Berita Nasional

BREAKING NEWS: Anwar Usman Terbukti Lakukan Pelanggaran Berat, Dicopot dari Ketua MK

BREAKING NEWS: Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran etik berat dalam memutus perkara Nomor 90 yang memberi tiket cawapres Gibran, keponakannya.

|
Tribunnews/Irwan Rismawan
Anwar Usman dicopot dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), lantaran terbukti melakukan pelanggaran etik berat saat memutus perkara Nomor 90 yang memberi tiket Gibran untuk maju sebagai cawapres Prabowo. Meski Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat saat memutus perkara, putusan Nomor 90 tersebut tak dianulir. 

TRIBUNMURIA.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran etik berat saat memutus perkara 90/PUU-XXI/2023, terkait gugatan batas usia capres-cawapres.

Putusan tersebut memberi tiket dan karpet merah kepada keponakannya Gibran Rakabuming Raka, untuk menjadi bakal calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto.

Terbukti melakukan pelanggaran etik berat, Anwar Usman pun dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK.

Baca juga: Pernah Nyatakan Dukung Prabowo, Jimly akan Putuskan Nasib Paman Gibran dan Putusan MK Sore Ini

Baca juga: Koalisi BEM Solo Raya Demo Jokowi & Putusan MK di Gladag, Bentangkan Spanduk Orde Baru Jilid 2

Baca juga: Respon Temuan PBHI Ihwal Janggalnya Putusan MK, Pakar Hukum UAJ: MK Lakukan Kesalahan Fatal

Namun, meski Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran etik berat dan dipecat dari jabatan Ketua MK, hal itu tak mengubah putusan Nomor 90 yang kontroversial tersebut.

"Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku Hakim Konstitusi," kata Ketua MKMK Jimly Ashhiddiqie Jimly membacakan amar putusan dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Selasa (7/11/2023) petang.

MKMK menilai Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

 "Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan ketua MK kepada hakim terlapor," lanjut Jimly.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terkait batas usia capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum lewat sidang pleno putusan yang digelar di Gedung MK, Jakarta pada Senin (16/10/2023).

Putusan ini terkait gugatan dari mahasiswa yang bernama Almas Tsaqibbirru Re A dengan kuasa hukum Arif Sahudi, Utomo Kurniawan, dkk dengan nomor gugatan 90/PUU-XXI/2023 dibacakan oleh Manahan Sitompul selaku Hakim Anggota.

Pada gugatan ini, pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman, di dalam persidangan, Senin (16/10/2023).

Sehingga Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi:

"Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah."

Namun, putusan tersebut kontroversial. Bahkan, dinilai tidak sah oleh sejumlah pakar, karena adanya dugaan konflik kepentingan antara Ketua MK Anwar Usman dengan keponakannya, yakni putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabumingraka (36).

Terkait hal itu, pemohon perkara 90/PUU-XXI/2023, Almas Tsaqqibbiru, merupakan penggemar dari Gibran, yang juga menjabat Wali Kota Solo.

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved