TRIBUNMURIA.COM, SUKOHARJO - Cinta segitiga mengantarkan Bayu (20) warga Polokarto ke jeruji besi Mapolres Sukoharjo.
Kisah itu berawal saat pemuda tanggung ini cemburu kepada Rayhan.
Sebab tanpa sepengetahuannya, remaja tanggung itu menjalin hubungan dengan pujaan hati Bayu yang bernama Septi.
Kapolres Sukoharjo, AKBP Sigit menyampaikan, semula pada Sabtu (13/5/2023) sekira pukul 12.00 WIB, korban dan pelaku diundang oleh Septi dalam acara wisuda di Gedung Graha Saba Buana Solo.
"Kemudian pelaku menanyakan hubungan korban dengan Septi, korban menjawab kalau hanya berteman," ucap Sigit dalam konferensi pers di Mapolres Sukoharjo, Jumat (19/5/2023).
Kemudian, Bayu meminta KTP milik Rayhan.
Ia lalu diajak pergi ke rumah Bayu untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
"Selanjutnya korban ke rumah pelaku berboncengan dengan salah satu temannya Hafidz, sedangkan pelaku naik mobil dengan teman yang lain," ungkapnya.
Baca juga: Buronan Kasus Pembunuhan dengan Motif Cinta Segitiga di Pati Akhirnya Terciduk Polisi
Sesampainya di lokasi, Bayu lantas mengajak Rayhan untuk membicarakan masalah hubungan dengan Septi.
Di lokasi itu, ada tiga teman Bayu.
Kemudian Bayu emosi dan marah lalu mengancam dengan sebuah parang yang akan diayunkan ke arah Rayhan.
"Kemudian korban keluar rumah dan dikejar oleh pelaku. Setelah tertangkap kemudian korban diajak pelaku ke dalam kamar lagi untuk minta penjelasan," ungkapnya.
Kemudian Bayu mengancam Rayhan akan dilaporkan ke polisi.
Sebab saat itu Rayhan mengaku pernah berciuman dan memegang bagian sensitif Septi.
"Kalau tidak mau, pelaku akan melaporkan korban ke polisi. Tak hanya itu pelaku meminta uang sejumlah Rp 13 juta kepada korban agar kasus itu tidak jadi dilaporkan," ucapnya.
Karena ketakutan, kemudian Rayhan memberikan uang sebanyak Rp 1 juta kepada Bayu.
Dan untuk kekurangannya Bayu menyita ponsel milik Rayhan.
"Setelah itu korban pulang dan melaporkan ke Polres Sukoharjo," ungkapnya.
AKBP Sigit menegaskan, atas perbuatannya, pelaku diancam dengan Pasal 2 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancam pidana penjara paling lama 10 tahun. (*)