Revisi UU TNI

Kritik Revisi UU TNI, Alissa Wahid Putri Gus Dur: Wujudkan Supremasi Sipil, Bukan Supremasi Senjata

Putri Gus Dur cum Direktur Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid, ingatkan perjuangan Reformasi untuk tegakkan supremasi sipil, bukan supremasi senjata TNI

|
Istimewa
PUTRI GUS DUR - Direktur Nasional Gusdurian Network Indonesia Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid atau Alissa Wahid berkunjung ke Desa Wadas, Kabupaten Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, Sabtu (12/2/2022). Alissa Wahid ingatkan perjuangan Reformasi untuk tegakkan supermasi sipil, bukan supermasi militer dengan membawa senjata ke ruang sipil. 

TRIBUNMURIA.COM, JAKARTA - Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), berperan besar dalam mencabut dwifungsi ABRI, setelah masa Reformasi '98.

Reformasi '98 merupakan akhir dari kekuasan militeristik Orde Baru (Orba) dengan pengendali utama Soeharto.

Putri Gus Dur yang merupakan Direktur Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid, mengingatkan masyarakat Indonesia sudah berjuang selama 32 tahun untuk menurunkan rezim Orde Baru (Orba) demi mewujudkan supremasi sipil dan hukum, bukan supremasi senjata. 

Baca juga: Gerebek Judi, Kapolsek & 2 Polisi Tewas Ditembak Diduga Oknum Tentara saat Revisi UU TNI Disorot

Baca juga: Mengenang 40 Hari Meninggalnya Gamma, Cita-citanya Jadi TNI Pupus di Ujung Pistol Oknum Polisi

Baca juga: MK Putuskan KPK Berhak Tangani Korupsi di Militer, Bagaimana Respon TNI? Simak Keterangan Kapuspen

RUU TNI dinilai membuka pintu supremasi senjata karena perluasan penempatan jabatan sipil untuk TNI aktif.

Hal ini disampaikannya merespons revisi Undang-Undang (RUU) TNI yang tinggal disahkan dalam rapat paripurna DPR. 

"Dan inilah yang ingin kita ingatkan. Jangan sampai kita kembali justru mengulang kesalahan yang sama."

"Dulu 32 tahun kita harus berjuang untuk mewujudkan supremasi sipil dan supremasi hukum, bukan supremasi senjata," kata Alissa dalam jumpa pers di STF Driyarkara, Jakarta, Selasa (18/3/2025).

"Jangan sampai kita kemudian justru menegasikan pengalaman 32 tahun itu dan memberikan ruang," tambahnya. 1

Alissa khawatir jika RUU TNI justru melegitimasi masuknya mereka yang memegang senjata pada ruang-ruang sipil.

Padahal, menurutnya, RUU TNI semestinya dilakukan untuk tujuan memperkuat profesionalitas TNI.

"Bukan untuk mengembalikan peran-peran (dwifungsi ABRI) tersebut."

"Walaupun namanya bukan dwifungsi ABRI, tapi kalau esensinya membawa senjata ke ruang sipil, itu sama saja," imbuh putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini.

Lebih lanjut, Alissa melihat poin penempatan jabatan sipil untuk TNI yang diperluas memberikan banyak arti.

Pertama, tentara aktif yang bisa menduduki jabatan sipil artinya mereka masih memiliki jalur kepada angkatan bersenjata.

 "Orang-orang yang memegang senjata ini masih ada jalur koordinasi, jalur komando, dan seterusnya."

"Betapa berbahayanya ketika nanti rakyat tidak berkehendak yang sama dengan penguasa," ujar Alissa.

 "Jaringan Gusdurian yang saya adalah emboknya (ibunya) ini, kami banyak sekali mendampingi warga masyarakat yang terdampak langsung proyek strategis nasional."

"Dengan siapa mereka berhadapan? Dengan yang memegang senjata. Ini dalam kondisi mereka (angkatan bersenjata) tidak punya wewenang."

"Nah, kalau diberikan jalur ini, akses ini, maka kehadiran mereka kemudian menjadi legal," sambungnya.

Selangkah lagi disahkan

Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI tinggal selangkah lagi disahkan menjadi undang-undang.

Kemarin, Komisi I DPR dan pemerintah telah sepakat untuk membawa revisi UU TNI ke rapat paripurna DPR pada Kamis (20/3/2025) besok untuk disahkan.

Dalam rapat kemarin, delapan fraksi yang tergabung dalam Komisi I menyetujui RUU TNI untuk segera disahkan dalam rapat paripurna, meski RUU tersebut masih menuai protes dari masyarakat. 

“Selanjutnya, saya mohon persetujuannya apakah RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI untuk selanjutnya dibawa pada pembicaraan tingkat 2 dalam rapat paripurna DPR RI untuk disetujui menjadi UU. Apakah dapat disetujui?” tanya Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto, Selasa (18/3/2025).

"Setuju," jawab seluruh peserta rapat.

Rapat pengambilan keputusan ini langsung digelar pada hari yang sama, setelah Komisi I menggelar rapat penyampaian laporan hasil perumusan dan sinkronisasi RUU TNI oleh tim perumus dan tim sinkronisasi DPR RI.

Diketahui, tim perumus dan tim sinkronisasi mulai merumuskan draf RUU TNI pada Senin (17/3/2025) kemarin, dengan menyesuaikan hasil rapat pembahasan yang digelar Komisi I secara maraton sepanjang pekan sebelumnya.

Meski begitu, Utut mengeklaim bahwa RUU TNI telah melewati proses pembahasan panjang. Seluruh tahapan serta mekanisme yang harus dijalankan juga telah dilalui. 

“Mulai dari datangnya penerimaan Surpres, penugasan dari pimpinan ke Komisi I, dan kita sudah mengundang semua stakeholder, dan terakhir kita sudah menyelesaikan rapat panja,” kata Utut di ruang rapat.

“Jadi, dilanjutkan ke tim perumus dan tim sinkronisasi juga sudah melaporkan kepada panja. Kita juga sudah rapat dengan Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan Darat, Laut, dan Udara,” sambungnya.

Dasco klaim ada titik temu 

Sebelum rapat penyampaian laporan Timus dan Timsin yang berlanjut ke pengambilan keputusan tingkat 1, Komisi I DPR RI menggelar rapat dengan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan pada Selasa pagi.

Pertemuan yang digelar secara tertutup itu dilakukan setelah muncul gelombang penolakan dari masyarakat terhadap RUU TNI.

DPR RI bahkan didesak untuk menghentikan pembahasan dan membatalkan revisi tersebut.

Namun, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad yang turut hadir dalam pertemuan mengeklaim ada titik temu dari pertemuan antara aktivis dan DPR terkait penolakan revisi UU TNI. Baca juga: Dasco Klaim Sudah Ada Titik Temu dengan Aktivis yang Tolak Revisi UU TNI 

"Tadi kita sudah lakukan audiensi dengan teman-teman dari Koalisi Masyarakat Sipil."

"Pertemuan tadi berjalan dengan hangat, lancar, diskusi, dan dialog yang membangun, dan ada kesepahaman dengan kedua belah pihak. Insya Allah saya pikir ada titik temu," ujar Dasco.

"Dan kita akan lakukan ini tidak cuma kali ini, untuk kemudian setiap pembahasan-pembahasan revisi UU," kata dia. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Alissa Wahid: 32 Tahun Kita Berjuang Wujudkan Supremasi Sipil, Bukan Supremasi Senjata

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved