak Masjid Agung Baitunnur berdiri pada 1845. Letaknya yang berada di barat pendopo menjadikan masjid ini sebagai masjid besar kabupaten.
“Pendirian masjid ini membawa dampak besar. Para ulama Gambiran diboyong ke sana. Ada yang ditempatkan di Kauman, Saliyan, dan Kampung Mertokusuman. Ketika ulama-ulama Gambiran pindah ke Pati, masjid ini mulai agak sepi. Namun, atas kebaikan bupati pada waktu itu, 1885 masjid ini direnovasi,” jelas dia.
Meski kini Masjid Baiturrohim Gambiran bukan lagi masjid utama di Pati, jejak-jejak syiar Islam Mbah Cungkrung masih bisa ditemukan.