Berita Rembang

Ratusan Karyawan Semen Gresik di Rembang Dirumahkan, Pabrik Setop Produksi Dampak Sengketa Lahan

Semen Gresik di Rembang menghentikan operasinal pabrik, dampak sengketa lahan yang digunakan untuk akses jalan truk pengangkut bahan baku semen.

Istimewa
Sejumlah warga Desa Tegaldowo, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang, menyegel jalan produktif pertambangan di sekitar area pabrik Semen Gresik Rembang, Jumat (6//12/2024). 

TRIBUNMURIA.COM, REMBANG – Pabrik PT Semen Gresik di Rembang menghentikan operasional produksi mulai 1 Juni 2025. Ratusan karyawan pun dirumahkan. Hal ini merupakan dampak dari sengketa lahan antara Semen Gresik melawan Pemerintah Desa (Pemdes) Tegaldowo, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang.

Warga Tegaldowo memblokade jalan yang menjadi akses keluar-masuk kendaraan tambang Semen Gresik. Praktis, suplai bahan baku tersendat dan pabrik berhenti beroperasi. Berdasarkan bukti sertifikat, jalan tersebut merupakan aset Pemdes Tegaldowo.

Pantauan Tribun Jateng di lokasi pada Selasa (3/6) malam, ruas-ruas jalan yang disengketakan telah dipasangi spanduk berukuran besar bertuliskan 'Tanah Jalan Desa Tegaldowo Kecamatan Gunem Kabupaten Rembang'. Tercetak pula pada spanduk tersebut gambar sertifikat yang tertera tanggal penerbitan 30 Oktober 2023.

Baca juga: Jalan Tambang Pabrik Semen Gresik Rembang Diblokade, Kades: Kesepakatan Warga Tegaldowo

Baca juga: Semen Gresik Raih CSR Awards 2022 dari Pemprov Jawa Tengah

Kepala Desa Tegaldowo, Kundari, mengatakan bahwa proses gugatan di tingkat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)Semarang maupun Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) di Surabaya telah dimenangkan oleh pihak Pemdes. Saat ini proses hukum berlanjut ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).

Dia menjelaskan, persoalan sengketa ini bermula saat dirinya mulai menjabat sebagai Kepala Desa Tegaldowo pada awal Desember 2019. Saat itu, dirinya menjadi sasaran demonstrasi atau unjuk rasa warga. Pemdes dituding telah menjual aset desa kepada pihak perusahaan.

“Setelah saya kaji ternyata masalah ini (Jalan Brumbung, akses truk tambang yang kini diblokade- red) sudah ada sejak berdirinya pabrik semen. Bergulirnya waktu, warga demo lagi di awal 2020. Terus kami dijembatani Pemkab ada kesepakatan banyak, CSR-nya dulu sempat ke balai desa, tapi sampai detik ini banyak kesepakatan tidak ditindaklanjuti,” kata Kundari di kediamannya, Selasa malam.

Kemudian, pada 2023, Pemdes Tegaldowo berupaya menyelamatkan aset desa melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Menurut Kundari, saat itu ada ketentuan bahwa seluruh aset desa wajib disertifikatkan. Pihaknya pun segera menyertifikatkan semua fasilitas umum (fasum) desa, termasuk Jalan Brumbung yang selama ini menjadi akses keluar-masuk truk tambang.

“Akhirnya perusahaan mengajukan gugatan. Prosesnya kami di PTUN-kan di Semarang, PTTUN Surabaya, dan ini bergulir ke Kasasi di MA. Pemdes di PTUN dan PTTUN sudah menang. Mudah-mudahan kasasi juga menang. Karena ini perjuangan panjang kami,” ungkap dia.

Ketika proses hukum memasuki tahapan kasasi ini, pabrik menghentikan operasional dan merumahkan para karyawan. Warga Tegaldowo juga terdampak. Karena ada ratusan warga yang bekerja pada anak-anak perusahaan Semen Gresik di Rembang.

“Warga desa kami di PT SMOR ada 85 karyawan, Swabina 4, Satpam 14 dan sementara ini belum dirumahkan, Pam Swakarsa 10,” ungkap Kundari.

Dia mengatakan, di antara warga yang dirumahkan itu, ada yang datang padanya dan mengeluh. Terkait karyawan yang dirumahkan, Kundari mengatakan bakal mengusahakan agar mereka bisa bekerja lagi. 

"Entah di tempat lama atau baru, akan kami usahakan agar mereka mendapat pekerjaan," ujar dia.

Kundari menyebut, alasan perusahaan merumahkan karyawan adalah karena sudah tidak ada aktivitas produksi tambang. Padahal, kata Kundari, pada blokade jalan yang dibuat warga, masih ada celah selebar tiga meter yang sengaja disisakan. Menurutnya, lebar sedemikian masih cukup untuk dilintasi truk.

Dia menambahkan, selama proses kasasi sudah ada solusi yang pihak desa tawarkan. Dump truck besar diperbolehkan beroperasi pada pukul 03.00-08.00 dengan melewati belakang fondasi blokade. Sementara, dump truck kecil berkapasitas delapan ton bisa beroperasi pada siang hari.

Menurut Kundari, terkait sengketa lahan ini, pihak perusahaan mengeklaim memiliki kesepakatan dengan Pemdes pada 2017 lalu. Ketika itu dirinya belum menjabat.

"Saya minta apakah notulensi, ada dokumen yang menyatakan Tegaldowo minta Rp 1,5 M per tahun. Apakah ada? Tapi kan tidak ada bukti dari mereka," tegas dia.

Kundari menyebut, setelah terbit sertifikat bukti kepemilikan aset desa, sebetulnya pihaknya sudah menyampaikan ke Semen Gresik, seandainya mau ada kerja sama, bisa dilakukan sesuai regulasi. Misal bisa tukar guling atau tawaran lain yang disepakati.

"Opsi lain kan lebih enak, tidak harus jalur hukum. Tapi mereka tidak berkenan dan malah memproses hukum ke PTUN dan sampai kasasi sekarang," ucap dia.

Tribun Jateng telah berupaya menghubungi pihak Humas Semen Gresik untuk meminta keterangan terkait persoalan ini. Namun, pihak humas menyatakan bahwa hingga kini perusahaan belum mengeluarkan tanggapan resmi terkait berhentinya operasional produksi. 

Terpisah, tak hanya warga Tegaldowo, warga Desa Ngampel di Kecamatan Blora, Kabupaten Blora, juga turut terdampak. Kepala Desa Ngampel, Mohamad Astiadi Maryanto, menyampaikan bahwa banyak warganya yang bekerja di pabrik milik BUMN tersebut kini juga dirumahkan. 

“Terkait tenaga kerja kami yang ada di PT Semen Gresik, dengan adanya isu karyawan sementara dirumahkan, memang ada beberapa keluhan. Tapi insyaallah semua itu ada solusinya,” ujarnya, Senin (2/6). (mzk/kompas.com)

Sumber: TribunMuria.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved