Berita Jateng

Cerita Perempuan Pesisir Demak: Pilih Tinggal di Kampung Tenggelam, Jaga Mangrove dan Identitas

Sejumlah perempuan di Demak memilih tetap tinggal di kampung mereka yang ditenggelamkan rob. Selain mangrove, mereka juga menjaga identitas pesisir.

Penulis: Iwan Arifianto | Editor: Yayan Isro Roziki
TribunMuria.com/Iwan Arifianto
PEREMPUAN NELAYAN - Musarofah (63) atau Mak Pah perempuan nelayan dari Dukuh Timbulsloko, Kecamatan Sayung Kabupaten Demak sedang menarik perahunya untuk memasang alat perangkap ikan, Selasa (18/2/2025). Dia memilih bertahan di kampungnya yang tenggelam karena tak ada pilihan. 

“Ya kami diragukan oleh para warga kampung sebelah karena dikira Timbulsloko itu tidak ada nelayan perempuan karena dulu di sini adalah petani,” jelasnya.

Mereka memilih bertahan di kampung tenggelam tersebut karena masih memperoleh penghasilan dari bekerja sebagai nelayan. Penghasilan bersih perempuan nelayan di Timbulsloko ini berkisar Rp20 ribu hingga Rp50 ribu perhari.

Mereka mengaku penghasilan itu langsung ludes untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti membeli beras, uang jajan cucu dan kebutuhan lainnya.

Sekretaris Jenderal Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) Masnu’ah (49) menyebut, tak mudah bagi para perempuan yang bertahan di kampung tenggelam. Mereka banyak yang mengalami depresi di tengah kondisi lingkungan tersebut. Di sisi lain, mereka dipaksa untuk selalu beradaptasi salah satunya yakni beralih pekerjaan dari sawah lalu petambak setelah itu menjadi nelayan hingga buruh.

“Banyak perempuan berusaha mencari uang dengan kondisi seperti ini. Mak pah Mak dah Mbak Sikah, dan perempuan lainnya mereka gelisah harus melanjutkan hidup di tengah kondisi rob seperti ini,” katanya.

Para perempuan tersebut juga rentan dengan berbagai risiko lainnya seperti kekerasan dalam rumah tangga(KDRT) seperti ditelantarkan tanpa dinafkahi secara ekonomi hingga dipukul karena suaminya banyak yang kehilangan mata pencaharian.

“Kesehatan dan pendidikan anak-anak mereka juga turut terancam,”  katanya.

Masnu’ah mengaku masih melakukan pendampingan terhadap para perempuan di pesisir Demak di antaranya Timbulsloko dan Bedono agar mereka berdaya dan bangga terhadap identitasnya sebagai perempuan nelayan. Selama melakukan pendampingan di tempat tersebut, Masnu’ah berkolaborasi dengan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) sejak tahun 2020.

Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati mengungkapkan, peralihan pekerjaan yang dilakukan oleh para perempuan di pesisir Demak yang kampungnya tenggelam merupakan bentuk membangun ketangguhan versi mereka. Alih-alih membangun ketangguhan tersebut, pemerintah selalu menyodorkan satu solusi yakni relokasi.

Padahal relokasi hanya menjebak warga untuk masuk ke skema utang yang lebih besar karena dalam relokasi sebagian besar ditanggung oleh warga. “Peran pemerintah dalam menangani wilayah tenggelam seperti pemadam kebakaran. Solusinya juga aneh-aneh seperti membangun jalan tol (tanggul laut), langkah itu sebenarnya mau mengurus warga atau selamatkan industri,” ungkap Susan.

Kerusakan Buatan Manusia dan Solusi Semu Pemerintah

Merujuk data Kiara, ada sebanyak  1.148 desa pesisir di Indonesia tenggelam pada tahun 2020. Adapun Jawa Tengah menjadi wilayah yang paling terdampak. Kondisi itu dapat dilihat di beberapa desa di Kabupaten Demak meliputi Bedono, Timbulsloko, Surodadi, Morodemak, dan Tambakbulusan.

Dari kondisi tersebut, lebih dari 800 hektar daratan berdampak dan lebih dari 6.000 Kepala Keluarga (KK) dengan rumah-rumah mereka terendam air secara permanen. Khusus untuk kawasan Desa Timbulsloko kini telah kehilangan lebih dari 101 hektar daratan dengan setidaknya 500 Kepala Keluarga kehilangan tempat tinggal.

Deputi Pengelolaan Program dan Jaringan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Erwin Suryana mengatakan, kondisi desa pesisir di Demak tenggelam dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor pembangunan yang masif di dilakukan di wilayah pesisir maupun wilayah hulu.

Untuk pembangunan wilayah pesisir, kata Erwin, yang paling berdampak adalah  pembangunan pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Pembangunan proyek ini mengubah pola arus sehingga mempercepat abrasi di wilayah Kecamatan Sayung.

Halaman
1234
Sumber: TribunMuria.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved