Berita Jateng
Cerita Perempuan Pesisir Demak: Pilih Tinggal di Kampung Tenggelam, Jaga Mangrove dan Identitas
Sejumlah perempuan di Demak memilih tetap tinggal di kampung mereka yang ditenggelamkan rob. Selain mangrove, mereka juga menjaga identitas pesisir.
Penulis: Iwan Arifianto | Editor: Yayan Isro Roziki
Pola pembangunan berikutnya yang ikut merusak pesisir yakni pembangunan salah satu bendungan terbesar di Indonesia yakni Bendungan Kedung Ombo yang membentang di wilayah Kabupaten Grobogan, Sragen, dan Boyolali.
Erwin menilai, bendungan ini merusak daerah aliran sungai (DAS) di kali tuntang sektor tengah. Alhasil, volume debit air yang masuk ke wilayah pesisir Demak kian besar.
Satu faktor lainnya yang turut memperparah kondisi pesisir Demak adalah pembangunan kawasan industri yang dibarengi dengan pengambilan air tanah terlalu berlebihan sehingga mempercepat terjadinya proses land subsidence atau penurunan muka tanah.
“Tiga faktor itu yang sebetulnya secara bersamaan bekerja kemudian menggerus wilayah pesisir utara Demak,” paparnya.
Erwin menyebut, penyebab kerusakan di pesisir pantura memang bukan faktor tunggal. Kerusakan di kawasan ini juga bukan semata-mata karena krisis iklim. Namun, faktor-faktor eksternal lebih dominan dalam menyumbang kerusakan.
“Faktor-faktor eksternal yang bentuknya adalah man made fitur atau buatan manusia yang sebetulnya lebih merusak,” bebernya.
Dari kondisi tersebut, Erwin menilai warga pesisir yang memilih untuk tetap menggantungkan hidupnya di desa mereka yang tenggelam malah semakin tersingkir. Sebab, pemerintah yang seharusnya membela kepentingan warga malah bersikap sebaliknya. Pemerintah memilih untuk membuka ruang kawasan itu selebar-lebarnya untuk pengembangan kawasan-kawasan industri. Hal itu dapat dilihat dari penyusunan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Pemerintah Kabupaten Demak.
“Pemerintah tidak melihat kepentingan warga yang selama ini mencoba bertahan dengan kebaikan alam di pesisir yang ada justru adalah upaya-upaya untuk penyingkiran warga dari ruang yang selama ini mereka kelola,” katanya.
Menurut Erwin, Pemerintah daerah seharusnya dapat memastikan para warga pesisir yang bertahan di tengah kampung mereka yang tenggelam dengan memberikan hak dasar mereka terpenuhi misalnya hak akan air bersih, hak tinggal, hak kesehatan, akses mata pencaharian dan pendidikan.
Bersamaan dengan itu, perlu ada langkah pemulihan lingkungan semisal dengan menggencarkan rehabilitasi mangrove dengan catatan menggunakan bibit yang tepat di kawasan tersebut. Ketika langkah itu dapat dilakukan secara berbarengan akan sangat menguntungkan bagi proses adaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.
“Jadi bukan mustahil melakukan harmonisasi antara pembangunan, kepentingan lingkungan dengan perubahan masyarakat. Pemerintah hanya perlu melihat lebih dalam lagi apa yang diinginkan masyarakat lalu mendorongnya perubahan itu dari dalam,” ungkapnya.
Sementara itu, Tribun telah berupaya mengkonfirmasi ke Bupati Demak Eisti’anah soal persoalan tersebut. Namun, hingga berita ini ditulis belum ada respon. (iwn)
Ramai Isu Pemekaran Provinsi Jateng, Respons Gubernur Ahmad Luthfi Singgung Arahan Pusat |
![]() |
---|
Masa Angkutan Lebaran, Ini Stasiun dengan Keberangkatan dan Kedatangan Pemudik Terbanyak di Daop 4 |
![]() |
---|
Anggota DPR Edy Wuryanto Kecam Pemotongan THR dan Remunerasi Nakes RSUP di Semarang dan Jogja |
![]() |
---|
Gandeng ISNU Jateng untuk Kolaborasi, Kanwil Kemenag Ingin Perkuat Peran dan Kebermanfaatan CTC |
![]() |
---|
Polda Jateng Segel Pabrik Pengemasan MinyaKita di Karanganyar: Isi Kurang dari Volume Seharusnya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.