Berita Kendal
Masjid Tua Baiturrakhim di Sudut Dusun Tapak Timur, Saksi Bisu Syiar Islam di Wilayah Kendal
Masjid Tua Baiturrakhim di Sudut Dusun Tapak Timur, Saksi Bisu Syiar Islam di Wilayah Kendal. masjid baiturrakgim dusun tapak timur, desa kedunggading
Penulis: Saiful MaSum | Editor: Yayan Isro Roziki
Di sudut Tapak TImur --sebuah dusun terpencil di Kecamatan Ringinarum, Kendal-- sebuah masjid tua masih berdiri tegak. Masjid Baiturrakhim yang diperkirakan berusia lebih dari 100 tahun itu menjadi saksi bisu syiar agama Islam di wilayah tersebut. Seperti apa kisahnya?
TRIBUNMURIA.COM, KENDAL - Cerita menarik datang dari dusun terpencil bernama Tapak Timur yang terletak di Desa Kedunggading, Kecamatan Ringinarum, Kabupaten Kendal.
Di satu sudut dusun, berdiri sebuah bangunan kecil dan kuno sebagai pusat kegiatan dan ibadah umat muslim.
Disebut sebagai Masjid Baiturrakhim, sebuah tempat ibadah yang konon menjadi saksi sejarah perjuangan dakwah Islam di Kabupaten Kendal, khususnya di Desa Kedunggading dan sekitarnya.
Bangunan masjid tersebut disangga empat tiang dari kayu jati yang masih asli sampai saat ini.
Bahkan, tempat khatib berkhutbah (mimbar) dan tebeng atau bangunan penyangga mustakanya pun masih asli tanpa ada yang merubah.
Saking tuanya, sisi-sisi bangunan banyak yang rapuh atau keropos, sehingga perlu diremajakan agar bisa lebih kuat.
Tidak ada yang tahu pasti berapa lama usia bangunan tersebut berdiri.
Sejumlah tokoh masyarakat, tokoh agama, dan sesepuh di dusun tersebut memperkirakan Masjid Baiturrakhim berusia lebih dari 100 tahun.
Kebanyakan warga setempat meyakini masjid itu dibangun oleh seorang wali atau ulama pada tahun 1901 Masehi.
Uniknya, tak ada yang mengetahui nama asli dari ulama tersebut.
Termasuk takmir dan kiyai sepuh yang ada di dusun itu.
Ketua Takmir Masjid Baiturrakhim, Kiyai Muhammad Bisri (51) mengatakan, keunikan dari sejarah berdirinya masjid ini terletak pada tahun berdiri dan pendiri awal yang tidak diketahui pasti.
Menurut cerita, masjid tersebut lebih tua dari pada masjid bersejarah di Pekuncen, Kecamatan Pegandon.
Sejarah pendiriannya pun konon masih sejalur dengan masjid Pekuncen yang dirintis oleh ulama atau wali yang berbeda.
Jemaah Masjid Baiturrakhim menyebutnya sebagai Mbah Wali Tapak.
Sebuah perumpamaan nama lain dari pendiri masjid yang kerap digunakan untuk wasilah jemaah masjid.
"Masjid ini juga ada walinya, tapi namanya itu tidak ada yang tahu, sudah dicari pun tidak ketemu. Oleh seorang ulama, yaitu guru Thoriqoh dari guru saya, masyarakat diperkenankan menggunakan sebutan mbah Wali Tapak untuk wasilah."
"Makamnya juga tidak ada yang tahu di mana, saking ikhlasnya enggak mau diketahui identitasnya," terangnya kepada tribunjateng.com, Selasa (29/3/2022).
Sebutan mbah Wali Tapak itulah yang kini menjadi familiar di kalangan warga Dusun Tapak Timur.
Masyarakat meyakini, dia adalah ulama hebat yang berpengaruh membawa dan mengajarkan agama Islam di wilayah Tapak Timur.
Masjid Sejuta Umat
Sebelum Indonesia merdeka, Masjid Baiturrakhim disebut sebagai masjid sejuta umat.
Jemaah masjid ini datang dari berbagai desa, tak hanya warga Desa Kedunggading saja.
Juga dari Desa Kedungwungu, Kedungasri, Sojomerto, dan Triharjo.
Mereka berbondong-bondong datang ke masjid untuk menunaikan salat lima waktu dan kajian-kajian agama.
"Memang awalnya masjid ini jemaahnya dari berbagai desa. Karena waktu itu masjid masih langka. Bangunan masjidnya masih semua dari kayu, termasuk lantainya," tutur dia.
Lambat lahun, berdirilah berbagai masjid lain di daerah sekitar.
Kini, Masjid Baiturrakhim menjadi tempat ibadahnya masyarakat Tapak Timur.
Bangunan utama masjid yang terbuat dari kayu jati bakal dipertahankan dan dilestarikan.
Termasuk 4 pilar penyangga masjid yag masih kokoh berdiri.
Pihak pengurus masjid berharap, keaslian bangunan yang masih dipertahankan menjadi nilai tambah masjid dengan kesakralannya.
"Kami mempunyai rencana akan merehab bangunan utama masjid ini, tapi tidak merusak tiang sampai bangunan penyangga mustaka. Karena masjid ini dinilai berbeda dari pada masjid-masjid lainnya," katanya.
Saksi Sejarah Dakwah Islam
Menurut cerita, pendiri masjid ini adalah seorang wali atau ulama yang hebat dan terkenal keikhlasannya.
Dia dikenal sebagai mbah Wali Tapak (bukan nama aslinya).
Konon, dia lah yang mendirikan masjid itu sebagai tempat dakwah Islam.
Mengajak masyarakat lebih rajin lagi dalam menunaikan kewajiban salat lima waktu, serta mengikuti berbagai kajian keagamaan.
"Saya ada kira-kira pada generasi ketiga. Saat itu kondisi masyarakat sekitar masih awam. Guru saya waktu itu mbah Kiyai As'ri, orang yang sangat bijaksana, sabar dan tawadhu menghadapi masyarakat sekelilingnya," ujar dia.
Menurut Muhammad Bisri, gurunya pun tidak pernah bercerita tentang sosok pendiri masjid itu.
Benar-benar dirahasiakan untuk menghormati sifat keikhlasan pada zamannya.
Mbah As'ri pun meneruskan perjuangan pendahulunya dengan berdakwah di masjid itu.
Menghidupkan masjid, memakmurkan masjid dengan berbagai kegiatan keagamaan rutin setiap hari, mingguan, bahkan kegiatan bulanan.
"Pernah suatu waktu, saya diminta mbah As'ri menemui seorang ulama (guru toriqoh dia) di Temanggung."
"Saat itu saya dipesani, di Dusun Tapak Timur harus ada pondok pesantren sampai bisa direalisasikan. Ulama itu juga yang memberitahu sosok mbah Wali Tapak," terangnya.
Kini masjid tersebut memiliki dua bangunan sebagai tempat ibadah.
Bangunan di sisi depan merupakan bangunan baru yang difungsikan untuk menampung jemaah saat salat Jumat dan kajian-kajian agama.
Sementara bangunan aslinya yang berada di sisi belakang masih tetap berdiri sebagai bangunan utama masjid.
"Jadi, sejarah pasti masjid ini masih jadi misteri. Sudah dicoba tanya ke sesepuh-sesepuh, tetap saja tidak ada yang tahu."
"Kata mbah kiai sepuh, masjid ini keramat, bukan sekadar bangunan masjid biasa," jelasnya.
Jemaah masjid tersebut juga masih mengikuti kajian-kajian agama rutin.
Seperti jemaah yasinan Jumat malam Sabtu, jemaah toriqoh Senin malam Selasa, sampai dengan khaul massal tahunan yang biasa diperingati pada tanggal 10 Ruwah.
Sesepuh Dusun Tapak Timur, Muzaini (59) menambahkan, selama masjid ini berdiri belum pernah dilakukan perbaikan besar pada bangunan utama.
Tercatat tiga kali perbaikan yang dilakukan pada sisi-sisi bangunan yang rusak.
Termasuk penggantian mustaka bangunan utama karena terbang terhempas angin.
"Waktu saya kecil, jemaahnya sudah ramai dari berbagai desa. Mereka jalan kaki menyeberangi sungai hanya untuk meramaikan masjid," katanya.
Setiap ada kajian keagamaan atau salat jumat, terang Muzaini, kapasitas masjid tidak bisa menampung semua jemaah.
Tumpah di halaman depan masjid dengan alas lantai seadanya.
Dia beharap, masjid tersebut selalu membawa keberkahan bagi jemaahnya maupun masyarakat di lingkungan sekitar.
"Saya harap kehadiran masjid ini terus bisa memberikan kemakmuran bagi masyarakat sekitar," pungkasnya. (Sam)