Berita Kudus
Gunakan Bioreaktor Kapal Selam, BUMDes Gondosari Kudus Ubah Sampah Jadi Pupuk dan Pestisida
Gunakan Bioreaktor Kapal Selam, BUMDes Murakabi Gondosari Kudus Ubah Sampah Jadi Pestisida & Pupuk. biorekator kapal selam
Penulis: Rifqi Gozali | Editor: Yayan Isro Roziki
Bambang juga sempat mempraktikkan jika biogas yang diproduksi dari sistem tersebut sudah bisa dimanfaatkan.
Dia memutar tuas paralon, kemudian di ujung paralon dia menyalakan korek. Seketika api menyala dari ujung paralon.
"Kami juga berencana agar ke depan biogas bisa dimanfaatkan warga sekitar melalui paralon yang disalurkan," kata dia.
Ke depan BUMDes ini diharapkan menjadi tulang punggung pendapatan desa.
Hal itu cukup beralasan, sebab sistem yang dibuat berikut alat dan teknologinya itu memakan biaya yang tidak sedikit, Rp1,2 miliar.
Total biaya tersebut Rp600 juta di antaranya disokong oleh PT Sukun sebagai bentuk tanggung jawab sosial.
Sisanya didapat dari anggaran desa dan sejumlah bantuan dari donatur.
Untuk mendapatkan profit atau keuntungan, skema yang akan diterapkan oleh pengelola BUMDes Murakabi yakni dengan menjual hasil olahan sampah berupa kompos, pupuk, dan pestisida.
Untuk memastikan bahwa produk dari olahan tersebut bisa mengganti pupuk kimia pabrikan, Bambang berencana akan membuat demplot uji coba di lahan milik desa seluas satu hektare.
"Kami uji coba hasil kompos, pupuk, dan pestisida melalui demplot di tanah milik desa. Setelah itu kami akan pasarkan ke kelompok tani di sini. Kami sudah kerja sama," kata dia.
Meski belum menghasilkan produk dari pengolahan sampah, saat ini pihak BUMDes sudah rutin mengumpulkan sampah domestik dari warga desa tersebut.
Total sampah yang dikumpulkan dari warga bisa mencapai 4 ton per hari.
Sampah sebanyak itu diambil dari 20 persen jumlah keluarga yang ada di Gondosari.
Sementara total keluarga di desa itu ada sekitar 4 ribu keluarga.
Kepala Desa Gondosari, Aliya Himawati, juga berharap besar jika BUMDes tersebut akan menjadi tumpuan bagi pendapatan desa.
Dia berpikir, ke depannya nanti pemerintah pusat tidak selamanya mengucurkan dana desa.
Dari situlah desa dituntut harus mandiri.
Harus bisa mendayagunakan segenap potensi yang ada di desa sebagai pendapatan. (*)