Pengusaha warung makan menyebut, harga beras yang ugal-ugalan bukan kenaikan, melainkan pindah harga.
TRIBUNMURIA.COM, JAKARTA - Harga beras terus melambung tinggi, tembus Rp17.000 - Rp21.000 per kilogram (Kg).
Peneliti The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) menyebut, jor-joran bantuan sosial (bansos) dari pemerintah dan para peserta pemilu, turut menjadi faktor kenaikan harga beras.
Sementara, pengusaha warung makan menyebut kenaikan harga beras sudah mencapai taraf 'gila-gilaan'.
Baca juga: Harga Beras Melambung Tinggi, Pedagang Pasar Sorot Penyaluran Bansos, Minta Pemerintah Buka Data
Baca juga: Menkeu Sri Mulyani Waswas Harga Beras Terus Melambung Tinggi, Minta Pemerintah Waspada
Baca juga: Warga Kudus Berebut Beras Murah Rp10.400/Kg dari Bulog: Mbah SIti: Harga Pangan Lagi Mahal
Pengusaha warung makan bernama Reza (30) mengeluhkan harga beras yang naik drastis hingga Rp300.000 per karung.
"Jauh (naiknya). Ini mah bukan naik harga, tapi pindah harga. Harga sekarung yang 50 kilogram dari Rp550.000 jadi Rp850.000," kata Reza di warungnya, Selasa (20/2/2024) sore.
Menurutnya, kenaikan harga beras sudah terasa sejak Desember 2023. Namun, ia berpendapat bahwa kenaikan harga beras ini tidak wajar.
"Ini paling parah. Sebelumnya naik setidaknya Rp10.000-50.000. Ini sampai ratusan ribu," celetuk dia.
Menurutnya, seharusnya kenaikan harga yang wajar untuk sekarung beras adalah sekitar Rp50.000-100.000.
Reza berharap, Pemerintah segera mencari solusi untuk menekan harga yang kian meroket itu.
"Tolong urus harga pangan yang sudah parah ini. Semuanya, sayur-sayuran juga, sudah enggak kekontrol," tutur Reza.
Sementara itu, Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) Putu Rusta Adijaya, berpendapat kenaikan harga beras di mayoritas daerah di Indonesia faktor keterbatasan produksi.
Menurutnya, minimnya produksi beras di dalam negeri disebabkan perubahan iklim serta penyakit dan hama.
“Kenaikan harga beras di Indonesia itu disebabkan oleh beberapa hal faktor utamanya adalah fenomena iklim El Nino yang semakin diperburuk dengan pendidihan global."
"Hal ini menyebabkan kekeringan esktrem sehingga petani di daerah penghasil beras gagal panen,” kata Putu, Kamis (22/2).
“Perubahan iklim yang terakselerasi juga memperparah curah hujan sehingga padi tergenang dan mati. Hal ini membuat produksi padi berkurang dan mengurangi suplai di pasar,” paparnya.