Sejauh ini, substansi revisi UU TNI dianggapnya masih dalam koridor yang benar.
Meskipun demikian, Addin mengapresiasi kritik dari berbagai elemen masyarakat sipil selama pembahasan RUU TNI.
“Seluruh pihak yang berstatus warga negara Indonesia memang harus mengawal serta mendukung pemerintahan supaya program-program pembangunan berjalan dengan baik,” katanya.
Putri Gus Dur kritisi revisi UU TNI
Sebelumnya diberitakan, Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), berperan besar dalam mencabut dwifungsi ABRI, setelah masa Reformasi '98.
Reformasi '98 merupakan akhir dari kekuasan militeristik Orde Baru (Orba) dengan pengendali utama Soeharto.
Putri Gus Dur yang merupakan Direktur Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid, mengingatkan masyarakat Indonesia sudah berjuang selama 32 tahun untuk menurunkan rezim Orde Baru (Orba) demi mewujudkan supremasi sipil dan hukum, bukan supremasi senjata.
Baca juga: Gerebek Judi, Kapolsek & 2 Polisi Tewas Ditembak Diduga Oknum Tentara saat Revisi UU TNI Disorot
Baca juga: Mengenang 40 Hari Meninggalnya Gamma, Cita-citanya Jadi TNI Pupus di Ujung Pistol Oknum Polisi
Baca juga: MK Putuskan KPK Berhak Tangani Korupsi di Militer, Bagaimana Respon TNI? Simak Keterangan Kapuspen
RUU TNI dinilai membuka pintu supremasi senjata karena perluasan penempatan jabatan sipil untuk TNI aktif.
Hal ini disampaikannya merespons revisi Undang-Undang (RUU) TNI yang tinggal disahkan dalam rapat paripurna DPR.
"Dan inilah yang ingin kita ingatkan. Jangan sampai kita kembali justru mengulang kesalahan yang sama."
"Dulu 32 tahun kita harus berjuang untuk mewujudkan supremasi sipil dan supremasi hukum, bukan supremasi senjata," kata Alissa dalam jumpa pers di STF Driyarkara, Jakarta, Selasa (18/3/2025).
"Jangan sampai kita kemudian justru menegasikan pengalaman 32 tahun itu dan memberikan ruang," tambahnya. 1