Berita Jateng
Yoga Sebut Omset Apotek Turun Drastis Pascamerebaknya Gagal Ginjal Akut pada Anak, Padahal . . .
Omset sejumlah apotek di Purwoerto turun drastis pasca-merebaknya kasus gagal ginjal akut pada anak, lantaran Kemenkes larang penggunaan obat sirop.
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: Yayan Isro Roziki
TRIBUNMURIA.COM, PURWOKERTO - Terjadinya kasus gagal ginjal pada anak yang disebabkan oleh cemaran Dietilen Glikol (DEG) dan Etilen Glikol (EG) yang terjadi di Gambia, Afrika menyebabkan masyarakat panik.
Hal ini diperparah dengan santernya pemberitaan media sosial yang simpang siur dan penuh ketidakpastian.
Salah seorang apoteker di wilayah Purwokerto menuturkan masih terjadi disinformasi.
"Kami juga sedang menunggu kepastian informasi terutama dari BPOM selaku Lembaga resmi yang menjamin mutu dan keamanan obat."
"Sebab hari ini ada surat edaran terkait larangan sementara penjualan semua sediaan sirup."
"Padahal informasi yang kami dapat sebenarnya produk-produk yang tercemar terutama yang di produksi di India tidak masuk di Indonesia," ujar Apoteker Samudra Farma, Purwokerto, Yoga Bagus kepada Tribunmuria.com, Kamis (20/10/2022).
Yoga menjelaskan di Apotek Samudra Farma tempat dirinya berpraktik, sementara menghentikan atau mengerem penjualan obat berbentuk sirop sehingga penjualan stop 100 persen.
"Kami pada dasarnya taat pada pemerintah dan mengutamakan keselamatan pasien."
"Sehingga sementara ini kami mengedukasi masyarakat menggunaan sediaan lain selain sirop hingga adanya konfirmasi resmi dari BPOM terkait keamanan sediaan-sediaan sirop yang beredar di Indonesia," ujarnya.
Yoga megatakan apoteknya terdampak cukup signifikan setelah beradarnya isu ini.
Untuk omset tentu sangat terdampak, dalam sehari ini saja ada puluhan pasien yang tanya terkait kasus ini.
Apalagi banyak status di media sosial yang isinya adalah kepanikan akan isu ini.
Tapi untungnya menurutnya masyarakat cerdas cerdas sehingga mudah diedukasi agar sementara menggunakan obat dalam bentuk sediaan yang lain dulu selain sirop seperti puyer, suppositoria (obat yang dimasukkan dalam dubur) tablet kunyah dan lainnya.
Dirinya juga mengimbau agar masyarakat tidak perlu panik dalam menghadapi isu ini.
"Saya sangat berharap semoga masyarakat tetap tenang dan bijak dalam menggunakan obat."
"Gunakan obat hanya saat dibutuhkan, apabila masyarakat butuh informasi yang pasti terkait keamanan obat silakan datang ke apotek terdekat."
"Konsultasikan pada ahlinya obat sebab apoteker pasti akan memilihkan obat yang aman, tepat dosis dan efektif," imbuhnya.
Kemenkes minta apotek hentikan penjualan obat sirop
Sebelumnya diberitakan, kasus gangguan ginjal akut pada anak merebak di 20 provinsi di Indonesia.
Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDA), saat ini tercatat 192 kasus gangguan ginjal akut (acute kidney injury/AKI) pada anak, dengan mayoritas penderita adalah anak bawah lima tahun (balita).
Seiring dengan merebaknya gangguan ginjal akut pada anak, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menginstruksikan semua apotek agar tidak menjual obat bebas ataupun obat bebas terbatas dalam bentuk cair (sirop) untuk sementara waktu.
Pun, orangtua diminta tidak sembarangan memberikan obat yang dijual bebas atau terbatas kepada anak-anak, tanpa resep atau anjuran tenaga kesehatan (nakes)/dokter.
Instruksi itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada Anak.
"Seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk syrup (sirop) kepada masyarakat."
"Ini, sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis instruksi tersebut, dikutip Kompas.com, Rabu (19/10/2022).
Instruksi yang ditandatangani oleh Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Murti Utami itu juga meminta agar para tenaga kesehatan (nakes) tidak meresepkan obat dalam bentuk cair untuk sementara waktu.
"Tenaga Kesehatan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/syrup sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," sebutnya.
Sementara itu, apabila sudah ditemukan gangguan ginjal akut pada anak, fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) harus merujuk pasien tersebut ke rumah sakit yang memiliki dokter spesialis ginjal anak dan fasilitas hemodialisis (cuci darah) anak.
Rujukan perlu dilakukan bila fasyankes tidak memiliki fasilitas ruangan intensif berupa High Care Unit (HCU) dan Pediatric Intensive Care Unit (PICU).
"Penatalaksanaan pasien oleh rumah sakit mengacu pada Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/I/3305/2022 tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Atipikal Pada Anak di Fasilitas Pelayanan Kesehatan," tulis instruksi Kemenkes.
Di sisi lain, fasyankes bersama dinas kesehatan (dinkes) setempat perlu memberikan edukasi agar orangtua lebih waspada, utamanya jika memiliki anak dengan usia di bawah 6 tahun yang memiliki gejala gangguan ginjal.
Gejala yang perlu diwaspadai, tidak minum sembarang obat
Gejala yang perlu diwaspadai adalah penurunan volume atau frekuensi urine maupun tidak ada urine, dengan atau tanpa demam/gejala prodromal lain.
Jika ditemukan gejala tersebut, maka segeralah menuju ke klinik, rumah sakit, ataupun fasilitas kesehatan lain terdekat.
Selain itu, untuk pencegahan, orangtua yang memiliki anak terutama usia balita untuk sementara tidak mengonsumsi obat-obatan yang didapatkan secara bebas tanpa anjuran dari tenaga kesehatan yang kompeten sampai dilakukan pengumuman resmi dari pemerintah.
"Perawatan anak sakit yang menderita demam di rumah lebih mengedepankan tata laksana non farmakologis seperti mencukupi kebutuhan cairan, kompres air hangat, dan menggunakan pakaian tipis," jelas instruksi.
192 kasus gangguan ginjal akut pada anak
Sebagai informasi, berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), terdapat 192 kasus gangguan ginjal akut misterius di 20 provinsi hingga Selasa (18/10/2022).
Data ini berasal dari cabang IDAI yang dia terima dan merupakan kasus kumulatif sejak Januari 2022.
Perinciannya, 2 kasus pada Januari, 2 kasus di bulan Maret, 6 kasus pada bulan Mei, 3 kasus pada Juni, 9 kasus di bulan Juli, 37 kasus di bulan Agustus, dan 81 kasus di bulan September.
Menurut sebarannya, kasus gangguan ginjal akut (acute kidney injury/AKI) paling banyak tersebar di DKI Jakarta dengan total mencapai 50 kasus.
Diikuti Jawa Barat sebanyak 24 kasus, Jawa Timur 24 kasus, Sumatera Barat 21 kasus, Aceh 18 kasus, dan Bali 17 kasus.
Sedangkan provinsi lainnya berkisar antara 1-2 kasus. Penderita masih didominasi oleh bayi di bawah usia lima tahun (balita). (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/muria/foto/bank/originals/apoteker-omset-apotek-turun-drastis-pascalarangan-jual-obat-sirop.jpg)