Terpisah, Komite Penyelidikan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah (Jateng) ikut menyoroti kasus itu.
KP2KKN Jateng ikut mengapresiasi kiprah Polda Jateng yang masih konsen mengurus kasus yang belum jelas ujung pangkalnya.
"Iya kami apresiasi (Polda Jateng) kami juga mendorong tidak hanya pak Sukawi, tapi walikota setelahnya Soemarmo dan Hendi ikut diminta keterangan atau klarifikasi," papar Sekretaris KP2KKN Jateng, Ronny Maryanto kepada Tribun Jateng.
Ronny mengusulkan dua nama mantan walikota Semarang untuk diperiksa polisi bukan tanpa alasan.
Musababnya, perjalanan kasus tersebut melewati tiga walikota Semarang.
"Kasusnya rumit dan sampai sekarang belum ditemukan unsur korupsinya di mana, banyak spekulasi dan informasi yang bisa dikembangkan," terangnya.
Ia memaparkan, kasus itu dimulai dari penguasaan Hak Guna Bangunan (HGB) dari Kalimas ke PT Karya Deka Alam Lestari (PT KAL).
"Proses HGB kalau tidak salah dimulai tahun 2002," paparnya.
Pada tahun tersebut, walikota yang menjabat adalah Sukawi Sutarip sehingga sangat tepat untuk dimintai klarifikasi.
Sebab dimungkinkan ada informasi yang bisa digali apalagi Sukawi menjabat dua periode.
"Dari keterangan Pak Kawi (Sukawi) bisa menjadi informasi yang dapat digali dan didapatkan oleh penyidik dari Polda Jateng," ungkapnya.
Selepas itu, persisnya di tahun 2010, muncul persoalan larinya aset tersebut.
Begitupun PT KAL masih memiliki kewajiban menyerahkan fasilitas umum dan fasilis sosial sebesar 40 persen dari penguasaan total lahan seluas 400 hektare.
"Data yang kami miliki PT KAL menguasai 300 sekian hektare. Jadi sebenarnya kewajiban penyerahan fasum dan fasos (ke Pemkot) kurang lebihnya 180 hektare.
Tetapi PT KAL baru menyerahkan 49,2 hektare seperti di kasus ini, nah sisanya kemana?, ini yang masih menjadi dugaan," sambungnya.