Berita Nasional
Pakar Hukum Tata Negara UGM: MK Jangan Jadi Alat Meloloskan Hasrat Satu Keluarga Tertentu
Pakar hukum tata negara UGM Zainal Arifin Mochtar peringatkan MK jangan dijadikan alat untuk meloloskan hasrat satu keluarga tertentu untuk berkuasa.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Univesitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar, merespon polemik gugatan atau judial review UU Pemilu terakit dengan batas minimal usia calon presiden-wakil presiden (capres-cawapres) yang tengah bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK).
Ahli hukum yang karib disapa Uceng itu menyatakan, MK tak boleh dijadikan alat untuk meloloskan hasrat satu keluarga tertentu.
Sejatinya, Uceng tidak menolak batas usia minimal capres/cawapres diturunkan ke aturan awal yakni dari 40 tahun ke 35 tahun.
Hal ini, katanya, untuk memberikan kesempatan anak-anak muda untuk berkarya bagi bangsa dan negara.
“Apalagi negara ini dibangun dari cita-cita besar anak-anak muda,” katanya dalam cuplikan video yang dikirim kepada wartawan yang menghubunginya, Senin (25/9/2023).
Hanya saja, kata Uceng, panggilan akrabnya, problemnya adalah ketika bangunan cita-cita besar itu hanya untuk meluluskan hasrat satu keluarga tertentu atau orang tertentu yang mau menjadi capres atau cawapres.
"Kita tidak boleh kemudian membawa kepentingan negara atau konsep kenegaraan untuk kepentingan orang per orang. Apalagi ini ujug-ujug."
"Partai-partai kan sudah sepakat usia capres/cawapres minimal 40 tahun, dan kalau soal usia begini kan "open legal policy" saja, menurut apa yang diinginkan oleh partai-partai," jelasnya.
“Open legal policy” atau kebijakan hukum terbuka adalah kebijakan mengenai ketentuan dalam pasal tertentu dalam undang-undang yang merupakan kewenangan pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dan DPR RI.
Menurut Uceng, semula aturan usia minimal capres/cawapres adalah 35 tahun, kemudian partai-partai menggesernya dari 35 tahun menjadi 40 tahun.
"Saya yakin ada kepentingan sesaat menarik dari 40 ke 35 tahun."
"Tapi menariknya kembali dari 40 menjadi 35 tahun juga pasti ada kepentingan sesaat," tegasnya.
Untuk gugatan soal usia minimal capres ini, kata Uceng, kembalikan saja ke kebiasaan MK.
"Kebiasaan MK kalau sudah menyangkut usia untuk jabatan publik adalah 'open legal policy' yang menjadi urusan DPR dan pemerintah. Apalagi isu konstitusionalnya tidak besar," pintanya.
"Tapi saya juga heran, MK sering katakan ini ‘open legal policy’, jangan diganggu."
Sofwan PDIP Harap RUU Komoditas Strategis Bangkitkan Industri Tembakau Nasional |
![]() |
---|
Ihwal Kedaulatan Energi Nasional, Dewan Penasihat PP Sebut Lifting Migas sebagai Solusi |
![]() |
---|
Menteri ATR Sebut 60 Keluarga Kuasai Hmapir 50 Persen Tanah Indonesia, LSKB: Distribusikan |
![]() |
---|
Aktivis Muda Nahdliyin Sayangkan Keterlibatan PBNU dalam Industri Tambang Ekstraktif |
![]() |
---|
MUI Minta Aparat Usut Tuntas Kasus Perusakan Bangunan Diduga Gereja Kristen di Sukabumi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.