Berita Nasional

Sofwan PDIP Harap RUU Komoditas Strategis Bangkitkan Industri Tembakau Nasional

Anggota Baleg DPR RI, Sofwan Dedy Ardyanto, berharap RUU Komoditas Strategis bisa kembali membangkitkan geliat industri tembakau nasional.

|
Dok Sofwan Deddy
BERI HARAPAN - Anggota Baleg DPR RI, Sofwan Dedy Ardyanto, berharap RUU Komoditas Strategis ke depan bisa kembali membangkitkan gairah industri hasil tembakau nasional. 

TRIBUNMURIA.COM, JAKARTA - Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Baleg DPR RI) tengah menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Komoditas Strategis.

Anggota Baleg DPR RI, Sofwan Dedy Ardyanto, menyoroti pentingnya RUU Komoditas Strategis dengan kebangkitan industri hasil tembakau Indonesia.

Sodwan menilai, kondisi industri tembakau Indonesia saat ini lemah dan tidak lagi berpihak kepada petani tembakau. 

Baca juga: Sengketa Lahan Terdampak Tol Bawen-Jogja di Temanggung, Sofwan Dedy: Alhamdulillah Ada Titik Terang

Baca juga: Bupati Temanggung Bagi Ribuan Paket Kopi dan Tembakau ke Pemudik: Sedekah sekaligus Promosi

Hal ini tidak lepas dari sikap pemerintah yang mengesahkan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang berdampak pada situasi industri hasil tembakau dalam negeri.

"Ini pasarnya jelas. Incomenya jelas, tapi kita kemudian harus meratifikasi FCTC yang sekarang membuat industri tembakau itu perlahan-lahan ini melemah ototnya," kata Sofwan dalam rapat Rancangan Undang-Undang Komoditas Strategis di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (4/9/2025), dikutip dalam keterangan resminya.

Anggota legislatif dari daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah (Jateng) VI ini menilai, kondisi industri tembakau nasional saat ini memprihatinkan. 

Ia mencontohkan, ada satu gudang rokok di dapilnya, di daerah Temanggung, tak lagi membeli tembakau dari para petani dalam dua tahun terakhir. 

Padahal, gudang rokok itu belanja tembakau dari petani hingga Rp 1,2 triliun per tahun.  

Sofwan pun menceritakan, para petani tembakau sudah tak lagi berpikir untuk menanam tembakau karena sikap pemerintah yang 'menganaktirikan' komoditas ini.

"Jadi petani tembakau kita hari ini sudah pada level hopeless, Pak, dan itu terjadi akibat regulasi kita sendiri," kata Sofwan.

Ironi kedua, kata Sofwan, Indonesia merupakan negara keempat produsen tembakau terbesar di dunia. 

Akan tetapi, Indonesia justru mengimpor tembakau sebesar 44.000 ton dari China berdasarkan data BPS 2023.

Padahal, tembakau sangat berperan bagi perekonomian Indonesia. Ia mengatakan, industri tembakau sudah menyerap jutaan pekerja. 

Ia memaparkan, jumlah pekerja dari sektor industri hasil tembakau mencapai 5,9 juta orang. 

Ia menambahkan, sekitar 2,5 juta petani tembakau berproduksi di tiga provinsi, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) NTB, dan Jawa Tengah. 

Kemudian, politikus PDIP ini mengingatkan, Indonesia mendapat keuntungan dari cukai rokok mencapai Rp216 triliun. 

Angka ini lebih besar daripada deviden BUMN yang ditarget mencapai Rp203,09 trilun pada 2025. 

Selain itu, Indonesia juga mendapat keuntungan dari pajak industri rokok mencapai Rp 22,98 triliun. 

"Ini fakta semua berbicara tentang bagaimana potensi industri, hasil industri tembakau itu tidak bisa dinafikkan."

"Itu sudah menjadi bagian daripada urat nadi kehidupan perekonomian negara dan bangsa kita," kata pria yang maju di Dapil Jawa Tengah VI ini.

Sofwan pun mengingatkan bahwa industri tembakau tidak hanya soal rokok. 

Pria kelahiran 25 Agustus 1973 ini mengatakan, tembakau bisa digunakan untuk kepentingan fitopatologi dan nutrisi. 

Kemudian, limbah selulosa pada tembakau bisa digunakan untuk olahan alternatif pengganti bahan baku kertas, bioetanol, dan lainnya.

Oleh karena itu, Sofwan berharap agar RUU Komoditas Strategis bisa menjadi solusi atas masalah industri tembakau saat ini.

"Harapan saya adalah RUU ini bisa kembali membangkitkan potensi industri hasil tembakau di Indonesia," kata Sofwan. (*)

Sumber: TribunMuria.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved