Kriminal dan Hukum
Oknum Bhayangkari Tipu Janda Polisi Rp847 Juta Dintuntut 3 Tahun Penjara, Puskampol: Hina Akal Sehat
Bhayangkari Tipu Janda Polisi Rp847 Juta Dintuntut 3 Tahun Penjara, Puskampol: Menghina Akal Sehat. kanit provos polsek tembalang aiptu budi geswanto
TRIBUNMURIA.COM, SEMARANG - Bhayangkari Polsek Tembalang, Kota Semarang, Sri Winarsih, didakwa melakukan penipuan hingga korban menelan kerugian Rp847 juta.
Sri Winarsih merupakan istri sah dari Kanit Provos Polsek Tembalang, Aiptu Budi Geswantoro.
Sementara, korban dalam perkara ini adalah, Dewi Indrawati, seorang janda mendiang polisi almarhum Aiptu Subiakta, mantan Bhabinkamtibmas di Polsek Banyumanik, Semarang.
Perkara penipuan tersebut saat ini telah disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, dan telah melewati agenda tuntutan.
Oleh jaksa penuntut umum, terdakwa Sri Winarsih, dituntut hukuman tiga tahun penjara.
Korban, Dewi Indrawati, merasa masygul atas perjalanan kasus ini dan tuntutan hukuman terhadap terdakwa yang dinilainya ringan.
Pusat Kajian Militer dan Kepolisian (Puskampol) pun turut menyoroti perkara ini. Seperti apa?
Kronologi peristiwa
Dewi Indrawati, menceritakan koronologi penipuan yang merugikan dirinya hingga lebih dari setengah miliar rupiah tersebut.
Dituturkan, perkara ini bermula beberapa waktu setelah suaminya, Aiptu Subiakta, meninggal pada 22 November 2016.
"Sekitar sepekan setelah suami meninggal, saya komunikasi dengan bu Sri Winarsih, terkait peluang kerja di Angkasa Pura," ucap ibu dua anak tersebut, melalui sambungan telepon, Senin (11/4/2022).
Dikatakan, sebelum suaminya meninggal, Sri Winarsih bercerita bila anak terdakwa telah bekerja di Angkasa Pura, tepatnya di Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang, berkat bantuan 'orang dalam'.
Sebagai single parent, Dewi ingin anak-anaknya segera bisa bekerja. Terlebih, kala itu anak pertamanya sudah hendak lulus kuliah.
Sementara anak keduanya juga menjelang lulus sekolah setara sekolah menengah atas (SMA).
"Sebagai seorang ibu yang ingin anak-anaknya segera mentas, saya tertarik dengan cerita bu Sri tersebut, saya pun kemudian menghubungi terdakwa," katanya.
Beberapa waktu berselang, terdakwa datang ke rumahnya kala itu, di Asrama Polisi Sendangmulyo.
Diakui, ketika mula perkara ini terjadi, ia dan terdakwa sama-sama tinggal di asrama polisi tersebut.
"Waktu itu dia bilang: 'bu, ini ada lowong di Angkasa Pura, kalau mau njenengan titip nama, biayanya Ro10 juta', itu langsung saya kasih," ceritanya.
Saat itu, ucapnya, terdakwa menyebut nama seseorang, berinisial N, sebagai pejabat di Angkasa Pura, yang bisa mengurus segala sesuatu agar anaknya bisa bekerja di Angkasa Pura.
Selanjutnya, hari berganti, Sri Winarsih masih kerap meminta uang kepadanya dengan nominal beragam, dengan berbagai macam alasan.
"Selang waktunya hingga sekitar 4 tahun tiga bulan, nominal uangnya jika ditotal mencapai Rp847 juta," kata Dewi.
Setelah sekian waktu tak ada kejelasan, pada tanggal 14 Maret 2021, ia pun berinisiatif bertanya kepada terdakwa.
Oleh terdakwa, dikatakan bahwa pada sore itu ada gladi bersih untuk pelantikan pegawai Angkasa Pura yang baru di Bandara Ahmad Yani Semarang.
Di mana, di antara pegawai yang akan dilantik adalah dua orang anaknya tersebut.
Tak percaya begitu saja, Dewi bersama anaknya kemudian mendatangi Bandara Ahmad Yani.
Di sana, ia mencari informasi terkait pelantikan pegawai, serta keberadaan N, seseorang yang diakui terdakwa sebagai pejabat Angkasa Pura tersebut.
"Dari situlah mulai terbongkar, kalau selama ini semuanya bohong," sesal Dewi.
Tak lama setelah terbongkarnya kebohongan itu, Sri Winarsih, mendatangi rumahnya, dan mengakui semua kebohongan yang telah diperbuat.
Serta berjanji akan mengembalikan uang yang telah diterimanya dengan cara dicicil.
"Kala itu, disaksikan oleh beberapa orang saksi, termasuk Pak RT," katanya.
Reaksi suami terdakwa tak terduga
Selain pengakuan di hadapan saksi, kala itu suami terdakwa, Aiptu Budi Geswantoro, juga dihubungi via telepon.
Menurut Dewi, dari nada bicara yang ada reaksinya suaminya biasa saja, diduga tak ada kekagetan sama sekali.
"Suaminya malah cengengesan bilang: 'ya kan bisa dicicil toh pengembaliannya'," tutur Dewi menceritakan situasi saat itu.
Ia menduga, dari reaksi suaminya yang tak menampakkan kekagetan, uang hasil menipu Sri Winarsih, telah dinikmati oleh seluruh anggota keluarga terdakwa.
Beberapa waktu berselang dari 'pengakuan dosa' Sri Winarsih tersebut, tak ada iktikad baik yang ditunjukkan terdakwa.
Hingga pada akhirnya, Dewi melaporkan kasus ini ke Polda Jateng pada medio April 2021.
Laporan tersebut kemudian ditindaklanjuti, di mana pada akhirnya Sri Winarsih diproses hukum hingga disidangkan di PN Semarang.
Namun, yang bikin janggal menurut Dewi adalah selama Sri Winarsih diperiksa sebagai tersangka hingga terdakwa, Aiptu Budi Geswantoro, tak pernah dihadirkan sebagai saksi.
"Padahal, saya yakin seyakin-yakinnya, sang suami diduga mengetahui dan mungkin saja menikmati uang hasil kejahatan istrinya," ucap Dewi.
Terlebih, diceritakan, dari pengakuan Sri Winarsih, uang itu digunakan untuk berbagai kebutuhan rumah tangganya.
Termasuk di antaranya membeli mobil dan sepeda motor, serta membiayai pendidikan kedua anak terdakwa.
"Dinalar saja, bu Sri Winarsih ini tak bekerja, ibu rumah tangga biasa, bagaimana bisa membeli berbagai barang, masak suaiminya tidak curiga?," tanya.
Kini, Dewi berharap ia bisa mendapatkan keadilan dari kasus ini. Diharapkan, pihak berwenang mengusut tuntas kasus ini, serta menyeret siapa saja yang terlibat di dalamnya.
Pengamat: usut tuntas dugaan peran suami
Koordinator Pusat Kajian Militer dan Kepolisian (Puskampol), Andy Suryadi, angkat bicara terkait kasus penipuan yang dilukan Bhayangkari, terhadap janda mendiang polisi tersebut.
Dituturkan Andy, penanganan kasus penipuan ini bisa dipadankan dengan kasus serupa, dengan tersangka Indra Kenz, yang saat ini booming.
"Dalam kasus Indra Kenz, banyak pihak yang ditersangkakan oleh kepolisian. Termasuk pacar dan orangtua si pacar, juga adik dari Indra Kenz," ujar dosen Universitas Negeri Semarang (Unnes) tersebut.
Ditandaskan, meski dalam skala yang berbeda, kedua kasus tersebut adalah sama-sama kasus penipuan.
Sehingga, selayaknya penyidik --baik kepolisian maupun kejaksaan-- berupaya mendalami lebih lanjut pihak-pihak mana saja yang diduga terlibat.
Terutama orang-orang dekat dalam lingkaran keseharian pelaku penipuan.
Menurutnya, agak aneh dan menghina akal sehat, bila dalam kasus suami terdakwa yang kini masih menjadi anggota polisi aktif, tak berusaha ditelisik lebih jauh, terkait dugaan keterlibatannya.
"Logikanya, tak mungkin suami yang kesehariannya selalu berinteraksi dengan istri, sama sekali tak tahu menahu. Menghina akal sehat kalau suami sama sekali tidak tahu," tegasnya.
Ia mengatakan, jika memang suami terdakwa Sri Winarsih, dari awal sudah 'disterilkan' dari kasus ini, maka itu sangat tidak fair, bila dibandingkan dengan penanganan kasus Indra Kenz, yang telah disebutkan di atas.
"Terkesan penanganannya tidak fair, beda perlakuan antara kasus yang melibatkan oknum anggota kepolisian dan yang tidak," tuturnya.
Terlebih, dalam dunia militer dan kepolsian, apa yang dilakukan istri --anggota persti dan bhayangkari-- sudah selayaknya suami turut bertanggungjawab.
Contoh kasus, pada 2019 jelang pelaksanaan Pemilu dan Pilpres, terdapat istri TNI-Polri yang diketahui mengunggah status tak pantas atau diduga mengandung ujaran kebencian pada media sosial (medsos).
"Dalam kasus remeh-temeh seperti itu saja, suami yang anggota TNI-Polri dituntut untuk turut bertanggung jawab, apalagi ini menyangkut soal uang yang jumlahnya tidak sedikit," terangnya.
Oleh karena itu, ia berharap kepolisian dan kejaksaan transparan dalam upaya menangani perkara penipuan yang melibatkan oknum Bhayangkari ini.
Agar, katanya, semua menjadi terang, sejauh mana polisi dan jaksa benar-benar bekerja keras menuntaskan perkara ini.(*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/muria/foto/bank/originals/Ilustrasi-Bhayangkari-kanan-bersama-pasangannya-anggota-Polri.jpg)