Berita Jateng

Mbah Sani Perjuangkan Tanahnya yang Sudah Dihuni 30 Tahun, Ari Wachid: Kami Kawal Hingga Komisi III

Mbah Sani, lansia miskin di Pati terancam kehilangan rumah yang sudah dihuninya sekitar 30 tahun seiring rencana eksekusi oleh PN Pati.

Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: Muhammad Olies
Tribun Jateng/Mazka Hauzan Naufal
Mbah Sani saat mengadu dan meminta bantuan terkait sengketa kepemilikan lahan, Jumat (6/1/2023). Mbah Sani dan kuasa hukumnya ditemui Wakil Ketua DPRD Pati dan juga Wakil Ketua DPD Gerindra Jawa Tengah Ari Wachid (baju putih). 

TRIBUNMURIA.COM, PATI - Mbah Sani (64) berjalan kaki sejauh 30 kilometer dari rumahnya Desa Ngemplak Lor, RT 4 RW 2, Kecamatan Margoyoso untuk mengadukan nasibnya dan sekaligus meminta bantuan ke DPRD Pati, Jumat (6/1/2023). Warga lanjut usia (lansia) miskin ini terancam kehilangan rumah yang sudah dihuninya sekitar 30 tahun seiring rencana eksekusi yang akan dilakukan Pengadilan Negeri (PN) Pati pekan depan.

Mbah Sani datang ke Gedung DPRD Pati didampingi salah seorang kerabatnya serta kuasa hukumnya Sukarman. Mereka diterima Wakil Ketua DPRD Pati Hardi dan Wakil Ketua Komisi C DPRD Pati Irianto Budi Utomo. Turut hadir pula Wakil Ketua DPD Gerindra Jawa Tengah Ari Wachid

Saat ini pengadilan sudah bersiap melakukan eksekusi pengosongan lahan. Sehingga Mbah Sani terancam kehilangan tanah seluas 800 meter persegi tempat rumah yang selama ini dihuninya seorang diri.

Meski sudah "di ujung tanduk", Mbah Sani belum menyerah. Didampingi kuasa hukumnya, Sukarman, Mbah Sani mendatangi gedung wakil rakyat, DPRD Pati, untuk mengadu dan meminta bantuan.

Mbah Sani memasuki Gedung DPRD Pati dengan aksi berjalan kaki sebagai simbol bahwa dirinya yang sudah lanjut usia masih punya semangat juang untuk mempertahankan tanah yang selama puluhan tahun ditinggalinya.

didampingi kerabat dan kuasa hukumnya Sukarman
Mbah Sani (depan kanan) didampingi kerabat dan kuasa hukumnya Sukarman (depan baju kotak-kotak) berjalan ke Gedung DPRD Pati untuk mengadu dan meminta bantuan terkait perkara sengketa kepemilikan tanah, Jumat (6/1/2023).

 

Untuk diketahui, Mbah Sani merupakan warga Desa Ngemplak Lor RT 4 RW 2, Kecamatan Margoyoso.

Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Pati No. 42/Pdt.G/2017/PN.Pti, gugatan tetangga Mbah Sani, yaitu Srigati, Hariyati, Haryanto, dan Haryatun dikabulkan.

Dalam putusan pengadilan itu, tanah beserta rumah yang selama ini ditinggali Mbah Sani masuk menjadi bagian dari Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 320 atas nama Kahar yang merupakan orang tua para penggugat.

"Waktu sidang saya tak mampu sewa pengacara, makanya bingung dan sekedar datang di pengadilan. Sedangkan mereka pakai jasa pengacara," ucap Mbah Sani

Mbah Sani tidak rela jika tanah yang dulu dia dapatkan dengan uang hasil menjual tegal peninggalan orang tua itu jadi milik orang lain.

"Saya tidak mau kalau diusir. Saya sudah tinggal di sana 30 tahun lebih," kata dia.

Baca juga: Tak Ada Pendampingan Advokat dalam Sengketa Tanah Milik Lansia Pati, PN Beri Tanggapan

Baca juga: Temui Korban Banjir di Pati, Mensos Risma Berencana Buat Lumbung Sosial di Desa Gadudero

Baca juga: Ribuan Pelayat Antar Mbah Ubed Mustasyar NU Jepara ke Makam Masjid Ngembes Donorojo

Kuasa hukum Mbah Sani, Sukarman, berharap DPRD Pati menjalankan fungsi pengawasannya berkaitan dengan mekanisme sengketa tanah yang dihadapi Mbah Sani.

"Mbah Sani adalah korban dari sebuah mekanisme penerbitan hak atas tanah yang menurut saya banyak yang perlu dievaluasi," ungkap dia.

Pria yang akrab disapa Karman ini mengatakan, Mbah Sani sudah punya akta jual beli dan sudah bayar pajak tanah tiap tahun.

"Namun demikian ada warga lain yang kemudian melakukan gugatan di pengadilan dan tanah yang dibeli Mbah Sani ini masuk menjadi bagian dari sertifikat penggugat," kata dia.

Karena putusan pengadilan sudah inkrah, lanjut dia, Mbah Sani terancam nasibnya.

"Pengadilan Negeri Pati sudah memperingatkan supaya Mbah Sani mengosongkan lahannya. Maka kami hadir ke sini untuk melakukan pengawasan dan membuka bagaimana sejarah tumpang-tindih antara tanah Mbah Sani dengan tanah milik orang lain yang sama-sama mempunyai sertifikat hak milik," ucap dia.

Karman mengatakan, Senin besok ia akan bersurat dengan Bawas Mahkamah Agung. Dia berharap Bawas Mahkamah Agung melakukan eksaminasi, menelaah apakah putusan Pengadilan Negeri Pati yang mengalahkan Mbah Sani sesuai dengan koridor hukum atau tidak.

"Ini tidak mempengaruhi peradilan, tapi kami ingin membuka kepada publik bahwa Mbah Sani ketika digugat tidak ada advokat yang mendampingi. Sehingga kemudian tidak mengajukan saksi-saksi ataupun bukti tertulis," kata dia.

Karman mengaku prihatin karena PN Pati memiliki posko bantuan hukum gratis, namun tidak merekomendasikannya kepada Mbah Sani.

Karman juga berharap, DPRD membantu untuk meminta PN Pati melakukan penundaan eksekusi.

"Sebab kami sedang dalam proses pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Paling tidak penundaan ini untuk menghormati proses memori PK yang kami lakukan," tandas dia.

Wakil Ketua DPD Gerindra Jawa Tengah, Ari Wachid mengatakan, pihaknya tergerak ikut mengawal perkara Mbah Sani karena alasan kemanusiaan. Hati nuraninya terusik melihat lansia seperti Mbah Sani tidak bisa hidup dengan tenang menikmati masa tuanya di rumah yang sudah ditinggali selama puluhan tahun.

Setelah pertemuan ini, Ari Wachid akan menyampaikan materi dari kuasa hukum Mbah Sani kepada perwakilan Partai Gerindra di Komisi III DPR RI.

"Kami punya perwakilan di sana, Pak Habiburrokhman dan juga pimpinan komisi. Insyaa Allah beliau bijak menanggapi hal seperti ini. Terlebih Mbah Sani seorang warga miskin, janda, dan di pengadilan kemarin tidak didampingi kuasa hukum," kata Ari Wachid.

Menurut Ari, ini adalah hal yang seharusnya tidak terjadi di Indonesia. Sebab Negara sudah mengalokasikan bantuan hukum gratis bagi warga yang tidak mampu.

Wakil Ketua II DPRD Pati Hardi berjanji akan mengawal kasus ini hingga tuntas. Dia berharap bisa dilakukan PK terhadap putusan PN Pati.

"Insyaa Allah saya juga akan datang ke PN Pati untuk meminta agar eksekusi ditunda," ujar Ketua DPC Partai Gerindra Pati ini. 

Sebelumnya, Humas PN Pati Aris Dwi Hartoyo mengatakan terkait Mbah Sani yang tidak didampingi advokat dan tidak direkomendasikan posko bantuan hukum, dalam hal ini hakim bersifat pasif.

Sebab menurutnya, perkara Mbah Sani adalah kasus perdata sehingga hakim bersifat pasif. Sehingga soal mau didampingi advokat atau tidak, itu sepenuhnya diserahkan kepada pihak Mbah Sani.

"Jika pihak Mbah Sani tidak puas dengan putusan majelis hakim silakan saja tempuh upaya hukum luar biasa yakni Peninjauan Kembali (PK)," tandas Aris.
 

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved