Berita Demak

46 Hektare Hutan Mangrove 'Hilang' Ditelan Proyek Tol Semarang-Demak, Apa Dampaknya?

46 hektare hutan mangrove habis ditelah proyek Tol Semarang-Demak, aktivis lingkungan soroti dampaknya terhadap kerusakan ekosistem dan sosial-ekonomi

Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: Yayan Isro Roziki
TribunMuria.com/Rezanda Akbar D
Aktivis Yayasan Rekam Nusantara Foundation menanam mangrove di pesisir pantai utara Demak, Jawa Tengah (Jateng). 

TRIBUNMURIA.COM, DEMAK - Sekitar 46 hektare hutan mangrove hilang sebagai dampak secara langsung maupun tak langsung dari pembangunan proyek Tol Semarang-Demak.

Proyek infrastruktur tersebut menghambat suplai air untuk hutan mangrove di pesisir pantai utara Jawa Tengah (Jateng).

Koordinator Program Kelautan Yayasan Rekam Nusantara Foundation, Oktavianto Prasetyo, mengatakan hilangnya 46 hektare hutan bakau tersebut tentunya mengancam ekosistem lingkungan hidup di sekitar kawasan itu.

Baca juga: Kisah Karnawi Raih Penghargaan Kalpataru Provinsi, 43 Tahun Rawat Mangrove di Pantai Tayu Pati

Baca juga: Kawasan Pesisir Jepara Ditanami 700 Bibit Mangrove, Dandim Jepara: Jaga Pantai dari Ancaman Abrasi 

Baca juga: Turut Tangkal Abrasi Pesisir, Lanal Semarang Tanam Mangrove Pola Jangkar di Pantai Mangunharjo

"Hutan mangrove sangat terdampak, baik secara langsung seperti pembabatan atau penebangan untuk pembangunan proyek tol, ataupun tidak langsung, mangrove yang tidak mendapatkan suplai air laut dan air darat karena terhambat drainase tol," paparnya, Sabtu (27/7/2024).

Oktavianto mengatakan, jika tak ingin kerusakan ekosistem dampak pembangunan Tol Semarang-Demak tak semakin parah, maka revitalisasi hutan mangrove harus secepatnya dilaksanakan.

Dia mengatakan bahwa hutan mangrove memiliki peran untuk melindungi garis pantai serta berfungsi sebagai penghalang alami terhadap badai dan banjir, melindungi garis pantai dari erosi, dan membantu mengurangi dampak bencana alam.

Ada beberapa hal yang disoroti ketika revitalisasi mangrove tak dilakukan sesegera mungkin. 

"Kalau revitalisasi hanya wacana saja, maka akan fatal dampaknya dari faktor lingkungan."

"Kita lihat saja contoh, dahulu wilayah jalur pantura (Sayung, Demak) tidak seekstrim itu, sekarang sudah tergenang," ujarnya.

Kemudian juga dampak dari sosial ekonomi, lanjut Oktavianto, masyarakat pemukiman pesisir juga menjadi korban khususnya para nelayan.

Mengingat ekosistem mangrove ini, merupakan habitat biota perairan. Sehingga ini adalah sumber mata pencaharian warga pesisir utara yang hidupnya bergantung dari hasil laut.

"Bayangkan saja, nelayan di wilayah pesisir dengan menggunakan armada kapal yang kecil dibawah 5 gross tonnage (GT), kalau mangrove ditebang dia mau nyari kepiting di mana?"

"Terus nyari ikan yang biasa jadi tumpuan untuk ekonominya, nyarinya ke mana?" tanya Oktavianto.

"Kalaupun misal (hutan mangrove) dipindahkan titiknya, apakah manusianya juga ikut dipindahkan? Saya kira pemerintah membangun infrastruktur juga perlu melihat kajian lingkungan, sosial dan ekonomi," sambungnya.

Untuk itu, pihaknya berharap agar revitalisasi harus secepatnya dilakukan untuk membangun kembali kawasan hutan mangrove.

Mengingat pohon mangrove memiliki masa tumbuh tahunan. Kata dia, untuk matang, berbunga dan berbuah, mangrove pada usia 4-5 tahun.

"Setelah melewati usia 5 tahun, mangrove akan berproduksi kembali, sedangkan usia hidup mangrove sendiri mencapai ratusan tahun," pungkasnya. (rad)

Sumber: TribunMuria.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved