Berita Nasional
BREAKING NEWS: Setelah NU, Kini Muhammadiyah Putuskan Terima Konsesi Tambang dari Pemerintah
PP Muhammadiyah akhirnya memutuskan menerima konsesi tambang dari pemerintah. Sebelumnya, ormas Nahdlatul Ulama (NU) telah terlebih dulu menerima.
TRIBUNMURIA.COM, JAKARTA – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah akhirnya memutuskan untuk menerima konsesi tambang dari pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sebelumnya, ormas keagamaan terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) telah terlebih dulu menyatakan menerima konsesi tambang dari pemerintah.
Keputusan ini diambil setelah PP Muhammadiyah menggelar rapat pleno yang berlangsung pada Sabtu (13/7/2024) kemarin.
Baca juga: Jaringan Gusdurian Tegas Tolak Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan: Banyak Risiko Turunan
Baca juga: Tolak Kebijakan Obral Izin Tambang, PMKRI Semarang: Jokowi Berupaya Suap Ormas Keagamaan
Baca juga: Obral Izin Tambang untuk Ormas, Siasat Jokowi Jaga Pengaruh, Jatam: Bukan untuk Kesejahteraan
Demikian disampaikan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang UMKM, Pemberdayaan Masyarakat, dan Lingkungan Hidup, Anwar Abbas.
Anwar Abbas mengatakan, melalui berbagai pertimbangan dalam rapat pleno, pada akhirnya diputuskan PP menerima izin usaha pertambangan (IUP) yang ditawarkan oleh pemerintah kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan.
“Sudah diputuskan dalam rapat pleno PP Muhammadiyah sudah menyetujui,” kata Anwar, sebagaimana dilansir Tribunmuria.com, Kamis (25/7/2024) dari pwmjateng.com.
Meski menerima konsesi tambang, kata Anwar, Muhammadiyah memberikan catatan penting.
Antara lain, terkait dengan lingkungan dan hubungan dengan masyarakat setempat.
Anwar Abbas menekankan bahwa pengelolaan tambang oleh Muhammadiyah harus dilakukan dengan menjaga lingkungan.
“Saya tahu Muhammadiyah jadi terima, tapi tolong masalah lingkungan, dampaknya diminimalisir,” ujarnya.
Selain itu, Muhammadiyah juga harus menjaga hubungan baik dengan masyarakat yang terdampak oleh tambang tersebut.
Mantan Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini mengingatkan bahwa pengelolaan tambang harus memperhatikan perhitungan yang matang dan tidak didasarkan pada emosi semata.
“Di situ ada hitung-hitungannya,” tambah Anwar.
Keputusan Muhammadiyah ini mengikuti kebijakan pemerintah yang menyetujui pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada ormas keagamaan.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Selain itu, pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang mengizinkan ormas mengelola usaha pertambangan, serta Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 Tahun 2024 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada Senin, 22 Juli lalu.
Dalam rapat pleno dua pekan yang lalu, PP Muhammadiyah mengkaji kebijakan pemerintah soal izin tambang untuk ormas keagamaan dan memutuskan sikap untuk menerima tawaran tersebut.
“Muhammadiyah siap menerima dan siap mengelola,” ujar Anwar Abbas.
Keputusan Muhammadiyah untuk menerima IUP ini menimbulkan harapan bahwa pengelolaan tambang dapat dilakukan dengan prinsip-prinsip yang bertanggung jawab, baik terhadap lingkungan maupun masyarakat setempat.
Dengan demikian, Muhammadiyah diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam bidang pertambangan sambil tetap menjaga nilai-nilai kemanusiaan dan lingkungan.
Upaya Jokowi jaga pengaruh
Terpisah, obral Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk organisasi masyarakat (ormas) keagamaan, dinilai sebagai siasat Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjaga pengaruh.
Sama sekali bukan untuk meningkatkan kesejahteraan umat atau masyarakat.
Hal ini disampaikan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) yang mengkritik langkah Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Dalam PP Nomor 25 tersebut, terdapat aturan baru yang memberikan izin kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) dan keagamaan untuk mengelola pertambangan.
Koordinator Jatam Nasional, Melky Nahar, menyebutkan, pemberian izin usaha tambang untuk ormas bukan bertujuan untuk mencapai kesejahteraan bersama atau terkait pembukaan lapangan pekerjaan.
“Jatam melihatnya tidak dalam rangka untuk mencapai kesejahteraan bersama karena yang namanya tambang itu kan padat modal dan padat teknologi begitu kan."
"Dia sama sekali tidak berdampak pada kesejahteraan, salah satunya misalnya terkait dengan pembukaan lapangan kerja,” ujar Melky di program Sapa Indonesia Petang Kompas TV, Minggu (2/6/2024).
Oleh karena itu, dia menilai bahwa penerbitan PP tersebut lebih memiliki tujuan politik, yakni menjaga pengaruhnya setelah lengser dari jabatan Presiden RI.
“Sehingga, alih-alih ini berdampak pada kesejahteraan, yang terjadi saya kira ini bisa dibaca sebagai siasat politik jokowi untuk menjaga pengaruh politiknya pasca tidak lagi menjabat pada Oktober mendatang,” kata Melky.
Sebagaimana diberitakan, Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Dilansir dari salinan resmi PP Nomor 25 yang diunggah di laman resmi Sekretaris Negara, Jumat (31/5/2024), aturan tersebut diteken pada 30 Mei 2023.
Dalam Pasal 83A yang membahas Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) secara prioritas disebutkan perihal pemberian izin kepada ormas untuk mengelola pertambangan.
Pada Pasal 83A ayat (1) dijelaskan bahwa dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan dan keagamaan.
Kemudian, WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan wilayah eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Adapun IUPK dan atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada badan usaha tidak dapat dipindahtangankan dan atau dialihkan tanpa persetujuan menteri.
Kemudian, disebutkan bahwa kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan dalam badan usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali.
Badan usaha sebagaimana dimaksud dilarang bekerjasama dengan pemegang PKP2B sebelumnya dan/atau afiliasinya.
Selanjutnya, penawaran WIUPK sebagaimana disebutkan berlaku dalam jangka waktu lima tahun sejak PP ini berlaku.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran WIUPK secara prioritas kepada badan usaha milik organisasi kemasyarakatan keagamaan akan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres).
Bertentangan dengan UU Minerba
Terpisah, Pusat Studi Ekonomi dan Sumber Daya Alam (Pusesda) menyoroti pemberian izin tambang kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pusesda menilai, pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk ormas keagamaan, termasuk di antaranya kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Demikian disampaikan Direktur Pusat Studi Ekonomi dan Sumber Daya Alam (Pusesda) Ilham Rifki.
Ilham mengatakan, IUP yang akan dibagikan merupakan hasil dari pencabutan sebelumnya, yang secara hukum terbukti tidak sesuai prosedur dan kewenangannya.
Yurisprudensinya jelas dapat dilihat dari banyak putusan pengadilan tata usaha negara (PTUN) yang memerintahkan pemerintah mengembalikan IUP kepada badan usaha pemilik sebelumnya.
"Sehingga pemerintah seharusnya memberikan kesempatan terlebih dahulu dan memperjelas status IUP yang dicabut sebelumnya. Pasal 40 (4) UU Minerba menyatakan bahwa pemegang IUP yang menemukan komoditas tambang yang diberikan kesempatan prioritas pengusahaannya," kata Ilham, dilansir dari Kontan.
Kemudian, kata Ilham, ormas keagamaan bukan merupakan subjek yang berhak IUP menurut Undang-Undang Minerba.
Pemberian IUP apalagi mineral dan batu bara, saat ini harus melalui lelang yang dilakukan secara terbuka untuk di ikuti badan usaha lainnya.
Prioritas dimenangkan lelang hanya diberikan kepada BUMN bukan ormas.
Lebih lanjut, wacana pemberian IUP kepada ormas tidak memiliki dasar, kriteria dan urgensi yang jelas.
Sementara di sisi lain, dampak ketidakpastian hukum dan berusaha pada sektor pertambangan terus terjadi sejak dilakukannya pencabutan IUP secara masif.
"Sengketa hukum, wilayah dan kepemilikan menjadi sesuatu yang sangat mungkin terjadi jika pembagian IUP kepada Ormas tetap dilakukan," ujar Ilham.
Ia menambahkan, sesuai dengan tipologi usahanya yang kompleks, sektor tambang memerlukan keahlian dan modal yang cukup.
Tidak ada yang bisa menjamin bahwa pengusahaan tambang oleh ormas keagamaan dapat berdampak lebih positif bagi negara.(*)
Sofwan PDIP Harap RUU Komoditas Strategis Bangkitkan Industri Tembakau Nasional |
![]() |
---|
Ihwal Kedaulatan Energi Nasional, Dewan Penasihat PP Sebut Lifting Migas sebagai Solusi |
![]() |
---|
Menteri ATR Sebut 60 Keluarga Kuasai Hmapir 50 Persen Tanah Indonesia, LSKB: Distribusikan |
![]() |
---|
Aktivis Muda Nahdliyin Sayangkan Keterlibatan PBNU dalam Industri Tambang Ekstraktif |
![]() |
---|
MUI Minta Aparat Usut Tuntas Kasus Perusakan Bangunan Diduga Gereja Kristen di Sukabumi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.