Polisi Tembak Mati Paskibra Semarang

BREAKING NEWS: Komnas HAM Nyatakan Polisi Tembak Mati Pelajar SMK 4 Semarang Merupakan Pembunuhan

Komnas HAM sebut aksi polisi tembak mati pelajar SMK 4 Semarang adalah pelangggaran HAM, pembunuhan di luar proses hukum atau extra judicial killing.

Penulis: Iwan Arifianto | Editor: Yayan Isro Roziki
Tribunjateng/Iwan Arifianto.
Koordinator Sub Penegakan HAM pemantauan dan penyelidikan, Uli Parulian Sihombing memeriksa lokasi kejadian tiga pelajar SMKN 4 Semarang ditembak polisi di depan Alfamart Jalan Candi Penataran Raya, Ngaliyan, Kota Semarang, Jumat (29/11/2024) petang. Komnas HAM nyatakan, aksi polisi tembak mati pelajar SMK 4 Semarang adalah pembunuhan di luar proses hukum atau extra judicial killing. 

GRO yang terlibat aksi kejar-kejaran kembali ke titik awal, bertemu dengan Aipda Robig.

Di sana, Aipda Robig meletuskan tembakan karena jengkel, korban dianggap mengganggu perjalanan pulangnya.

"Akhirnya terduga pelanggar menunggu tiga orang ini putar balik, kurang lebih seperti itu dan terjadilah penembakan," tukasnya.

Kombes Pol Aris Supriyono menegaskan tak ada tawuran yang terjadi di lokasi penembakan tepatnya di depan Alfamart di Jalan Candi Penataran Raya, Ngaliyan, Semarang, pada Minggu (24/12/2024) lalu.

"Penembakan yang dilakukan terduga pelanggar tidak terkait dengan pembubaran tawuran yang sebelumnya terjadi," ucapnya.

Aipda Robig telah melanggar Perkap nomor 1 tahun 2009 tentang penggunaan senjata api.

Ia juga dijerat pasal 13 ayat 1 PPRI nomor 1 tahun 2003 dan perpol nomor 7 tahun 2022 tentang kode etik kepolisian.

"Pelanggar tinggal menunggu sidang kode etik, yang seyogyanya kami lakukan hari ini, kami laksanakan hari berikutnya," lanjutnya.

Kapolrestabes Semarang diduga intervensi

Salah satu keluarga yang enggan disebut identitasnya menjelaskan petugas kepolisian mendatangi rumah duka di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, pada Senin (25/11/2024) lalu.

Mereka mengintervensi keluarga dan meminta mengikhlaskan kematian GRO.

"Kalau dari Kapolrestabesnya datang bareng wartawan. Jadi istilahnya kita diminta supaya bikin tanda tangan pernyataan supaya tidak tersebar atau berkembang kemana-mana, maka kita disuruh mengikhlaskan," bebernya, Minggu (1/12/2024), dikutip dari TribunJateng.com.

Pihak keluarga menolak karena pernyataan Kapolrestabes Semarang berbeda dengan fakta yang terjadi.

"Kami tentu tegas menolak diambil pernyataan tersebut dalam bentuk video. Yang minta satu wartawan itu mewakili dari orang Polrestabes," katanya.

Sementara itu, Wakapolda Jateng, Brigjen Agus Suryo Nugroho, membantah adanya intervensi yang dilakukan petugas kepolisian.

Halaman
1234
Sumber: TribunMuria.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved