Meski kasus itu dibongkar melalui OTT pada 25-26 Januari 2024, Gus Muhdlor baru menyandang status tersangka pada 16 April 2024.
Hal ini membuat sejumlah pihak mencurigai pihak internal KPK.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, kasus Gus Muhdlor terkesan lambat karena OTT yang tidak sempurna.
Idealnya, dalam OTT tim penyelidik dan penyidik menangkap semua pejabat dan pelaku utama.
Namun, Gus Muhdlor lolos dari OTT KPK tersebut.
“Kenapa ini kan OTT kok lambat? perlu kami jelaskan bahwa, tadi juga sudah dijelaskan sebetulnya oleh beliau (Wakil Ketua KPK) bahwa OTT ini tidak sempurna OTT ini,” kata Asep dalam konferensi pers di KPK, Jakarta, Selasa.
Dalam OTT itu, penyidik hanya bisa menjerat satu orang sebagai tersangka yakni Siska Wati.
Kondisi ini membuat KPK harus menerapkan strategi penyidikan dari luar yang berjalan perlahan ke pelaku utama di tengah seperti orang memakan bubur.
“Jadi kita mengumpulkan dari luar dulu baru sampai dalam,” kata Asep.
Nikmati uang potongan insentif lewat sopir
Terkait kasus ini, Tanak mengungkapkan, KPK telah mengantongi barang bukti yang cukup bahwa Gus Muhdlor turut menikmati uang hasil korupsi sehinga ditetapkan sebagai tersangka.
Menurut KPK, sebagai bupati, Gus Muhdlor memiliki wewenang menerbitkan Keputusan Bupati yang mengatur pencairan dana insentif pajak pegawai BPPD untuk 4 triwulan pada tahun anggaran 2023.
Dalam perjalanannya, uang insentif itu dipotong oleh Kepala Sub Bagian (Kasubag) Umum dan Kepegawaian BPPD Sidoarjo, Siska Wati yang juga menjabat sebagai bendahara.
Pemotongan itu dilakukan atas perintah Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono.
Dari jumlah insentif yang seharusnya diterima aparatur sipil negara (ASN) BPPD Sidoarjo, sebanyak 10 hingga 30 persennya dipotong oleh Siska.