Berita Nasional
Pakar Hukum Tata Negara UGM: MK Jangan Jadi Alat Meloloskan Hasrat Satu Keluarga Tertentu
Pakar hukum tata negara UGM Zainal Arifin Mochtar peringatkan MK jangan dijadikan alat untuk meloloskan hasrat satu keluarga tertentu untuk berkuasa.
Mahfud peringatkan hakim MK soal rambu-rambu

Terpisah, ahli Hukum Tata Negara yang juga menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menko Polhukam) Mahfud MD angkat bicara mengenai wacana pembatasan usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres - cawapres). Mahfud menegaskan, putusan MK soal batas usia capres - cawapres tak boleh diintervensi.
Saat ini, aturan mengenai batas minimal usia capre - cawapres sedang digugat sejumlah pihak ke Mahkamah Konstitusi.
Mahfud yakin, hakim Mahakamah Konstitusi akan bersikap profesional dalam memutus uji materi aturan ini.
Kata Mahfud, tugas MK sebatas membatalkan aturan yang melanggar konstitusi. Dituturkan, selama aturan itu tidak melanggar konstitusi, maka MK tak boleh membatalkannya.
Ihwal adanya batasan usia capres - cawapres dalam UU Pemilu, menurut Mahfud itu tak melanggar konstitusi.
"Misalnya, kalau usia (capres - cawapres) itu, berapa sih yang tidak melanggar konstitusi? Apakah 40 (tahun) melanggar, apakah 25 (tahun) melanggar, apakah 70 (tahun) melanggar? Nah, itu kalau tidak ada pengaturannya bahwa konstitusi tidak melarang atau menyuruh, berarti itu tidak melanggar konstitusi," terangnya, di sela kunjungan ke Ponpes Alfalah di Desa Karangharjo, Kecamatan Silo, Jember, Minggu (24/9/2023).
Ditegaskan, kewenangan MK adalah membatalkan aturan atau perundangan yang dinilai melanggar konstitusi.
Menurutnya, itu merupakan standar ilmiah kewenangan MK di seluruh dunia, sejak lembaga ini kali pertama dibentuk di Wina, Austria pada 1920.
Karenanya, ditegaskan jika aturan perundangan itu tak melanggar konstitusi, maka MK tak boleh membatalkan.
Lalu, jika aturan itu ingin diubah bagaimana? Mahfud tegas menjawab itu bukan ranah MK, melainkan DPR RI.
"Kalau mau diubah gimana? Bukan MK yang mengubah. Yang mengubah itu DPR, lembaga legislatif. Nah, MK sudah tahu itu," tegas pejabat asal Madura itu.
"Dan selama ini kalau menyangkut open legal policy, atau politik hukum yang sifatnya terbuka, itu MK bukan menolak gugatan, tetapi tidak menerima. Tidak menerima dan menolak itu beda," sambung Mahfud.
Diterangkan, kalau menolak itu artinya permohonan ditolak. Sementara, bila tidak menerima, artinya dikembalikan untuk diproses melalui lain atau proses baru.
"Oleh sebab itu, yang terpenting ada dua. Satu kita serahkan masalah itu kepada hakim Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan," paprnya.
Sofwan PDIP Harap RUU Komoditas Strategis Bangkitkan Industri Tembakau Nasional |
![]() |
---|
Ihwal Kedaulatan Energi Nasional, Dewan Penasihat PP Sebut Lifting Migas sebagai Solusi |
![]() |
---|
Menteri ATR Sebut 60 Keluarga Kuasai Hmapir 50 Persen Tanah Indonesia, LSKB: Distribusikan |
![]() |
---|
Aktivis Muda Nahdliyin Sayangkan Keterlibatan PBNU dalam Industri Tambang Ekstraktif |
![]() |
---|
MUI Minta Aparat Usut Tuntas Kasus Perusakan Bangunan Diduga Gereja Kristen di Sukabumi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.