Berita Semarang
Buruh Pabrik Semarang Kritik Subsidi Kendaraan Listrik
Seorang buruh pabrik di Kota Semarang bernama Rahmad Hidayat mengkritik kebijakan subsidi kendaraan listrik.
Penulis: Budi Susanto | Editor: Daniel Ari Purnomo
TRIBUNMURIA.COM, SEMARANG - Kendaraan listrik tengah jadi pembahasan hangat berbagai kalangan.
Hal itu lantaran imbas dari kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat.
Kebijakan tersebut berupa pemberian subsidi untuk membeli kendaraan listrik.
Baca juga: Pemkot Semarang Anggarkan Pembelian Kendaraan Listrik pada APBD Perubahan 2022
Subsidi pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) itu bakal diterapkan pada 20 Maret mendatang.
Subsidi tersebut menjadi mengnet bagi masyarakat untuk beralih ke kendaraan listrik.
Apalagi Kementerian Perindustrian telah mengusulkan jumlah kendaraan yang akan mendapatkan subsidi.
Tak tanggung-tanggung, Kementerian Perindustrian bakal mensubsidi 200 ribu unit motor listrik.
Selain sepeda motor listrik, subsidi tersebut bakal menyasar ke 35.900 unit mobil listrik.
Bagi masyarakat menengah atas, pastinya hal tersebut sangat menggiurkan.
Namun lain halnya bagi masyarakat kalangan menengah bawah. Subsidi yang akan diberikan dirasa tak memiliki dampak positif.
"Sangat aneh sebenarnya, lewat kebijakan itu, sebenarnya pemerintah berpihak ke masyarakat kalangan bawah, pengusaha atau orang kaya," kata Rahmad Hidayat (46) satu di antara warga Semarang Tengah saat merespon kebijakan subsidi kendaraan listrik, Rabu (15/3/2023).
Ia mengaku masyarakat berpenghasilan rendah masih terbebani biaya hidup.
Namun pemerintah menghamburkan uang lewat subsidi kendaraan listrik.
Kondisi tersebut tak mencerminkan perhatian nasib masyarakat tingkat bawah.
"Kalau mau lebih baik harusnya masyarakat tingkat bawah diperhatikan nasibnya, benahi transportasi umum agar lebih nyaman dan dapat digunakan semua kalangan khusunya masyarakat berpenghasilan rendah. Bukan lewat subsidi kendaraan listrik yang tak berguna bagi buruh pabrik yang butuh mobilitas tinggi," tegasnya.
Apa yang disampaikan Rahmad berdasarkan pengalaman pribadi dan rekan-rekan yang bekerja di salah satu pabrik garmen di Kota Semarang.
Ia menceritakan mobilitas buruh pabrik tak dibarengi dengan ketersediaan transpotasi umum yang memadai.
Kondisi itu membuat biaya mobilitas semakin membengkak karena harus kredit sepeda motor.
"50 persen gaji yang kami terima habis untuk mobilitas, mencicil kendaraan sampai perawatan. Kalau tidak punya kendaraan tidak bisa berangkat kerja, karena mayoritas rumah dan pabrik jaraknya jauh," katanya.
Ia kembali menegaskan, subsidi kendaraan listrik harusnya bisa untuk membenahi sektor transportasi supaya semua terlayani dengan baik.
"Jadi menurut saya, subsidi tersebut tak akan dirasa oleh masyarakat berpendapatan rendah, alias hanya untuk orang berduit saja. Kalau seperti itu berarti subsidi tak tepat sasaran," paparnya.
Adapun data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), peredaran kendaraan listrik atau Battery Electric Vehicle (BEV) di Indonesia mengalami peningkatan 100 persen pada 2022.
Pada 2022 Gaikindo mencatat 1.272 unik BEV terjual ke berbagai daerah, sedangkan tahun sebelumnya hanya 612 unit.
Meski demikian, beberapa pengguna kendaraan listrik masih saja sulit mendapatkan tempat pengisian daya untuk kendaraan listrik. Apalagi saat melintas ke Kota Semarang dan sekitarnya.
Hal itu lantaran minimnya Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di wilayah Kota Semarang dan sekitarnya.
Kebanyakan SPKLU di wilayah Jateng-DIY hanya tersedia di rest area jalan tol, namun tidak di wilayah perkotaan.
Catatan Tribunmuria.com, awal 2022 lalu, terdapat 8 SPKLU yang disediakan oleh PLN Jateng DIY.
Tempat pengisian daya itu ada di SPKLU PLN Semarang, SPKLU rest area 379A, res area 519A, rest area 519B, rest area 389B, SPKLU PLN Surakarta, SPKLU Yogyakarta, dan SPKLU UID Jateng DIY.
Minimnya SPKLU yang ada juga disentil oleh beberapa pengguna mobil listrik yang acapkali melintas ke beberapa daerah di Jateng tak terkecuali di Kota Semarang.
"Bingung juga kalau pakai mobil listrik ke Jateng, karena tempat pengisian daya jarang ada. Bahkan saat saya ke Kota Semarang, mobil listrik saya hampir kehabisan daya. Sempat cari tempat pengisian daya tidak ada, akhirnya disarankan kembali ke res area jalan tol lagi untuk mengisi daya," kata Johan Roy, satu di antara pengguna mobil listrik asal Bogor kepada Tribunmuria.com.
Dipaparkannya, infrastruktur harusnya dipersiapkan oleh pemerintah terlebih dahulu jika ingin mendorong masyarakat berlainan ke kendaraan ramah lingkungan.
Namun berdasarkan fakta di lapangan yang ditemui Roy, infrastruktur seperti pengisian daya tak mendukung pengguna kendaraan listrik.
"Yang harusnya memudahkan tapi malah menyulitkan. Meski pemerintah mengeluarkan subsidi, tapi kalau tak diimbangi infrastruktur sama saja akan menyusahkan penggunaan kendaraan listrik," tuturnya.
(*)
DPRD Jateng Temui Massa Aksi Aliansi Mahasiswa Semarang Raya, Asrar Janji Sampaikan Aspirasi |
![]() |
---|
Pegadaian Kanwil XI Semarang Gelar Khitan Massal, 200 Anak Dikhitan Gratis dengan Metode Modern |
![]() |
---|
Ontosoroh Modern dalam Monolog ‘Paramita’ Teater HAE Semarang, Peringati Seabad Pramoedya |
![]() |
---|
Rekomendasi 5 Barbershop Terbaik di Semarang, Apa Saja? Simak Daftarnya |
![]() |
---|
Ihwal TNI Masuk Kampus, Wakil Rektor UIN Walisongo Semarang: Seperti Zaman Orde Baru |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.